Bab 2 Hectic Morning
Sei memberengut saat Felix sekali lagi menyerahkan kunci mobilnya kepadanya. Sementara Felix dan Mirza yang tiba dikosannya sejak jam 6 pagi tadi tertawa geli melihat kekesalan diwajah gadis itu. Sei sungguh tak suka kalau harus membawa kendaraan sendiri saat bepergian terutama mobil yang menurutnya merepotkan. Tapi bagi Felix dan Mirza membuat Sei harus menyetir mobil sendiri adalah kesenangan karena sifat jahil mereka yang tentu saja akan terpuaskan membayangkan gadis itu akan menggerutu di hampir sepanjang waktunya bersama mobil milik Felix itu.
“Jaga baik baik mobil gua ya, non.” Kata Felix dengan seringai jahilnya yang tak bisa ditutup tutupi.
“Kenapa harus gua sih?” keluh Sei, “Bisa lu titip Mirza atau Raja, kan.” Lanjutnya.
“Nggak nggak.” Serobot Mirza, “Gua ada mobil sendiri, si Raja juga. Lu yang free.”
“Kan bisa lu tinggal dirumah aja Fel.” Kata Sei lagi.
“Kalo bisa lu pake tiap hari, kenapa harus gua tinggal sih! Sayang kan kalo selama semingguan gua pergi, tu mobil dibiarin nganggur. Nggak fungsional kalo kata si Roa.”
“Roa! Dia yang nyuruh ya?” tuding Sei.
“Nggak sih, cuma dia emang cerita soal kampanye pro angkot lu yang aneh itu. Gua pengen lu ngerti aja, kerugian bawa kendaraan sendiri nggak lebih banyak dari keuntungannya kok.”
“Apaan sih lu, gua males tau.”
“Eh, Sei!” sela Mirza, “Lu bilang males pake kendaraan sendiri, tapi kita nggak tega, calon pengantinnya si Roa harus kecar kecir sana sini pake angkutan umum. Kan lebih cape.”
“Iye. Mending kalo urusan lu dikit. H min sebulan ini urusan lu kan banyak banget. Sementara lah.”
“Terserah lah, mau nggak mau juga, gua nggak akan bisa nolak kan.” Kata Sei akhirnya.
“Tuh lu tahu.” Jawab Felix enteng. Pria itu melirik jam di pergelangan tangannya, “By the way si Raja mana nih, Kok belum nongol dia?” tanyanya pada Mirza.
“Udah jalan kok, paling bentar lagi.”
Felix mengangguk, “Gua pikir dia ketiduran kayak kemaren.”
“Jadi Fel, lu bakal pergi berapa lama?” Tanya Sei.
“Maksimal 10 hari. Masih nggak mau ikut lu?”
“Nggak ah, ngapain juga ikut.”
“Yakin?” Tanya Mirza, “Di ke tempat si Roa loh.”
“Apa peduli gua?”
“Ish, dinginnya!” keluh Felix, “Nggak kangen gitu lu. Kalo gua yang jadi lu, gua pasti bakal bilang mau tanpa mikir dua kali.”
“Ya lu, bukan gua. Salam aja. Gua kangen kok sama dia. Banget malahan. Cuma kalo kesana sekarang, nggak lah.”
“Iya iya, ntar gua cipokin dia buat lu.”
“Kampret lu!” maki Sei, seraya meninju lengan Felix, sementara dibibirnya terukir senyum lebar yang kental dengan ekspresi geli yang menyenangkan.
“Sei.” Raja mengetuk pintu kamar Sei yang terbuka, “Udah dari tadi ya kalian?” lanjutnya, melangkahkan kakinya masuk ke kamar Sei tanpa menunggu gadis itu yang menyuruhnya terlebih dahulu.
“Dari jam 6 kita.” Jelas Mirza.
“Ngapain aja?”
“Tuh!” lanjut Felix seraya menunjuk gaun pengantin milik Sei yang hampir selesai.
“Habis Fitting barusan.” Kata Sei.
“Ja, gua minta tolong ya.” Kata Felix, “Balik dari travel ntar, anterin tuh baju sama si Tara. Biar dia yang urus Finishingnya.”
“Nggak sama lu diseleseinnya?”
“Mana sempet, begitu gua balik, mungkin udah H min dua minggu. Sementara gua masih ngerjain yang lainnya. Yang penting gua udah selesein basicnya, sisanya ade gua bisa urusin.”
“Oke.” Jawab Raja, “Emang lu mau kemana Sei?”
“Gua nyetak undangan sama si Mirza.”
“Yap, bareng gua.” Kata Mirza, “Kalo lu nyantei, ntar lu ke kantor juga ya.”
“Oke.” Jawab Raja.
“Ini kunci kamar sini.” Sei memberi Raja duplikat kunci kamarnya, “Nanti juga bakalan ada ade gua yang dateng kesini. Kemaren gua minta dia bawain baju buat sampel ukuran seragam keluarga gua. Ntar lu bawa sekalian buat Tara, jadi ntar lu nunggu sampe dia dateng. Ngga apa apa ya?”
“Oke.” Kata Raja enteng, “Apa lagi nih titah buat gua?” lanjutnya.
“Kok sinis sih?” keluh Sei, “Lu ngga mau?”
“Yeh, siapa yang sinis. Gua nanya biar sekalian.” Kata Raja, “Nganter tuan Felix, Jemput ade nona Sei, ke kantor pak Mirza.” Celoteh Raja seraya menghitung jari, Felix dan Mirza hanya geleng geleng melihatnya.
“Ikhlas dong lu, nya!” Mirza menepuk pelan kepala Raja.
“Iya ikhlas ini juga.” Keluh Raja, “Kalo emang ngga ada lagi, bubar sekarang kita ya, gua belum sempet sarapan nih.”
“Nggak akan keburu dodol, di pull aja ntar anterin gua dulu.” Protes Felix.
“Ogah ah, mending take away sambil lewat.” Tolak Raja.
“Ya udah, ayo ayo.” Kata Mirza. “Cabs lah, nggak usah banyak nego nggak jelas.”
