BAB : 3
Mata Keyzia melotot, mendapati siapa yang menghampirinya kini. Sontak, dengan cepat ia mendorong Rion yang masih berada di atas badannya, hingga menyingkir. Setelah itu ia segera beranjak dari tempat tidur dengan tampang cemas.
“Papa,” ujarnya menghampiri.
“Apa yang kamu lakukan?!” tanya laki-laki paruh baya itu dengan wajah penuh emosi. Bagaimana ia tak emosi, mendapati anak gadisnya malah beradegan seperti itu di depan matanya.
“Aku nggak lakuin apa-apa, Pa,” jawab Keyzia. “Dia yang bikin masalah buatku,” tambahnya menunjuk kearah Rion yang masih duduk di pinggiran tempat tidur dengan ekspressi santai, seolah tak sedang terjadi masalah.
Emil, papanya Keyzia menatap tajam kearah Rion. Tapi tiba-tiba dahinya berkerut saat memikirkan sesuatu.
“Kamu Rion, kan?”
“Benar,” jawab Rion singkat.
Rasanya ia ingin meluapkan rasa emosinya pada Rion saat mengingat kejadian barusan. Tapi seketika itu seolah terhenti ketika mengingat siapa sosok Rion sebenarnya.
“Ada masalah?”
“Apa yang kamu lakukan pada putri saya?”
Rion beranjak dari duduknya, kemudian berdiri dihadapan Emil. “Saya nggak lakuin apa-apa dan ini juga bukan salah saya. Tanya pada putri Anda, kenapa ini semua bisa terjadi?”
“Yang benar saja kalian menyalahkan Rion untuk masalah ini. Sudah jelas sekali kalau gadis ini yang menggodanya. Kalian benar-benar membuat masalah dalam keluarga saya!” Bella lagi-lagi tak terima kalau Rion berurusan dengan Keyzia. Apalagi sampai cowok itu malah memilih gadis itu. lalu, bagaimana nasibnya selanjutnya.
“Diam! Ini bukan urusanmu!” bentak Rion pada Bella.
“Rion, aku berhak ikut campur untuk masalah ini, karena aku ...”
Perkataan Bella terhenti seketika saat tatapan tajam itu mengarah padanya. Seperti sebuah badai yang menghentikan langkahnya tiba-tiba.
“Rion, jangan membentak Bella seperti itu lagi. Ingat, dia itu ...”
“Semuanya bisa diam, atau silahkan keluar dari kamarku?!”
Oke ... semuanya diam saat Rion sudah mengeluarkan suaranya. Bahkan, orang tuanya dibuat terdiam. Bukan apa-apa, hanya saja mereka tahu seperti apa watak putra mereka yang kalau semakin dilawan dan dibantah, justru akan semakin menjadi-jadi.
“Key, jelasin sama Papa apa yang sebenarnya terjadi?! Dan jangan katakan kalau kamu sudah melakukan kesalahan terbesar itu.”
Ia pastikan dirinya akan habis kena marah sama papanya. Ini bukan hanya larangan pacaran yang dilanggarnya, tapi lebih parah lagi. Jangan sampai dirinya didepak dari silsilah keluarga.
“Keyzia!”
“Aku nggak lakuin apa-apa, Pa. Beneran,” ungkapnya memastikan. Tapi entahlah, ia juga tak tahu apa yang sudah terjadi.
“Apa yang kamu katakan!? Kamu mau membuat nama orang tuamu dan keluargamu buruk di mata semua orang. Begitukah?”
“Papa ... semalam aku mabuk dan salah masuk kamar. Tapi aku pastikan antara aku dan dia,” tunjuknya kearah Rion yang masih diam tanpa rasa cemas. “Nggak terjadi apa-apa.”
Mendengar penjelasan putrinya, langsung saja ia layangkan tamparan kearah wajah Keyzia. Tapi tindakan itu terhenti saat Rion justru menahannya.
“Jangan lakukan itu pada Keyzia,” ujar Rion. Kalau Keyzia salah, mungkin ia akan biarkan tamparan itu mendarat di pipinya, tapi di sini dia hanya melakukan kesalahan kecil. Salah masuk kamar.
Kebayang, kan, gimana tampang juteknya Bella saat mendapati sikap baik Rion pada Bella?
“Saya tahu kalau ini salah, tapi jangan melakukan kekerasan itu padanya. Lagian, saya juga nggak melakukan apa-apa pada dia. Itu saya pastikan.”
Emil memandang ketus kearah Rion. “Mendapati putrinya berada di dalam satu kamar dengan seorang laki-laki, bahkan sedang beradegan ...” Ia tak bisa mengucapkan perkataan itu. “Apa menurutmu sebagai orang tua, saya tak merasa cemas? Dia itu seorang gadis, meskipun tak melakukan hal yang lebih, tetap saja namanya sudah buruk!” jelas Emil.
Keyzia menangis. “Tapi beneran, Pa ... aku nggak lakuin apa-apa.”
“Diam! Pernyataanmu bahkan tak mempengaruhi penilaian Papa, Keyzia!”
“Sudah saya katakan, jangan membentaknya lagi!” Kali ini ia merasa tak rela saja kalau Keyzia dimarahi, meskipun oleh orang tuanya sekalipun.
Emil menarik lengan Keyzia dengan kasar. “Saya tahu kalau kamu punya pengaruh besar dalam bisnis, tapi untuk urusan pribadi, tetap saja itu beda arah!”
Setelah menyatakan rasa sakit hatinya itu, ia membawa paksa Keyzia dari sana.
“Sakit, Pa,” ringisnya saat cengkeraman papanya terasa menyakitkan di lengannya.
Seperginya Emil dan Keyzia dari sana, Bella mendekati Rion yang masih berdiri di posisinya. “Kamu lihat, kan, sekarang? Bahkan papanya saja memandangnya buruk. Sementara kamu seolah terus membelanya seolah tak memikirkan perasaanku.”
Rion masih diam.
“Apa yang terjadi padamu? Apa yang telah dia lakukan padamu hingga membuatmu lupa diri? Ini baru beberapa jam dan kamu sudah berhasil dipengaruhi oleh gadis SMA itu!”
Tadinya tak menghiraukan ocehan Bella, tapi dibiarkan justru mulutnya seakan-akan tak berniat diam.
“Ma, Pa ... tolong bawa dia pergi dari sini sebelum sesuatu yang buruk ku lakukan padanya!”
“Rion!”
“Sekarang!” Matanya memerah menatap tajam kearah Bella.
Iya, bentakannya itu membuat orang tuanya dan orang tua Bella segera berlalu dari sana. Termasuk Bella yang masih tak terima dengan perlakuan Rion padanya.
[][][][]
Sampai di kediamannya, Emil menyeret Keyzia hingga ke dalam kamar yang berada di lantai dua. Bahkan, Arini saja ikut bingung dengan sikap sang suami yang melakukan tindakan seburuk itu pada putrinya.
“Ada apa ini? Kenapa memperlakukan Keyzia seperti itu?” tanya Arini pada Emil.
“Tanya pada putrimu, apa yang sudah dia lakukan,” ungkap Emil menunjuk kearah gadis yang kini terduduk di lantai kamar sambil menangis.
Arini menghampiri Keyzia. “Ada apa, sih, Key? Bilang sama Mama.”
“Ma, aku ...”
“Putri satu-satunya di rumah ini, melakukan kebodohan yang membuat hidupnya hancur. Bahkan keluarga kita akan ikut hancur!”
“Apa?” Arini semakin dibuat bingung.
“Dia berada dalam satu kamar dengan seorang laki-laki. Dan kamu tau apa yang ku dapati saat masuk? Mereka malah sedang beradegan ...” Ia memijit pelipisnya. Kepalanya seakan mau meledak mengingat kejadian itu. Berharap penampakan itu hilang dari ingatannya.
Arini kini memandang kearah Keyzia. “Apa benar itu, Key?” tanyanya seolah tak percaya. Bahkan berharap ini semua nggak benar.
Tangis Keyzia semakin menjadi-jadi. “Enggak, Ma ... aku nggak lakuin apapun. Aku hanya salah masuk kamar dan ...”
“Jadi, apa menurutmu yang Papa dapati saat masuk tadi adalah sebuah kebohongan. Begitukah?”
Arini benar-benar merasa shock dengan kejadian ini. Berharap Keyzia akan menjadi gadis yang benar, justru malah membuat masalah besar.
“Dan asal kamu tahu, laki-laki yang bersamanya adalah Rion,” tambah Emil mengungkapkan.
“Apa?”
Bukan apa-apa, hanya saja Rion bukan orang sembarangan dalam bidang bisnis. Untuk itulah, semua bisnismen pasti mengenalnya ... yang kalau bermasalah dengannya akan dibuat kalah telak. Tapi sekarang justru Keyzia malah menciptakan masalah itu dengan dia.
“Apa semua orang mengetahui kejadian ini?” tanya Arini pada Emil.
“Keluarga dia ada di sana saat kejadian.”
“Astaga, Keyzia! Jujur saja, Mama kecewa sama kamu. Karena masalah ini, kamu sudah membuat keluarga kita bermasalah dengan orang yang tak tepat. Semuanya hancur!”
“Tapi aku nggak lakuin hal apapun sama dia, Ma. Bahkan sampai saat inipun ku pastikan kalau aku masih gadis,” jelas Keyzia memastikan.
“Meskipun begitu kenyataannya, tapi tetap saja tak semua orang bisa berpikiran positive!”
“Mulai sekarang, kamu nggak boleh keluar dari kamar! Nggak akan ada lagi shooping, jalan-jalan, apalagi sekolah! Diam di kamar adalah hukuman yang harus kamu jalani, Keyzia!”
Arini melangkah keluar dari sana diikuti oleh Emil. Tak hanya itu, dari luar keduanya bahkan mengunci pintu kamar.
Apalagi yang ia lakukan kini kalau bukan menangis. Ya, menangisi kebodohan yang telah dilakukannya. Menyesal karena menghubungi papanya. Berharap membantu, justru masalahnya bertambah besar.
Sekarang apalagi kalau bukan hanya diam di kamar layaknya seorang penjahat yang dipenjara karena sudah melakukan tindakan kejahatan. Menghabiskan hari-hari penuh kebosanan sampai mati. Ia akan mati konyol di kamar ini.
