BAB : 5
Rion, dialah yang mereka dapati tengah berdiri dibelakang keduanya.
“Ini urusan keluarga saya, jangan ikut campur!”
Rion tak membalas perkataan Emil. Ia berjalan melewati sepasang suami istri itu dan mendekati Keyzia yang masih terduduk di lantai. kemudian membantu gadis itu untuk kembali bangkit.
Ia membawa Keyzia berdiri berhadap-hadapan dengan Emil dan Arini.
“Dia begini, juga karena saya. Jadi, ini juga termasuk urusan saya!”
Emil marah saat Rion memegang tangan putrinya. Berniat menyingkirkan pegangan itu, tapi Rion malah menghentakkan tangannya dengan kasar.
“Apa yang kamu lakukan?!”
“Jangan menyakitinya lagi!”
“Dia putri saya!”
Entah apa yang kini tengah dipikirkan Rion, hingga ia bisa bersikap seperti itu. Dan yang membingungkan, kenapa rasanya tak rela saja melihat perlakuan buruk Emil pada Keyzia. Ambisinya untuk melindungi gadis ini tiba-tiba saja meningkat. Aneh, bukan?
Ia melirik kearah Keyzia yang memang juga berusaha melepaskan pegangannya, tapi tetap tak berniat ia lepas. Kemudian, kembali menatap tajam kearah Emil.
“Satu jawaban untuk satu pertanyaan. Berikan dia padaku dan semuanya aman. Mau atau tidak?”
Sontak, perkataan Rion membuat Emil dan Arini kaget. Bahkan Keyzia saja dibuat ikutan kaget.
“Maksud Om apaan bicara begitu?” tanya Keyzia.
“Kamu tidak bisa bersikap seenakmu begitu!” Emil tak terima dengan keinginan Rion. Apa-apaan maksud laki-laki ini ingin mengambil alih putrinya dengan cara mengancamnya.
“Saya nggak akan memberikan Keyzia padamu. Memangnya dia barang, yang bisa diberikan begitu saja pada orang yang tak dikenal.” Emil dengan kuat menarik putrinya dan itu berhasil.
Kemarahan Rion seolah diuji saat ini. ia menarik napasnya dalam. “Baiklah, sepertinya perkataanku hanya dianggap lelucon. Ku pastikan dalam beberapa menit lagi semuanya akan hancur!”
Sepasang suami istri itu saling bertukar pandang dengan ekspressi yang sulit diartikan. Tanpa penjelasan pun, Emil dan Arini juga pasti tahu apa maksud perkataan Rion itu. Ya, hancur ... lebih tepatnya kehancuran dalam bidang bisnis.
“Jangan lakukan apapun juga!”
“Dan jangan menolak apapun yang ku inginkan, Bapak Emil!”
“Jangan menyerahkanku padanya,” ujar Keyzia berharap pada kedua orang tuanya. Apa jadinya hidupnya nanti? Masa iya dirinya harus jatuh ke tangan om-om.
Sedikit berpikir dengan apa yang dikatakan Rion. Emil tentu saja dibuat kelabakan, memilih antara bisnis dan putrinya sendiri. Ya, keduanya memang tak akan bisa ia lepas. Tanpa bisnis, bagaimana ia dan keluarganya bisa hidup. Tanpa kalau melepaskan putrinya ke tangan orang seperti Rion? Ia rasanya tak rela saja.
“Melepaskan Keyzia padaku, semuanya aman. Jika tidak, bahkan tanpa campur tanganku saja keluagamu akan hancur dengan sendirinya. Masih ingat kejadian semalam, kan ... itu akan jadi problem besar yang akan mempengaruhi keluarga dan bisnismu. Berita tentang putri dari seorang pebisnis yang tertangkap basah satu kamar dengan ...”
“Oke,” timpal Emil langsung menghentikan perkataan Rion.
“Papa!”
“Baiklah ... saya setuju,” ungkapnya menambahkan dan melepaskan pegangannya di tangan Keyzia.
Rion mengambil alih gadis itu dan kembali menariknya untuk mendekat. Tersenyum licik di sudut bibirnya mendapatkan apa yang ia inginkan. Meskipun caranya salah, tapi ia puas akan hasilnya.
“Begini lebih baik, bukan,” ujarnya.
“Jangan melakukan apapun juga pada bisnis saya.”
“Hmm ... ku pastikan itu.”
“Kenapa Papa malah menyerahkanku padanya? Aku nggak mau, Pa! Aku bukan barang,” kesal Keyzia saat orang tuanya malah mempertaruhkan dirinya demi keamanan bisnis dan kehormatan keluarga.
“Maaf, Sayang ... memang seperti inilah harusnya. Kamu harus ngertiin keadaan kami. Kamu nggak mau, kan, kalau Rion sampai menghancurkan bisnis keluarga kita karena kejadian semalam?”
“Papa jahat!”
“Ikut aku sekarang!” Rion membawa Keyzia pergi dari sana dengan paksa, meskipun gadis itu terus berontak dan menolaknya.
Sementara Emil dan Arini, keduanya hanya jadi penonton saat sang putri dibawa oleh Rion. Meskipun rasanya tak rela, tapi lebih tak rela lagi jika hidup Keyzia ikut hancur karena masalah semalam.
“Apa kita orang tua yang jahat?” tanya Arini pada Emil.
“Bukan,” jawabnya. “Lebih tepatnya kita hanya ingin Keyzia dapat yang terbaik. Lagian, mana ada laki-laki yang mau menerima gadis yang pernah kepergok berada dalam satu kamar dengan laki-laki lain. Meskipun tak melakukan apa-apa, tetap saja namanya sudah dicap buruk,” tambahnya menjelaskan.
Jatuh ke tangan Rion, setidaknya masalah semalam bisa dibuat terhenti.
[][][][]
Keyzia terus menolak saat Rion memaksanya untuk ikut dan masuk ke dalam mobil. Apa ini? Ia harus jadi milik laki-laki seperti Rion karena orang tuanya sendiri yang menyerahkan. Benar-benar tak habis pikir.
“Masuk,” suruh Rion pada Keyzia yang tak tetap mau masuk ke dalam mobil.
“Aku nggak mau,” tolaknya kekeuh.
“Kenapa?”
“Karena aku nggak mau ikut.”
“Key, kamu harus ikut denganku. Dengar sendiri, kan, orang tuamu sudah memberikanmu padaku,” terang Rion.
“Tapi karena acamanmu, Om!”
“Bahkan tanpa ancaman dan campur tanganku, tetap saja bisnis keluargamu akan hancur karena ulahmu sendiri, Keyzia,” jelas Rion meyakinkan gadis itu.
Keyzia diam. Apa maksud perkataannya?
“Masuk sekarang!”
Suara bariton itu seakan memukul rata nyalinya hingga ciut seketika. Benar ternyata menurut kebanyakan orang, Rion itu menakutkan. Dan sekarang ia lihat sendiri kenyataannya.
Di dalam mobil, tak ada pembicaraan apapun. Keyzia sibuk dengan rasa kesal dan marahnya, sedangakan Rion sibuk dengan ponselnya.
Selang beberapa saat, barulah kini pandangannya ia arahkan pada gadis yang seolah memang sengaja membuang muka darinya.
“Ingat perkataanku semalam, bukan ... aku menyukaimu, Keyzia,” ungkapnya langsung.
Keyzia yang dari tadi seolah memang tak ingin melihat wajah Rion, saat mendengar itu semua tentu saja ia langsung kaget. Kemudian menatap tajam kearah Rion. Lalu apalagi? Dengan sengaja ia malah menyentil dahi laki-laki itu.
“Jangan mengatakan lelucon nggak penting seperti itu, Om. Kamu pikir aku ini bocah ingusan yang akan diam jika diberi es krim? Telat. Aku sudah 17 tahun.”
Rasa kaget Rion benar-benar tak bisa diungkapkan dengan perkataan apapun. Keyzia menyentilnya? Ia pastikan baru dia seorang yang berani melakukan ini padanya. Jangankan menyentil, bahkan tak seorang pun wanita berani menyentuhnya. Bella saja tak berani, lah ini Keyzia malah seolah tak takut.
Rion kembali tersadar. “Aku bukan sedang bercanda padamu, Key,” ujarnya. “Ku pastikan berita tentang kejadian semalam sudah beredar. Dan apa kamu yakin orang tuamu bisa menghandle itu semua? Bahkan aku sendiri nggak yakin mereka bisa.”
“Sok perduli.”
“Bukan pada orang tuamu, tapi padamu. Aku perduli padamu. Paham?”
Keyzia mengumbar senyuman manisnya pada Rion. “Tapi aku tetap nggak perduli,” ketusnya mengubah senyumannya langsung jadi ekspressi ketus.
“Tapi ku pastikan hari ini juga masalah itu tak akan melebar,” tambahnya.
“Terserah!”
Tak perduli, tak perduli ... tapi tetap saja perkataan Rion terus ia balas. Otaknya seolah sedang konslet parah.
Mobil memasuki pekarangan rumah. Sopir membukakan pintu mobil untuk Rion keluar. Sedangkan Keyzia saat Rion memintanya untuk turun, malah menolak.
“Ini masih pagi dan kamu sudah membuat hariku berantakan, Key,” ujar Rion.
“Aku?” tunjuk Keyzia pada dirinya sendiri. “Om, tuh, yang bikin hariku berantakan. Dan sepertinya hidupku akan ikut berantakan setelah ini,” ungkapnya.
Bella membantahnya membuatnya emosi. Tapi kenapa kalau Keyzia yang bersikap begitu malah membuatnya ingin tertawa?
Lagi-lagi dengan paksa Rion harus membuat Kayzia turun dari mobil. Bayangkan, ia harus menyeret-nyeret seorang gadis agar mau turun dan masuk ke dalam rumah. Sampai di dalam, sudah ada empat orang wanita yang berseragam sama, menyambut.
“Urus dia,” suruh Rion menyerahkan Keyzia pada mereka semua.
“Apa?” kaget Keyzia. Tapi ia malah langsung dibawa paksa menuju ke lantai dua rumah itu. Meskipun ia menolak dan bersikeras untuk tak mau sekalipun.
Bella keluar dari kamarnya dan menghampiri Rion yang masih berdiri di posisinya. Kemudian dengan wajah kesal menatap kearah laki-laki itu.
“Kenapa malah kamu bawa dia ke sini?” tanya Bella karena mendapati Keyzia yang sedang dibawa paksa menuju lantai atas.
Rion seolah mengabaikan pertanyaan Bella dan malah berlalu pergi begitu saja. Maaf, pendengarannya ia atur untuk tak terlalu mendengarkan omongan Bella.
“Rion! Aku lagi bicara sama kamu. Bisa, nggak, sih, dengerin aku dulu?!”
Langkah Rion terhenti saat sampai di dekat pintu utama. Kemudian ia berbalik arah dan kembali berjalan menghampiri Bella dengan memasang wajah dingin.
“Jangan lakukan kebodohan apapun yang bisa membuatmu lenyap. Terlebih jika kamu melakukan sesuatu yang buruk pada dia!”
Ini bukan sekadar ancaman. Karena jika melanggar, bisa dipastikan apa yang dia katakan itu bisa langsung terjadi.
“Tapi aku ini istri kamu, Rion! Nggak seharusnya membawa gadis itu ke dalam rumah ini. Kamu anggap aku ini apa?!”
Rion berdecak mendengar pertanyaan Bella. Hendak mencengkeram wajah gadis itu dengan tangannya, tapi kembali ia urungkan niatnya itu. Bukan karena kasihan ataupun tak tega ... lebih tepatnya ia tak ingin dan tak berminat menyentuh Bella. Bahkan sedikitpun.
“Aku tak pernah menganggapmu ada, Bella. Apalagi sampai menganggap dirimu sebagai pendampingku dan harusnya kamu tau itu! Jadi, jangan bertanya lagi tentang dirimu dalam kehidupanku!”
“Dan gadis itu?”
“Lihat nanti akan ku jadikan dia sebagai apa dalam kehidupanku,” balasnya berlalu pergi.
Bella geram dengan sikap Rion padanya. Terlebih dengan mengajak gadis itu ke rumah ini. Apa maksudnya coba? Ia yang istrinya saja tak pernah diperlakukan baik, kenapa juga dengan gadis itu malah sikapnya justru berbeda.
