Bab 6. Sedikit Perhatian
"Maaf aku tidak sengaja menabrak seseorang, untung saja tidak apa-apa,” ucap Aurora.
“Kenapa bisa menabrak mereka?” tanya Alex kepada istrinya.
Aurora hanya diam, ia tidak menjawab pertanyaan dari suaminya tersebut. Tetapi Alex yang menggambil kotak P3K berhenti melangkahkan kakinya ketika tidak ada jawaban dari sang istrinya.
Setelah menggambil kotak tersebut, Alex pergi kearah Aurora yang duduk di sofa. Tatapan tajam Alex seakan-akan ingin menelan Aurora hidup-hidup, Aurora yang takut dengan tatapan tersebut langsung menundukan kepala tidak berani menatap Alex.
“Kenapa diam, aku bertanya padamu?!” tanya Alex dengan nada sedikit marah.
“Aku… mengantuk,” jawab Aurora berbohong.
Mendengar jawaban itu, Alex hanya bisa menghela napas panjang. Dia tidak tau harus berkata apa lagi. Alex membuka kota obat tersebut, lalu mengambil kapas dan menggoleskan betadin di kapas.
“Jika kau mengantuk kenapa pergi ke kantor, kau bisa istirahat di rumah,” ucap Alex, menggoleskan obat di dahi Aurora yang terluka.
“Aww! Pelan-pelan,” ucap Aurora dengan gelagapan, merasa kesakitan.
Lagi-lagi Alex hanya bisa sabar, dia menggoleskan dengan hati-hati dan meniup luka tersebut agar tidak terlalu perih. Setelah selesai Alex mengambil perban dan menutupi luka itu dengan perban.
Entah kenapa Aurora sangat menyukai hal-hal tersebut, meskipun ucapan Alex ketus dan dingin. Namun, perhatian Alex ke Aurora membuat dia sangat bahagia walaupun terlihat sangat biasa.
“Lukanya sudah diobati, sekarang kembali bekerja,” perintah Alex, lalu pergi meletakan kotak P3K tersebut.
“Terima kasih,” ucap Aurora dengan gelagapan.
“Hm,” jawab Alex singkat.
Aurora senyum-senyum bahagia ketika Alex perhatian padanya, dia langsung meletakan tas dan mulai bekerja seperti biasanya.
Aurora masih membayangkan jika setiap hari dia terluka, apa Alex akan memberikan perhatian kepadanya seperti sekarang walaupun hanya sedikit perhatian.
‘Tidak apa-apa jika aku setiap hari terluka, jika Alex perhatian kepadaku setiap hari,’ batin Aurora, senyum-senyum sendiri.
‘Sepertinya aku menggenal laki-laki dan perempuan di mobil tersebut, tetapi siapa, apa aku salah orang atau hanya kebetulan saja,’ pikir Aurora yang masih penasaran.
Melihat Aurora yang senyum-senyum sendiri, Alex mendekati meja kerja Aurora. Ia memanggil istrinya tersebut namun, tidak ada jawaban dari Aurora bahkan ia masih terus tersenyum sendirian.
Tok!
Tok!
Tok!
Setelah tiga ketukan di atas meja, Aurora baru sadar jika Alex sudah berada di depannya. Alex menyilangkan tangannya di dada dengan menatap Aurora.
“Ada apa pak?” tanya Aurora kepada suami sekaligus atasannya.
“Kenapa kamu tersenyum-senyum sendiri tadi?!” tanya Alex dengan nada sedikit membentak.
“Tidak ada pak, saya hanya merasa bahagia saja hari ini,” jawab Aurora dengan singkat.
Mendengar jawaban seperti itu lagi-lagi hanya bisa bisa menarik napas, lalu ia menggambil dokumen dan meminta Aurora untuk menyelesaikannya.
“Aku ingin kamu selesaikan dokumennya sebelum jam makan siang,” ucap Alex memberikan setumpuk dokumen kepada Aurora.
“Baiklah pak, akan saya kerjakan,” jawab Aurora dengan gelagapan.
Sementara Gabriell masih terus mencari cara untuk menggoda Alex, ia tidak akan menyerah begitu saja. Sebelum apa yang ia inginkan maka tidak ada kata menyerah.
‘Aku harus mencari cara agar mereka berdua berpisah, tapi apa aku butuh ide sekarang,’ ucap Gabriell, yang masih mencari cara.
“Aku harus mencari seribu cara untuk menyingkirkan Aurora,” ucap Gabriel pada dirinya sendiri.
Sementara di kota Sisilia Genaro dan Floreza baru saja datang setelah pergi berdinas. Florenza yang masih kesal dengan kejadian menimpanya.
“Sayang kenapa kau cemberut seperti itu?” tanya Genaro kepada kekasihnya Florenza.
“Aku masih kesal dengan wanita itu, karena dia kita terlambat!” oceh Florenza.
Genaro masih berusaha untuk mengembalikan mood Florenza, ia masih terus merayu sang kekasih. Lalu melanjutkan aksi mereka yang selanjutnya.
