BAB : 2
Seorang wanita menghampirinya dengan Keyzia yang masih berada dalam pangkuannya.
“Apa yang kamu lakukan dengan gadis ini?! Kamu keterlaluan, Rion!” Ia benar-benar kesal dan emosi saat mendapati hal yang tak terduga di depan matanya.
Iya, Rion namanya. Bahkan saat wanita itu berkoar-koar dengan penuh emosi di depannya, tak terbesit rasa takut atau rasa bersalah di wajahnya. Toh, ia juga tak melakukan apa-apa. Oke ... mungkin hanya ciuman.
Perlahan ia berjalan menuju tempat tidur, memindahkan Keyzia yang masih tak sadarkan diri dalam pangkuannya. Kemudian, berjalan menuju kamar mandi seolah mengabaikan wanita itu.
Keluar dengan pakain casual lengkap. Oke ... dan justru kali inilah dirinya malah terlihat kaget. Karena apa? Di dalam kamarnya sudah terlihat beberapa orang berkumpul, termasuk kedua orang tuanya.
“Ada apa ini?” tanya Rion heran. “Aku sudah bilang, kan, jangan memasuki kamarku tanpa ijin. Apa perlu ku buat di depan pintu agar semua orang bisa membacanya?”
“Apa yang sudah kamu perbuat pada gadis itu?” tanya seorang laki-laki paruh baya, sambil menunjuk kearah Keyzia yang tak sadarkan diri di kasur.
Rion tersenyum di sudut bibirnya, kemudian duduk di sofa dengan sikap cueknya. “Pa, jangan ikut berpikiran aneh-aneh seperti yang dilakukan Bella,” balasnya melirik kearah wanita yang memergokinya sedang mencium Keyzia.
“Aneh-aneh apanya? Rion! Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri kamu sedang berciuman dengan gadis itu!” Kalau bisa mengeluarkan api dari mulutnya, bisa dipastikan semua yang ada di kamar ini akan hangus disambar.
“Dan masalahnya buat kamu, apa?”
“Tentu saja ini masalah besar buatku, Rion. Karena kamu adalah ...”
“Hentikan!” bentak Rion saat Bella ingin melanjutkan perkataannya. Iya, ia tak suka dengan kalimat yang akan dikatakan wanita itu selanjutnya.
Rion beranjak dari kursinya, kemudian berdiri dihadapan Bella. “Ralat,” ucapnya. “Aku bukan sedang berciuman dengannya, tapi lebih tepatnya lagi justru aku yang menciumnya. Aku yang menciumnya, Bella. Paham?!”
Bella berniat menampar Rion, tapi tentu saja ia tak akan membiarkan itu terjadi. Dengan cepat Rion menyambar tangan wanita itu dan menghentakkannya dengan kasar.
“Jangan coba-coba menyentuhku!”
“Jangan bersikap seburuk itu pada Bella, Rion,” lerai Arum, mamanya.
“Ma, kalau Mama mau membelanya, di tempat lain saja ... jangan dihadapanku. Karena itu tak akan mempan untukku,” komentarnya atas tindakan mamanya.
Di sana ada orang tuanya, orang tua Bella dan beberapa keluarganya yang hadir. Sepertinya Bella dengan cepat menghubungi semua orang untuk mengadilinya. Hanya beberapa saat di kamar mandi, buktinya semua orang sudah berkumpul.
“Kalian siapa?” tanya Keyzia yang tiba-tiba sadar dengan ekspressi kaget di wajahnya. Ya ... bagaimana ia tak kaget, tiba-tiba malah dihadapkan dengan banyak orang. Bahkan tak ada yang dikenalinya satupun.
Semua mata kini memandang kearahnya.
Keyzia ingin bangun, tapi dengan cepat Rion kembali mendorong gadis itu hingga kembali ke posisi tidurnya. “Ingat, kan, kalau kamu tak mengenakan pakaian?”
Matanya langsung membola, selimut yang tadinya berniat ia singkirkan, kini justru ia tarik hingga kembali menutupi seluruh tubuhnya dan menyisakan wajahnya yang terlihat.
“Tuh, benar, kan ... dengar apa kata Rion. Pasti diantara mereka sudah terjadi sesuatu. Aku yakin sekali.” Bella lagi-lagi tak terima dengan apa yang terjadi pada Rion dan Keyzia.
“Heyyy ... Tante, apa yang kamu katakan?!” tanya Keyzia bingung.
“Diam kamu! Gara-gara kamu semua ini terjadi. Kamu, kan, yang menggoda Rion hingga semua ini terjadi?!”
