Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2

"Nin kenapa kok bengong gitu?" tanya Sena. Nadanya terdengar khawatir waktu nanya gue.

"Tau. Mau berak ya, lo?" timpal Kai.

Sumpah, gue tuh masih kebayang-bayang sama wajahnya Bang Leo yang deket banget sama wajah gue. Ganteng sih, tapi buat gue yang gak pernah sedeket itu sama cowok rasanya jadi apa ya? Aneh mungkin..?

"Gue yang bayarin lo pada makan kok, gak usah dipikirin." Gue mikirin lo sial, batin gue.

Sena dan Kai kembali fokus makan. Tapi gue ngerasain ada yang mandangin gue, bukan kepedean. Waktu gue ngangkat kepala gue ternyata Bang Leo tuh lagi ngeliatin gue. Jujur, dari semua bagian tubuh yang ada di dia. Menurut gue, mata dia tuh yang paling memberikan kesan. Matanya terlihat intens dan nakal?

"Temen gue gak bisa makan kalo Lo liatin kayak gitu, bang." Gue tersedak mendengar perkataan yang baru Sena ucapkan. Like, how did he know?

"Temen lo cakep dek." sahut Leo sambil menyeringai.

"Kambing make bando juga lo bilang cakep bang." timpal Kai.

Bang Kso mendecih. "Gila, adek gue gak ada satu pun yang belain gue. Salah gue apasih?" tanyanya mendramatisir.

"Lo brengsek."

"Lo bajingan."

Ucap Sena dan Kai secara bersamaan. Dengan reflek gue langsung ketawa. "Parah sih." kata gue.

"Bener, Nin. Lo gak tau aja betapa busuknya Abang gue. Sialnya dia bisa menjadi sosok teladan yang baik waktu depan Bunda sama Ayah." jelas Kai.

Sena cuman ketawa ganteng ngeliat Kai yang menggebu-gebu. "Tapi dia suka minjemin mobilnya tem ke kita." sahut Sena .

Bang Leo langsung nepuk bahu Sena. "Bulan depan, gue beliin lo powerbank baru. Sumpah!" katanya. Kai baru aja mau ngomong tapi langsung dipotong sama Bang Leo. "Lo enggak!"

Gue reflek ketawa lagi. "Sabar ya, Malika!" ucap gue.

Kai menyenderkan kepalanya di bahu gue. "Gue emang selalu tertindas,Nin. Cuman lo sahabat gue." ucapnya dengan nada sedih.

Mendengar perkataan itu, gue langsung mendorong kepala Kai. "Engga dih, apaan!" kata gue sambil ketawa.

Sena sama Bang Leo menggumamkan kata mampus untuk Kai.

"No. You are right, you are my bestfriend." Gue berucap secara jenaka sambil menaik turunkan alis gue .

Kai langsung girang. "Sip, besok gue beliin batagor. Janji." sahutnya.

"I thought i was the only one."

Gue langsung menoleh ke arah Sena yang baru aja mengucapkan kata-kata yang membuat hati gue bekerja lebih cepat. Baru aja gue mau membuka mulut, tapi bang Leo langsung menginterupsi.

"Ya Tuhan, jauhkan hamba dari drama alay anak SMA ya Tuhan."

Sena dan Kai sama-sama mendecih mendengarnya.

"Lo sholat Jumat aja cuman buat update snapgram sok beragam lu bang." kata Kai kesal.

"Buang noh balon-balon penuh rasa lo kalo mau jadi umat taat." lanjut Kai.

"Flashdisk lo noh, format 8 GB isinya cewek berisik semua!" sahut Bang Leo gak mau kalah.

Gue cuman bengong karena jujur, gue gak tau arah pembicaraan mereka. Melihat diri gue yang kebingungan, Sena langsung menghentikan perdebatan kedua kakaknya tersebut.

"Guys, your conversation could take my friend's innocence go away. So stop it." Haduh, Sena ngomong apasih pake bahasa Inggris segala lagi ini. Gue melirik ke arah Sena yang lagi tersenyum. Kenapa sih, ada manusia setampan ini?

 

"Iya. Kita memang cuman butiran sampah ya Bang, diantara mereka." ucap Kai tiba-tiba.

"Kita kayak struk indomaret, tem. Tidak dianggap dan terbuang." timpal Bang Leo.

Sena mendecih. "Lebay lo berdua." katanya.

Tiba-tiba Sena harus pergi duluan karena ada hal mendadak yang kata dia gak dibisa ditunda.

"Gue duluan gapapa ya, Nin?" tanya Sena. Gue mengangguk dan tersenyum.

"Yaudah. Besok berangkat bareng gue ya." Sena beralih menatap Kai dan Bang Leo bergantian, "Titip temen gue, jangan lo berdua apa-apain." tutupnya. Kai dan Bang Leo cuman merespon sekenanya.

Setelah Sena pergi, kita bertiga memutuskan untuk ikut pulang juga. Iyalah, mau ngapain lagi.

"Berat lo berapa, Nin?" tanya Bang Leo waktu kita lagi jalan menuju parkiran mobil.

Gue menoleh, "Masih sama kayak kemarin, Bang." jawab gue.

 

Reaksi Bang Leo lucu banget, kayak orang bingung tapi kesel. Kenapa sih, gak kakak gak adeknya ganteng semua?

"Jangan dijawab, Nin. Itu langkah awal menuju permodusan." ucap Kai.

Gue ketawa doang, keluarga aneh. Semua saling nyela satu sama lain.

"Kayak lo yang gak pernah modus aje, dek." Sahut bang Leo. Kai mengibaskan tangannya di udara. "Sorry ya, wajah ganteng kayak gue yang sebelas dua belas sama Verel Bramasta gak level modus-modusan."

"Tai." timpal Bang Leo. Dia lagi-lagi menatap gue. "Serius berat badan lo berapa?" tanyanya penasaran.

"Biar apasih bang, nanya gituan?" tanya gue balik.

Bang Leo menggeleng. "Enggak. Lo tuh itungannya montok, tapi kalo di samping gue tetep aja keliatan kecil." gue memutar bola mata jengah. Elah, emang lo nya aja yang kegedean, batin gue.

Obrolan gue sama Bang Leo berhenti sampe situ. Sekarang kita bertiga udah di mobil Bang Leo. Gue dan Kai di depan, karena Kai yang nyetir dan Bang Leo di belakang. Tenang, Kai udah punya SIM kok. Jadi udah berhak nyetir sendiri.

Gue menoleh ke belakang karena merasa aneh sama Bang Leo yang tiba-tiba diem. Ternyata dia lagi tidur, gemesin. Kayak bayi.

"Patah tuh leher nengok-nengok mulu." gue langsung menatap Kai sambil nyengir. "Abang lo lucu kalo lagi tidur." sahut gue.

"Semua sodara-sodara gue selalu lo bilang lucu ya. Cuman gue doang yang gak pernah lo puji." dih, apaan sih nih putih?

"Mau gue puji?" ledek gue. Kai cuman menggeleng.

Keadaan di mobil Bang Leo bener-bener hening. Cuman suara radio doang yang terdengar. Tiba-tiba lagu Sewindunya Tulus diputar dan Kai langsung keliatan exicted.

"Gue banget nih, Nin, lagunya. Gak dianggep."

 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel