8. Hasil Pemeriksaan
Pagi ini Merry sudah terlihat sangat cantik dan juga rapi. Setelah kepergian suaminya menuju perusahaannya, Merry ingin segera pergi ke Rumah Sakit untuk memeriksakan keadaannya.
Awalnya, Merry merasa biasa saja dengan sakit perut yang sudah dia derita selama 2 tahun lebih ini. Dia merasa enggan untuk memeriksanya, karena menurutnya itu hanya sakit perut biasa.
Akan tetapi, setelah mendengarkan nasehat dari Indira, entah kenapa dia ingin sekali untuk memeriksakan kondisi tubuhnya.
Sungguh Merry sangat ingin tahu, ada apa sebenarnya dengan perutnya. Kenapa selalu saja terasa sakit, bahkan semakin lama rasa sakitnya kian bertambah dan terkadang terasa sangat menyiksa.
"Sudah cantik, semoga hasilnya baik," ucap Merry lirih.
Setelah memastikan kalau dia sudah rapi dan cantik, Merry pun langsung berangkat menuju Rumah Sakit. Sesampainya di Rumah Sakit, Merry langsung masuk kedalam ruangannya Elsa.
Karena memang sebelumnya Merry telah melakukan janji temu dengan Elsa, Elsa adalah sahabat Merry dari masa SMA dulu.
Sahabat yang selalu ada, di kala suka maupun duka. Sahabat yang selalu setia menjadi tempatnya berkeluh kesah sampai saat ini.
Saat Elsa melihat Merry yang masuk ke dalam ruangannya, Elsa pun langsung bangun dan menyapa sahabatnya Merry.
"Selamat pagi, Nona muda Law!" sapa Elsa.
Elsa sengaja ingin menggoda sahabat karibnya itu, agar suasana tidak terlalu tegang. Karena Elsa tahu, jika ada temannya yang berkunjung ke Rumah Sakit itu pertanda jika dia tidak sedang baik-baik saja.
"Ck! Kenapa elu manggil gue kaya gitu?" tanya Merry.
Merry terlihat tidak suka dengan panggilan yang Elsa lontarkan, dia seakan mempunyai jarak dengan sahabatnya itu.
"Karena kenyataannya, elu sudah menikah dengan tuan muda Law." Elsa berucap sambil terkekeh.
Merry langsung memutarkan bola matanya dengan malas mendengar ucapan dari sahabatnya itu.
"Gue ke sini mau periksa, bukan mau dengerin ocehan elu," cap Merry.
"Baiklah, Nona muda. Silakan mengutarakan apa yang ingin anda sampaikan," ucap Elsa, Merry pun langsung terkekeh.
Merry langsung duduk tepat di hadapan Elsa, kemudian Merry pun mulai menceritakan keluh kesahnya.
"Awalnya, lagi kuliah gue sering sakit perut, sakit punggung dan nyeuri kaki. Gue pikir itu hal wajar, hingga setahun belakangan ini, kadang gue suka mengalami pembengkakan pada kaki," terang Merry.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Merry, Elsa menjadi khawatir. Biasanya wanita dengan gejala yang dirasakan seperti Merry bukanlah penyakit biasa.
"Sudah berapa tahun tepatnya?" tanya Elsa risau.
Elsa merasa takut, jika sahabatnya itu mengalami penyakit yang serius. Penyakit yang susah untuk disembuhkan.
"Sekitar dua tahun setengah," jawab Merry.
Elsa makin risau mendengar penuturan Merry, apa lagi mendengar waktu yang lama dari mulut Merry.
"Maaf kalau gue nanya masalah pribadi, apa setelah kalian melakukan hubungan suami istri area inti elu ngeluarin darah?" tanya Elsa hati-hati.
Dia sungguh takut jika sahabatnya itu akan tersinggung dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh Elsa.
"Iya, Sa. Bahkan laki gue sampe merasa heran, biasanya'kan hanya sekali saat pembukaan segel, ini malah keterusan sampai beberapa kali melakukannya seperti itu. Walaupun hanya keluar sedikit," ucap Merry.
Wajah Elsa terlihat sangat khawatir.
"Kita lakuin serangkaian diagnosa ya, Mer. Gue harap, dugaan gue salah," ucap Elsa sendu.
Raut khawatir terlihat jelas di mata Elsa, hal itu membuat Merry sedikit tidak tenang. Dia menjadi takut jika dirinya memiliki penyakit yang serius.
"Memangnya, apa penyakit yang gue derita?" tanya Merry.
Merry langsung merasa tegang, dia takut akan ada penyakit berbahaya yang sedang bersarang di tubuhnya.
"Kita lakukan diagnosa dulu. Setelah itu, baru kita akan tahu dengan pasti," ucap Elsa.
Merry pun menurut, akhirnya Merry pun melakukan serangkaian pemeriksaan yang disarankan oleh Elsa. Hampir satu jam Merry melakukan diagnosa tersebut.
Setelah hasilnya keluar, wajah Elsa nampak memucat. Dia bingung harus memulainya dari mana. Akan tetapi, dia juga sadar. Sebagai seorang Dokter, Elsa harus menyampaikan kondisi pasiennya dengan gamblang.
"Mer, gue harap elu tabah," ucap Elsa memulai obrolannya.
Wajah Merry langsung memucat, dia benar-benar takut akan kesehatan tubuhnya saat ini.
"Memangnya ada apa?" tanya Merry resah.
Merry sudah sangat tidak sabar, dia ingin segera mendengarkan penuturan dari Elsa.
"Di rahim elu, ada kanker. Sudah stadium empat," ucap Elsa lesu.
Merry langsung terdiam, dia merasa semuanya terasa tak adil. Baru saja dia mendapatkan kebahagiaan, kini semuanya terasa semu.
Kenapa pula Merry harus menerima kabar duka di saat dia sedang merasakan cinta yang begitu besar dari Edbert, pikirnya.
Melihat sahabatnya yang hanya terdiam, Elsa langsung menghampiri Merry dan memeluknya dengan erat.
"Sabar, Mer. Gue yakin elu pasti sembuh," ucap Elsa menyemangati.
Merry langsung membalas pelukan Elsa, dia pun langsung menumpahkan segala kesedihannya. Dia menangis di pelukan Elsa, sesekali Elsa terlihat mengusap linangan air mata yang tumpah di pipi mulus Merry.
"Lalu, separah apa penyakit gue?" tanya Merry di sela tangisnya.
"Cukup parah. Elu harus menjalani serangkaian perawatan dan elu ngga boleh nyampur sama laki elu kalau belum baik," ucap Elsa dengan berat hati.
"Ya Tuhan! Dia lelaki normal. Lalu, apa yang harus gue lakuin?" tanya Merry prustasi.
Rasanya tidak mungkin dia tidak melayani Edbert, terlebih lagi Edbert memiliki hasrat yang besar. Elsa langsung mengelus lembut punggung Merry, dia tahu jika Merry saat ini sedang terluka.
Merry sangat syok mendengar penuturan dari sahabatnya itu. Dia pun bertanya-tanya dalam hatinya, bagaimana mungkin mereka tidak melakukan penyatuan, pikirnya.
Padahal, mereka adalah pengantin baru. Sudah dapat dipastikan jika Edbert pasti sedang gencar-gencarnya dalam meminta haknya. Bahkan dalam satu hari, Edbert bisa meminta haknya sampai tiga kali.
"Gue resepin obat dulu buat elu, besok kita bahas lagi untuk perawatan yang harus elu lakuin," ucap Elsa.
"Iya, gue paham," kata Merry.
Elsa langsung melerai pelukannya, kemudian dia pun menuliskan resep untuk Merry. Setelah menerima resepnya, Merry pun langsung memeluk Elsa dan setelah itu dia pergi keluar untuk menebus obat tersebut.
Setelah obatnya dia dapatkan, Merry langsung pulang ke rumahnya. Merry langsung masuk kedalam kamarnya, dia langsung duduk sambil memeluk kedua lututnya. Dia sedang berpikir dengan keras, apa yang seharusnya dilakukan saat ini.
Edbert adalah lelaki normal. Bahkan dia terkenal suka bergonta-ganti wanita, lalu bagaimana reaksinya kalau tahu jika istrinya sudah tidak bisa digauli lagi, pikirnya.
Merry yakin, jika Edbert pasti akan frustasi. Pikiran Merry pun langsung melayang jauh, dia takut jika suaminya akan melakukan banyak dosa dengan berzinah dengan sembarangan wanita.
Saat sedang asik melamun, tiba-tiba saja terbersit ide konyol di otaknya.
"Aku harus meminta Ed, untuk menikah lagi. Jika Ed mau, dia bisa bebas melakukan hubungan intim semaunya tanpa adanya kata dosa. Namun, siapa wanita yang mau menjadi istri kedua?" ucap Merry lirih.
Merry terlihat sangat frustasi, rasanya dia ingin berteriak, ingin marah dan ingin melemparkan semua benda yang ada di sekitarnya.
Akan tetapi, Merry kembali tersadar, jika semuanya pasti terjadi atas kehendak Tuhan. Semuanya sudah di gariskan oleh Tuhan, Merry nampak menengadahkan wajahnya, dia menatap langit-langit kamarnya.
"Tuhan, apa yang harus aku lakukan saat ini?"