“Apa? menggoda? Yang benar saja ngomongnya, Tante. Yakali aku godain om-om. Otak saya masih normal, berjalan pada jalur yang lurus. Harusnya saya yang marah ... kenapa dia tiba-tiba tidur di sebelah saya dan meluk-meluk saya?” tunjuk Keyzia mengarah pada Rion.
“Apa kamu bilang, Tante? Kamu pikir saya ini Tante kamu?”
“Bukan Tanteku. Tapi lebih tepatnya mirip tante-tante,” ungkap Keyzia jujur. Kalau bohong, kan, dosa.
Rion hanya bisa memijit kepalanya dengan semua yang terjadi malam ini. Iya, ini masih tengah malam dan semua keluarganya malah membuat masalah di kamarnya.
“Semuanya keluar,” perintah Rion.
“Apa?!” Bella malah kaget mendengar suruhan Rion.
“Apa kamu nggak dengar? Keluar dari kamarku, sekarang!”
Iya, semua keluar dari kamar itu, termasuk Keyzia masih yang masih berada dibalik selimutnya. Dengan masih melilitkan selimut di badannya, ia berjalan menuju pintu keluar. Sungguh, saat mendengar perintah Rion yang terkesan menakutkan itu membuatnya bergidik ngeri juga.
“Aku tidak memintamu keluar, kan?”
Langkah Keyzia terhenti seketika, kemudian berbalik badan mengarahkan pandangannya pada Rion. Semua orang yang posisinya juga sudah berada di luar kamar menatap aneh perkataan Rion. Termasuk Bella.
“Siapa?” tanya Keyzia.
“Kamu.”
Mendengar perkataan Rion, membuat Bella seakan ingin mengeluarkan taring.
“Om, aku ini seorang gadis. Dan kini hidupku sudah punya masalah besar denganmu. Jadi, apalagi mau mu? Apa belum cukup mengambil ciumanku? Apa belum cukup dengan tidur dan memelukku?”
Astaga! Keingat ciuman membuat otaknya jadi seakan begeser. Tak tahukah laki-laki ini kalau itu adalah ciuman pertamanya?
“Kalian berdua keterlaluan!!” pekik Bella.
Rion mendekati Keyzia. “Nanggung, kan? Lebih baik ciptakan masalah besar sekalian,” komentar Rion sambil menaik-turunkan alisnya.
Keyzia hanya membalas perkataan Rion dengan ekspressi bingung. “Apa maksudmu?”
Tak menjawab pertanyaan Keyzia, Rion justru menarik gadis itu kembali dan menutup pintu kamarnya dengan cepat.
“Rion!!!”
Itu adalah teriakan terakhir dari Bella yang ia dengar. Kemungkinan besar wanita itu sedang heboh di luar sana mengeluarkan omelan dan kekesalannya. Ya ... ia sudah hapal betul seperti apa kepribadian buruk Bella.
“Om maunya apa, sih?!” Keyzia berteriak-teriak di depan Rion. “Sudah cukup masalah tadi, jangan ditambah lagi. Sekarang, buka pintunya karena aku mau keluar.”
“Sudahlah, aku juga nggak akan berbuat macam-macam padamu,” ujar Rion sambil menyentil dahi Keyzia dan berjalan menuju tempat tidur.
Apa yang dia katakan? Nggak mau berbuat macam-macam padanya, tapi malah mengurungnya di sini. Apa dia tak berpikir kalau orang-orang yang ada di luaran sana lah yang sedang memikirkan apa yang tengah terjadi di dalam sini.
“Sebenarnya maumu apa, sih? Aku bingung, loh.”
“Sudah ku katakan, kan ... aku hanya ingin membuatmu dalam masalah yang lebih besar saja,” jawabnya santai.
“Apa hidupmu kurang bermasalah, hingga ingin menciptakan sebuah masalah? Terserah. Tapi jangan mengajakku dalam masalahmu!”
“Sadarlah. Sebenarnya bukan aku yang membuat masalah, tapi kamu. Ini kamarku, apa otakmu sedang tak beres hingga sampai memasuki kamarku?”
Keyzia sedikit terdiam. “Oke, aku minta maaf dibagian itu. Soalnya di acara tadi dikerjai teman-temanku hingga mabuk dan ...”
“Waww ... apa ini tak terlalu berlebihan? Masih SMA, kan ... dan sudah minum-minum?”
Keyzia memandang kesal kearah Rion. “Om, bisa dengar apa yang ku jelaskan, tidak? Aku dikerjai teman-temanku. Paham?”
“Tak meyakinkan,” balas Rion kembali berfokus pada ponsel di tangannya.
Keyzia sekarang bingung harus berbuat apa. Berteriak? Yakali. Di depan pintu kamar ada keluarga laki-laki ini saja, mereka tak bisa berbuat apa-apa.
Ia menyambar pakaian miliknya yang tergeletak di lantai dan berjalan menuju kamar mandi. Setidaknya ia tak membuat mata laki-laki ini terus berfokus pada tubuhnya. Mengatakan bodynya tak menggairahkan, tapi malah menciumnya? Apa maksudnya coba.
Setelah mengenakan pakaiannya, ia menyambar ponsel miliknya yang ada di nakas. Kemudian mencari kontak orang tuanya. Apa-apaan maksud orang ini mengurungnya di sini? Apa dia seorang pembunuh berdarah dingin? Atau, pedofil?
“Hallo, Pa ...”
Mendengar itu, Rion yang tadinya abai, langsung beranjak dari duduknya dan merebut ponsel milik Keyzia. Tapi tak berhasil karena gadis itu malah mempertahankannya.
“Berikan padaku,” pintanya memaksa.
“Papa ... bantuin aku! Aku dikurung sama cowok ...”
Belum selesai perkataannya, Rion berhasil mengambil alih ponsel miliknya. Kesal, dengan cepat ia mengambil sebuah bantal dan memukuli Rion dengan benda itu.
“Keluarin aku dari kamar ini, Om. Aku nggak mau di sini!” teriaknya masih memukuli Rion.
Rion dengan sengaja mendorong Keyzia ke tempat tidur ... kemudian dengan menindih gadis itu agar tak bisa berbuat apa-apa.
“Lepasin aku!!!!” pekiknya terus berontak saat kedua tangannya ditahan oleh Rion.
“Ya ampun, kenapa kamu seliar ini?”
“Biarin!”
“Jangan menatapku dengan tatapan seperti itu,” komentar Rion.
“Kenapa? Apa aku harus tersenyum manis padamu? Apa aku harus menunjukkan sikap lembutku padamu? Nggak akan!”
Rion tersenyum. “Keyzia,” gumamnya mengarah pada bandul kalung yang melingkar di leher Keyzia. “Nama yang bagus,” tambahnya memuji.
“Terimakasih. Tapi maaf, pujianmu tak membuat rasa kesalku padamu hilang, Om. Jadi, lepasin aku! Aku nggak mau di sini denganmu. Orang tuaku pasti nyariin,” jelasnya.
“Jangan bicara lagi, aku pusing mendengar suaramu yang cempereng itu.”
“Om ... lepasin aku,” rengeknya berlanjut.
Rion semakin mendekatkan wajahnya pada Keyzia. “Apa aku harus menciummu lagi, agar bibirmu itu bisa diam seketika?”
Belum kejadian, tapi ancaman Rion sukses membuatnya bungkam seketika sambil menggigit bibir bawahnya.
“Awas saja kalau sampai melakukannya lagi,” umpat Keyzia.
“Jangan mengancamku balik.”
“Kenapa? Om pikir aku takut padamu?”
Rion lagi-lagi tersenyum mendapatkan sikap seperti itu dari Keyzia. Biasanya nggak ada wanita yang berani melawannya, bahkan Bella sekalipun. Tapi ini, ia seolah kalah oleh seorang anak SMA.
“Jangan menatapku dengan tatapan mesum seperti itu,” komentar Keyzia saat merasa kalau Rion terus menatapnya. Ia tertawa receh. “Jangan bilang kalau tiba-tiba Om ...”
“Benar sekali, aku menyukaimu,” timpalnya langsung mencium bibir Keyzia.
Keyzia kaget dengan apa yang dilakukan Rion. Bahkan, saking kagetnya ia seolah hanya diam membatu. Seperti sebuah aliran listrik sedang menjalar memasuki aliran darahnya.
Rion yang tadinya mencengkeram pergelangan Keyzia, perlahan beralih pindah ke telapak tangan gadis itu ... seolah menautkan dengan tangannya. Ya, ia merasakan rasa kaget Keyzia dari genggaman tangannya yang mengerat.
Rion menikmati itu, tapi Keyzia seolah bingung dengan apa yang ia rasakan. Perasaan apa ini? Kenapa ia malah seolah pasrah mendapatkan perlakuan Rion?
Sebuah hantaman di pintu kamar, sontak membuat keduanya kaget. Bahkan ciuman yang dilakukan Rion pun terhenti seketika. Tapi posisinya masih berada di atas tubuh Keyzia.
“Keyzia!”
