Pustaka
Bahasa Indonesia

JERAT PESONA TUAN MUDA GIDEON

28.0K · Ongoing
Zemira Fortunatus
30
Bab
1.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Gideon Mosha seorang pemuda tampan, pintar, dan cerdas yang masih duduk di bangku kuliah, namun hidup di bawah kungkungan kedua orang tuanya yang terlalu over protektif kepadanya. Hal itu terjadi karena ada sesuatu dari masa lalu Gideon yang membuat pria itu hampir saja lenyap dari muka bumi. Akibat rentetan kejadian naas tersebut membuat Ibunda Gideon memperkerjakan pengasuh pribadi untuk putra semata wayangnya. Ada beberapa orang yang melamar ingin menjadi pengasuh Tuan Muda Gideon, akan tetapi semua hanya bertahan paling lama dua hari karena tidak tahan dijahili oleh sang tuan muda. Septin Adena, seorang mahasiswa cantik dan lincah, ikut melamar menjadi pengasuh sang tuan muda yang dirinya pikir, hanyalah mengasuh seorang balita. Sang gadis tidak pernah  menyangka jika yang dirinya akan asuh adalah seorang pria tampan yang umurnya hampir sebaya dengan nya. Namun karena himpitan ekonomi dan untuk membantu keuangan keluarganya, Septin pun menerima  pekerjaan itu, menjadi pengasuh Tuan Muda, Gideon. Penasaran bagaimana Septin menghadapi tingkah jahil dari Gideon? Mampukah sang gadis bertahan menjadi  pengasuh sang tuan muda yang terkesan sangat arogan itu?" Plagiarisme melanggar undang-undang tak cipta no. 28 tahun 2014.

Cinta Pada Pandangan PertamaTuan MudaRomansaSweetKampusSalah PahamDewasaBaper

BAB. 1 Wawancara Kerja

Septin Adena, gadis cantik dan pemberani yang berusia dua puluh dua tahun yang sekarang terdaftar sebagai salah satu mahasiswi semester akhir di sebuah kampus ternama di Jakarta, saat ini sedang berdiri tegak di ruang tamu sebuah rumah yang elegan.

Ruangan besar itu dipenuhi dengan lukisan-lukisan mahal dan perabotan yang mewah menakjubkan. Septin datang untuk melamar pekerjaan sebagai pengasuh Tuan Muda Gideon Mosha, anak tunggal dari keluarga yang dikenal sebagai keluarga elit ini.

"Aku harus memberikan yang terbaik dalam wawancara ini." ucap Septin dalam hatinya.

Pintu pun terbuka, dan Nyonya Kemala, ibu dari Tuan Muda Gideon, masuk dengan langkah anggun. Dia adalah seorang wanita yang berpenampilan eksklusif dengan gaun mewah dan berlian layaknya wanita sosialita kelas atas.

Nyonya Kemala yang ramah segera menyapa gadis itu.

"Selamat datang, Septin. Saya sangat senang kamu datang untuk wawancara pekerjaan. Harap duduk."

"Terima kasih, Nyonya Kemala." sahut Septin.

Mereka berdua lalu duduk di kursi berlapis kulit yang nyaman. Nyonya Kemala menyandarkan dirinya ke kursi dengan menajamkan pandangannya ke arah Septin.

"Saya to the point saja ya, Septin. Saya sedang mencari pengasuh yang sangat berkualitas untuk Gideon, anak saya. Ini adalah pekerjaan yang sangat penting." tutur Nyonya Kemala.

"Saya sangat mengerti, Nyonya Kemala. Saya memiliki banyak pengalaman yang cukup dalam merawat anak-anak." serunya.

"Ceritakan tentang pengalamanmu dalam merawat anak-anak, Septin." Lanjut sang Nyonya.

Septin pun menjelaskan riwayat pekerjaannya kepada Nyonya Kemala,

"Saya telah bekerja sebagai pengasuh selama lima tahun. Saya merawat anak-anak dari berbagai usia, dari bayi hingga remaja. Saya selalu berusaha menciptakan lingkungan yang aman dan penuh kasih, serta memastikan semua keperluan mereka terpenuhi," tutur Septin menjelaskan semuanya.

"Sangat baik. Bagaimana Anda mengatasi situasi sulit, seperti ketika seorang anak rewel atau sulit diajak bekerja sama?" tanya sang nyonya.

Nyonya Kemala tahu persis tabiat putranya, Gideon yang sangat keras kepala dan semaunya.

"Saya percaya pada komunikasi yang baik. Saya selalu mendengarkan anak-anak dan mencoba memahami perasaan mereka. Ketika anak sulit diajak bekerja sama, saya mencoba menggunakan pendekatan yang berbeda, seperti permainan atau cerita, untuk membuat mereka lebih kooperatif." sahutnya mantap.

"Bagaimana pandangan Anda tentang disiplin anak?" Nyonya Kemala lagi-lagi menanyakan hal yang spesifik kepada Septin.

Sang nyonya besar sepertinya mulai menyukai septin yang terlihat sangat cerdas dalam menjawab setiap pertanyaan yang dirinya ajukan kepada gadis itu.

"Saya percaya bahwa disiplin harus bersifat positif dan konstruktif. Saya akan selalu menjelaskan konsekuensi dari perilaku yang tidak diinginkan, akan tetapi juga memberikan pujian dan penghargaan ketika anak melakukan hal yang baik."

"Baik. Gideon adalah anak yang cerdas, dan kami ingin dia tumbuh menjadi pribadi yang baik. Bagaimana Anda akan membantu dalam mendukung pendidikannya?" tanya sang nyonya lagi.

"Saya akan membantu Gideon dalam belajar dengan memberikan bimbingan saat dia melakukan pekerjaan rumahnya dari sekolah. Saya juga akan membaca buku bersamanya dan mengajaknya berpartisipasi dalam kegiatan yang mendukung perkembangan intelektualnya." Septin semakin lugas menjawab.

"Baiklah, terakhir ... Kenapa Anda ingin bekerja untuk keluarga kami?"

"Saya ingin memberikan kontribusi positif dalam perkembangan Tuan Muda Gideon dan membantu keluarga Anda dengan kebutuhan pengasuhannya. Saya juga terkesan dengan nilai-nilai keluarga Anda yang kuat."

"Terima kasih, Septin. Saya akan mempertimbangkan semua yang telah Anda katakan. Kami akan memberi tahu Anda keputusan kami secepatnya."

Setelah beberapa saat berbicara, Septin meninggalkan ruangan tersebut dengan harapan yang besar. Dia tahu bahwa posisi pengasuh Tuan Muda Gideon adalah peluang yang sangat berharga, dan dia berharap bisa menjadi bagian dari keluarga yang tersebut sebagai seorang pekerja.

Di sebuah sudut gelap kamarnya yang remang-remang, seorang pemuda  duduk dengan mata terpaku pada layar CCTV yang memperlihatkan seorang gadis bernama Septin. Di layar itu, Septin duduk di ruang tamu, dengan ibunya, Nyonya Kemala, yang duduk di depannya. Mereka sedang dalam proses wawancara untuk posisi pengasuh untuknya.

Wajah pemuda itu dipenuhi dengan ketegangan, hatinya berdebar kencang. Setiap kata yang terucap dalam wawancara itu seperti kilat yang meluncur begitu cepat. Dia melihat Septin dengan teliti, mencoba membaca ekspresi dan gerakan tubuhnya. Gadis itu duduk dengan sikap yang sopan dan ramah, menjawab pertanyaan dengan percaya diri.

Pemuda itu merasa cemburu melihat Septin begitu dekat dengan ibunya, Nyonya Kemala. Tidak seperti Gideon yang merasa memiliki sekat diantara dirinya dan sang ibu.

Gideon sangat yakin jika gadis itu pasti akan diterima bekerja sebagai pengasuhnya.

"Sial! Ini tidak bisa dibiarkan! Bagaimana seorang gadis yang hampir sebaya denganku. Malah menjadi pengasuh ku? Enak saja!" kesal Gideon dalam hatinya.

Pemuda itu semakin kesal ketika Septin menjawab pertanyaan tentang pengalaman sebelumnya sebagai pengasuh, pemuda itu bisa melihat kerja keras dan dedikasi dalam matanya. Gadis itu terlihat sangat kompeten.

Namun, sesaat sebelum wawancara berakhir, pemuda itu menyadari bahwa dia harus bertindak secepatnya untuk menggagalkan misi ibunya kali ini.

Septin keluarga dari rumah megah itu dengan melajukan sepeda motor listrik miliknya menuju ke sebuah pasar tradisional di daerah Jakarta Selatan.

Angin panas kota Jakarta mulai menerpa area wajahnya yang putih bersih. Di atas motor yang sedang dirinya kendarai Septin terlihat sedang bersenandung ria mengikuti irama lagu yang berasal dari headset yang tersambung dengan ponselnya.

Tak berapa lama setelah itu, sang gadis akhirnya sampai di pasar. Dia pun segera memarkirkan motor listriknya. Lalu melangkah menuju warung sembako milik orang tuanya.

"Bunda, Ayah! Aku kembali!" sapanya kepada kedua orang tuanya. Sambil meneguk segelas air putih untuk melepaskan dahaganya.

"Septin, kamu dari mana saja? Kok baru pulang sekarang?" tanya Bunda Wita kepada anak satu-satunya.

"Maaf, Bunda. Tadi aku mampir untuk wawancara menjadi pengasuh seorang anak balita," seru Septin.

"Lho ... apakah itu tidak menganggu perkuliahan mu nantinya, Septin? Ayah tidak mau waktu belajar mu menjadi terganggu." Ayah Yoga ikut mengingatkan anak gadisnya.

"Nggak kok, Ayah. Pekerjaanku ini ini juga part time," sahut Septin sambil mulai membantu Bunda Wita merapikan warung mereka.

Dulu Septin dan keluarganya pernah hidup bergelimang harta. Namun Ayah Yoga mengalami kebangkrutan karena ditipu oleh rekan bisnisnya.

Sejak saat itulah mereka mulai hidup pas-pasan. Namun keluarga itu tetap bersyukur dan tak mengeluh sedikitpun.

Kembali di kediaman Mosha,

Tuan Muda Gideon terlihat sedang mengamuk kepada semua pekerja di rumahnya. Semua barang-barang di dapur berjatuhan akibat dilempar oleh Gideon di bawah lantai.

Sang tuan muda mengamuk karena perkara telur mata sapi yang dibuat olehnya tidak sempurna. Para ART tersebut malah menjadi sasarannya.

"Sialan kalian semua! Nggak guna sama sekali! Aku akan telepon Mommy! Biar kalian dipecat semuanya!"