Pustaka
Bahasa Indonesia

Istri Nomor Dua

55.0K · Tamat
Amih Lilis
57
Bab
34.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Menikah muda bukanlah impianku. Apalagi harus menjadi istri kedua.ini mimpi buruk!

Flash MarriageKawin KontrakRomansaIstriDewasaKeluargaPengantin PenggantiMenyedihkanPernikahanMenantu

Bab 1

*Happy Reading*

"Menikahlah dengan Sean."

Seketika tubuhku menegang, kala mendengar permintaan terakhir Ayahku yang saat ini sedang kritis.

Tidak mungkin!

Mana Bisa aku menikahi Kak Sean.

"Tapi ... Pih, ... Kak Sean kan, sudah mau menikah dengan Kak Audi." Aku mencoba menolak, seraya melirik dua orang yang ku sebutkan tadi, yang saat ini ada di kaki tempat tidur Papihku.

"Me ... menikahlah, ber ... sam ... a-sam ... a," ucap Papih lagi mulai terbata. Terlihat sekali kalo dia sedang menahan kesakitan yang luar biasa.

"Ta-tapi, Pih. Itu ... itu ...." Aku bingunh harus menolak bagaimana lagi. Karna aku tak mau mengecewakan Papih. Tapi ... aku juga tak bisa menuruti kemauan Papih itu.

Karna itu tak mungkin!

"Me-reka ... sud-ah ... set-tuju."

Apa?

Bagaimana mungkin?

"Tap--" Aku tidak bisa melanjutkan perkataanku, saat Kak Audi tiba-tiba menepuk bahuku pelan.

"Aku rela di madu kok, Ra," ucapnya kemudian, dengan mimik wajah yang tidak terbaca.

"Tapi, kak ... aku ... aku gak mau jadi orang ketiga di antara kalian," balasku dengan jujur.

Tentu saja aku harus menolak. Karna aku mengenal kedua orang itu, dan menyayangi mereka seperti keluargaku sendiri. Jadi ... mana mungkin aku tega menghancurkan kebahagiaan mereka.

Namun, Kak Audy terlihat menggeleng pelan, dan tersenyum menenangkan.

"Ayahmu sudah seperti ayahku sendiri, Ra. Dan bagiku, membahagiakannya adalah salah satu keinginanku dalam hidup ini." Kak Audy masih mencoba mengubah keputusanku.

Benarkah itu? Tapi ... tetap saja aku tak bisa menerima ini.

"Lagipula, Sean juga sudah setuju, kok. Iya, kan Sean?" Kak Audy menoleh ke arah Kak Sean, yang berdiri tak jauh darinya.

Kak Sean tidak mengatakan apapun. Tapi dia memang mengangguk pasrah saja. Hanya saja, dari raut wajahnya saja, aku bisa melihat dengan jelas, rona keterpaksaan dalam wajah itu.

Melihat itu, bagaimana aku bisa ikhlas menerima pernikahan ini?

"Tap--"

"Ra, percayalah! Kita pasti bisa, kok. Hidup bertiga dengan rukun." Kak Audy meyakinkanku lagi.

Aku pun terdiam sejenak, seraya melihat ke brankar tempat ayahku terbaring lemah. wajahnya pucat, selang-selang dan kabel-kabel menempel di seluruh tubuhnya. Raut wajahnya terlihat lelah sekali di sana.

Mungkin, dia benar-benar tak bisa bertahan lagi setelah ini.

Oh, ayahku yang malang. Pasti dia sangat tersiksa saat ini dengan kondisinya.

Aku yakin, Papih pasti sudah sangat lelah, dan ingin segera istirahat dari kejamnya dunia ini. Hanya saja, ayah masih belum bisa istirahat dengan tenang karna memikirkanku.

Aku yang notabene-nya anak tunggal di keluarga. Selalu menjadi kesayangannya. Terutama setelah kepergian mamih saat aku masih di sekolah dasar.

Papih selalu memberikan, dan memenuhi kebutuhanku tanpa memanjakanku. Bagiku, sosoknya sangat sempurna untuk di jadikan panutan. Bahkan papih rela tidak menikah lagi setelah kepergian mamih, hanya untuk fokus mengurusku.

Dia ... benar-benar menjadi single parent yang luar biasa untukku.

Padahal, aku sama sekali tak pernah melarangnya untuk menikah lagi. Karna aku tau papih juga butuh pendamping, dan dia juga berhak untuk bahagia lagi.

Akan tetapi, setiap kali aku mengutarakan keinginanku untuk memiliki ibu lagi, papih pasti akan menolak dengan sangat tegas.

Papih bilang, istrinya cuma satu, dan selamanya hanya akan satu, yaitu mamihku. Dia juga bilang, dia sudah sangat bahagia dengan kehadiranku. Dia tidak butuh yang lain lagi.

hatiku terasa sakit saat mengenang semuanya. Aku menghela napas berat dan panjang, seraya menutup mataku.

"Papih mungkin, bukan ayah yang sempurna untukmu, Ra. Papih juga tidak selalu bisa memberikan kebahagiaan kepadamu. Tapi papih janji, Nak. Papih akan selalu berusaha memberikan yang terbaik untukmu. Elalu percaya sama papih, ya?"

Terlintas sebuah ucapan papih, saat kami ngobrol beberapa bulan lalu. Membuatku mulai goyah pada pendirianku saat ini.

Sekali lagi, aku menatap papihku yang terlihat lemah di tempat tidurnya. Aku tidak tau apa tujuan papih membuatku jadi orang ketiga diantara hubungan Kak Sean dan Kak Audy. Tapi, aku percaya papih pasti punya alasan di balik semua ini.

Maka dari itu, aku ...

"Baik, Pih. Aku setuju!" Akhirnya, aku menyetujui permintaan terakhir Papih, seraya memandangnya intens mata tua yang sayu itu. Seakan akan ingin menegaskan, kalau Aku selalu percaya pada keputusannya.

Papih terlihat tersenyum sekilas. Sebelum ....

Tuuuutttttt ...

Suara mesin Kardiogfar berbunyi nyaring memekakan telinga.

"Papih? Papih? Tolong ... Papih, jangan tinggalkan Rara. Papih ...." seruku panik.

Seketika suasana ruangan itu pun ikut panik. Kak Sean dengan sigap memencet tombol emergency di ruangan itu. Bahkan berlari juga keluar, untuk memanggil Dokter dan perawat di Rumah sakit.

Sementara aku, masih meraung memanggil Papih. Sambil mengguncang-guncang tubuhnya agar bangun kembali.

Tidak!!

Sungguh!!

Aku tidak mau di tinggalkan seperti ini!

Tolong!

Kembalikan Papihku!