Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1 Di Khianati

Langit sore itu mendung, seolah tahu ada hati yang akan pecah malam ini. Desa kecil di pinggir wilayah Kerajaan Mandapala terasa sunyi, seperti menahan napas. Angin berembus pelan, membawa aroma tanah basah dan daun-daun gugur.

Raka baru saja kembali dari ladang. Tubuhnya dibalut peluh, bajunya penuh lumpur, namun langkahnya ringan. Di tangannya ada sebuah buntalan kain berisi umbi-umbian dan sedikit hasil panen. Ia tersenyum kecil. Nanti malam, ia ingin memasak bersama istrinya, Sri. Sudah lama mereka tak duduk bersama menikmati makan malam dalam diam yang damai. Ia bahkan sempat memetik bunga liar berwarna ungu dari tepi hutan, yang selalu disukai Sri.

Raka bukan siapa-siapa. Ia hanya rakyat jelata. Tinggal di rumah kayu sederhana yang bahkan atapnya mulai bocor. Namun ia bahagia. Setidaknya, selama ini ia pikir begitu. Ia mencintai Sri dengan seluruh dirinya. Ia bukan lelaki romantis. Wajahnya keras, kulitnya gelap terbakar matahari, namun matanya jujur dan tubuhnya tegap karena bekerja sangat keras.

Namun, Sri tak pernah benar-benar mencintainya. Ia tahu itu dari tatapan istrinya yang akhir-akhir ini melihat nya dengan tatapan dingin dan tak peduli. Tapi ia tetap bertahan. karena bagi Raka cinta adalah kesetiaan. Meski dilukai, ia tetap kembali.

Saat mendekati rumah, langkahnya melambat. Ada bau asing di udara dekat rumah nya. Wangi minyak atsiri mahal yang tak pernah mereka miliki. Rumah itu juga terlalu sepi. Bahkan suara pintu kayu yang bergoyang pun terdengar terlalu jelas.

"Sri?" panggil Raka pelan, begitu memasuki rumah.

Tak ada sahutan. Tapi dari balik bilik, terdengar suara. Suara laki-laki yang sedang tertawa lirih. Suara napas terburu. Raka berhenti. Dadanya berdebar kencang.

Dengan langkah pelan, ia mendekati bilik. Dan saat pintu bilik terbuka sedikit, ia melihatnya.

Sri. Duduk di pangkuan seorang pria berjubah hitam dengan hiasan benang emas. Mereka tertawa. jarak di antara mereka berdua terlalu dekat dan terlalu intim.

Raka mematung.

"Sri..."

Sri tersentak. Matanya membelalak. Ia berdiri sesaat wajahnya memucat. Tapi kemudian, ia menarik kain menutupi tubuhnya dengan gerakan acuh tak acuh.

"Kenapa kau pulang sekarang?" tanyanya, suaranya dingin namun terdengar jelas kalau dia merasa gugup.

Raka melangkah masuk, menatapnya penuh luka.

"Ini rumahku... kau istriku. Apa maksud nya semua ini? dan siapa lelaki ini?"

Pria itu berdiri. Tinggi, gagah, wajahnya licik. Di dadanya tergantung lambang kerajaan. Ia memandang Raka dari atas ke bawah dengan jijik.

"Kau suaminya? Hah. Rakyat jelata sepertimu tidak pantas memiliki wanita secantik dia."

Raka mengepalkan tangan. "Siapa kau?"

"Namaku Mahendra. Panglima Muda Istana Utama. Kau tahu artinya apa bukan? Artinya aku bisa membuat orang orang sepertimu menghilang tanpa jejak."

"Sri... kau mengkhianatiku?" Raka menoleh pada istrinya. Suaranya bergetar.

Sri menatapnya tajam. "Aku tidak pernah mencintaimu, Raka. Hidup denganmu adalah siksaan bagiku. Aku wanita, bukan budak di dapur. Aku pantas mendapatkan lebih. Mahendra lelaki ku ini bisa memberikan ku semuanya, apa yang tak bisa kau beri mahendra bisa memberi kan itu untukku, bahkan kepuasan, aku lebih puas ber cinta dengan mahendra ketimbang dengan mu raka."

"apa maksud mu sri... bukan kah kau menikahiku karena cinta. dan Kau bersumpah di hadapan leluhur—"

"Aku bersumpah karena terpaksa raka! Karena orangtuaku menjualku demi utang! Sekarang aku bebas, dan kau... hanya beban."

Raka menatapnya dengan getir. Ia teringat saat pertama kali bertemu Sri di pasar. Gadis itu tersenyum malu saat diberi bunga oleh Raka. Tapi semua kenangan itu hancur. Kini, yang tersisa hanya kehinaan.

Mahendra tertawa sinis. "Kasihan sekali. Bahkan wanita sendiri tak ingin melihatmu lagi."

"Pergilah dari sini, Raka," ucap Sri, dingin. "Aku jijik dan tidak mau melihat wajahmu lagi."

Raka mundur selangkah. Hatinya hancur. Dunia runtuh. Tapi sebelum ia bisa menjawab, Mahendra menjentikkan jarinya. Tiga pria bertubuh besar muncul dari balik tirai.