“Sudahlah jangan dipikirkan sayang, lihatlah apa yang sudah kita dapatkan sekarang,” ucap Genaro.
“Tapi tetap saja aku kesal, karena dia kita kehilangan investor milyaran dollar,” gerutu Florenza.
Setelah selesai menggomeli Genaro, Florenza kembali ke meja kerjanya dan melanjukan pekerjaannya yang tertunda tersebut.
“Bagaimana desain perhiasan kita selanjutnya?” tanya Genaro.
“Tim Desain sudah menyiapkannya, semoga mereka tidak melakukan kesalahan kembali,” jawab Florenza dengan singkat.
Wanita itu masih asyik dengan kemputernya. Genaro hanya santai dan sabar menghadapati sang kekasihnya tersebut.
“Tema apa yang akan diambil kali ini?” tanya Genaro, kepada Florenza yang masih fokus dengan komputernya.
“Aku tidak tau, lebih baik kau tanyakan saja kepada tim desain sendiri. Aku masih sibuk dengan pekerjaan, di tambah gagalnya kita mendapatkan investor tersebut!” jawab Florenza, dengan sedikit ketus.
Genaro hanya bisa menarik napas panjang mendengar jawaban dari sang kekasihnya itu, lalu ia pergi dari ruangannya dan menuju ke ruangan tim desain.
Saat berjalan menuju ke ruangan tim desain, tiba-tiba Genaro merasa bahwa ia pernah melihat wanita Aurora. Namun, ia lupa kalau pernah melihat Aurora dimana.
“Apa perasaan ku saja ya, tapi aku merasa pernah melihatnya. Tetapi dimana ya?” tanya Genaro kepada dirinya sendiri, lalu melajutkan tujuannya keluar dari ruangannya tersebut.
“Tunggu… bukankah wanita itu mirip sekali dengan… tapi tidak mungkin,” ucap Genaro yang bingung dengan dirinya sendiri.
Genaro masuk kedalam ruang desain Romano Grup, ia melihat direktur desain yang masih sibuk dengan pekerjaannya. Akhirnya ia sendiri yang mendekatinya.
“Bagaimana dengan desainnya?” tanya Genaro yang tiba-tiba munculnya, membuat direktur tersebut kaget.
Direktur tersebut menatap Genaro sedikit ketakutan, ia takut bahwa apa yang telah ia lakukan. Ia menggambil sebuah kertas yang terletak di papan berjalan berwarna hitam, lalu memberikan desain tersebut kepada Genaro.
“Maaf tuan ini desain yang diminta oleh wakil direktur Florenza?” memberikan papa berjalan kepada Genaro.
Genaro melihat desain tersebut, melihat dari wajahnya sepertinya ia sangat tertarik dengan desain itu. Wajahnya langsung berseri tersenyum.
“Bagaimana tuan?” tanya direktur tersebut.
“Aku menyukainya!” jawab Genaro tanpa ragu.
Direktur tersebut sangat bahagia ketika Genaro menyukai desain tersebut, ia tidak habis pikir desain tersebut sangat bermanfaat untuknya.
“Dari mana kau mendapatkan desain yang menarik ini?” tanya Genaro.
“Maksudnya tuan?” tanya direktur tersebut.
Genaro mentap tajam direktur tersebut, karena ia tau tidak mungkin mereka bisa mendesain perhiasan sedetail dan semenarik itu.
“Haruskah aku menggulangi pertanyaanku kembali,” ucap Genaro.
“Tidak tuan, baiklah aku akan memberitahu siapa pemilik desain tersebut,” ucap direktur dengan sangat ketakutan.
Direktur tersebut menghela napas panjang, lalu ia memberanikan diri untuk menceritakan semuanya. Genaro mendengarkan semua cerita dari direktur tersebut tanpa tertinggal sedikitpun.
Genaro semakin yakin jika dia memakai desian itu maka, ia akan mendapatkan ke untungan yang sangat luar biasa.
“Ternyata dia pergi tidak sia-sia, aku tidak pernah menyalahkan diriku sendiri sekarang,” ucap Genaro lalu pergi meninggalkan ruangan desain tersebut.
( Palermo )
Gabriell membuat rencana untuk mempermalukan Aurora, ia berjalan mendekati Aurora yang masih berjalan mencari tempat duduk di kantin kantor.
‘Saatnya ini aku harus mempermalukan Aurora,’ batin Gabriell.
Bruk!
Aurora terjatuh ke lantai dan semua makanan yang ia bawa juga habis tumpah ke lantai, bajunya kotor. Ia hanya bisa diam ketika Gabriell sengaja melakukan hal itu.
Ha! Ha! Ha!
Suara tawa semua orang yang berada di kantin tersebut menertawakan Aurora, mereka lupa siapa Aurora dan mereka juga tidak peduli.
“Aww! Sakit sekali kaki ku sepertinya terkilir!”