"Hajar dia. Buang ke hutan. Pastikan ia tak kembali."

"Tunggu! Sri! Aku... aku masih suamimu...!"

Sri tak menjawab. Ia membalikkan badan dan memeluk Mahendra. Seolah Raka tak pernah ada.

Para algojo Mahendra menghantamkan tinju ke perut Raka. Ia terjatuh. Tendangan keras menghantam dadanya. Dunia mulai berputar. Tubuhnya diangkat, dibawa keluar rumah. Malam menelan teriakannya.

---

Raka terbangun dalam gelap. Tubuhnya remuk. Pakaian lusuhnya robek, darah mengering di pelipisnya. Ia berbaring di atas tanah basah, dikelilingi pohon tinggi dan kabut tebal. Hutan. Hutan larangan. Tempat yang dikeramatkan oleh orang-orang tua karena katanya, para penjaga gaib masih hidup di sana.

Ia mencoba duduk. Sakit. ia berfikir apakah dia sudah mati. namun nyatanya dia masih hidup, Nafasnya berat. Pandangannya buram. Tapi jauh di hadapannya, ada cahaya samar. Seperti nyala api kecil... tapi biru.

Dengan susah payah, ia merangkak menuju cahaya itu. Lalu ia melihatnya. Sebuah batu besar berbentuk altar, dan di atasnya, sebuah kitab tua bersampul kulit hitam. Ukiran naga yang bersisik emas menghiasinya. Di sekeliling batu, tumbuh bunga-bunga aneh berwarna merah darah.

Kitab itu menyala lembut, seolah memanggil.

Raka menatapnya. Jantungnya berdegup kencang. Tangannya gemetar. ia memberanikan diri untuk menyentuh kitab itu. pada saat ia menyentuh kitab itu, tubuhnya terasa ditarik. spontan Mata nya membelalak. namun belum sempat ia berfikir apa yang terjadi. Cahaya biru menyambar dadanya. Tapi anehnya api biru itu tak membuat nya sakit. Justru... terasa hangat rasanya begitu Familiar.

Tiba-tiba, suara menggema dalam kepalanya. Suara berat. Lelaki tua. Tapi tak terlihat siapa pun.

"Wahai darah yang hilang. Warisanmu belum selesai. Kau adalah keturunan raja terakhir... garis yang telah diburu dan dilupakan. Kini, waktumu telah tiba."

Kilatan gambar-gambar asing muncul di benaknya. Sebuah istana megah di atas gunung. Seorang raja berjubah merah darah. Dan seorang bayi—yang disembunyikan di tengah malam. bayi itu adalah dirinya.

Raka terdiam. Bibirnya terbuka hingga menyerupai huruf U, dia tersenyum dan tangannya mengepal.

"Sri dan Mahendra... kalian pikir aku akan mati? Tidak semudah itu. Aku akan kembali. penguasa dunia ini tidak merelakan aku mati sebelum aku benar benar balas dendam kepada kalian, dan kupastikan dunia akan tahu siapa aku sebenarnya. ini janji ku kepada mu Sri dan mahendra. "

Langit bergetar. di sambut kilatan petir yang menyambar. Kabut yang semakin menebal. Dan Raka berdiri... dengan kitab di tangannya, dan bara api dendam di dadanya harus dibayarkan.

dengan mengangkat kitab itu dengan kedua tangan nya, kitab itu bagaikan air yang di tuang ke dalam wadah. kitab itu masuk ke dalam diri raka yang membuat raka mendapat kan ilmu yang sangat tinggi yang bahkan ilmu itu sudah di katakan punah

Langit menggelap total. Tak hanya malam, tapi juga seolah semesta ikut berduka… atau justru bersiap menyambut kebangkitan dari pemimpin yang akan mengguncang dunia. Akar-akar pohon di sekelilingnya mulai bergerak pelan, seperti bernafas. Angin berhenti. Hening. Waktu seakan terhenti.

Dari balik pepohonan, terdengar bisikan-bisikan lirih. Bukan bahasa manusia. Tapi Raka memahaminya. Entah bagaimana, lidah dan pikirannya tiba-tiba mampu menerjemahkan suara-suara itu. Kitab yang kini menyatu di dadanya bukan hanya memberi kekuatan, tapi juga membuka kunci ingatan masa lalu yang selama ini terkunci rapat.

Tiba-tiba, tanah di depan altar retak. Dari celahnya, muncul bayangan hitam berwujud manusia. Tinggi, berjubah sobek, matanya bersinar merah darah. Ia menatap Raka dengan tatapan menilai.

“Pewaris darah naga... kau akhirnya kembali.”

Raka menatapnya tanpa gentar. Untuk pertama kalinya, tubuhnya tak lagi gemetar. Tidak karena takut, tapi karena ada sesuatu yang telah bangkit dari dalam dirinya—jiwa seorang pemimpin, darah seorang raja, dan amarah seorang pria yang dikhianati.

“Aku takkan mati sebagai petani. Aku akan hidup sebagai legenda.”

Dan malam itu, hutan larangan menyambut tuannya yang sudah lama tak kembali. Jejak balas dendam telah dimulai.

---

[Bersambung]

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel