Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 4. Pemuda Misterius

“Entah bagaimana cara orang itu masuk, benar-benar seperti Iblis saja!” gumam Raja Pedang dari Selatan.

Semua orang yang ada di tempat itu terdiam. Memang tidak ada satupun yang melihat bagaimana orang yang menulis pesan berdarah itu. Padahal di tempat itu banyak para ahli beladiri yang memiliki tingkat kultivasi tinggi.

“Tuan Lin, a-apa yang terjadi dengan lenganmu?” ucap Raja Pengemis utara kepada Raja Pedang dari Selatan.

Mata semua orang terbelalak dengan perasaan kaget bercampur ngeri. Entah apa yang terjadi lengan kiri Raja Pedang Selatan kini telah terpotong hingga ke pangkal lengan. Tidak ada yang mengetahui apa yang terjadi. Bahkan Raja Pedang dari selatan sendiri sama sekali tidak menyadari ia sudah kehilangan lengan kirinya. Tidak ada rasa sakit yang ia rasakan.

“Ilmu Pedang Tanpa Perasaan!” seru seorang lelaki tua berpakaian serba putih menunjukkan wajah pucat dan tegang yang baru saja datang dengan ilmu meringankan tubuhnya dan mendarat dengan indah di lantai kediaman keluarga Lim itu.

“Gu-guru!” Raja Pedang dari Selatan berlutut.

“Malaikat Pedang!” seru Raja Pengemis Utara dan beberapa orang ahli beladiri secara bersamaan.

“Untung kau ada di sini, keluarga Lim akan terselamatkan,” ucapnya lagi, gembira.

“Lin Yuan, kesalahan apa yang kau perbuat sepuluh tahun yang lalu sehingga orang itu menghukummu?” tanya Malaikat Pedang dengan suara bergetar.

Lin Yuan, si Raja Pedang dari Selatan yang masih berlutut, menundukkan kepalanya. Wajah penyesalan tak bisa ditutupinya. Hanya tubuhnya yang bergetar hebat. Ia pun langsung pingsan, hilang kesadaran karena tekanan batin yang menimpanya.

Malaikat Pedang nampak begitu sedih melihat keadaan muridnya. Orang tua berusia sembilan puluh tahunan itu kemudian bergerak dengan sangat cepat menyambar tubuh Raja Pedang dari Selatan. Kini keduanya sudah tidak berada di tempat itu lagi. Malaikat Pedang membawa pergi muridnya yang berusia empat puluh tahunan itu.

“Tapak Dewa Iblis Darah dan Ilmu Pedang Tanpa Perasaan merupakan dua ilmu tertinggi tangan kosong dan Ilmu Pedang di dunia persilatan. Sudah dipastikan orang itu memiliki tenaga sakti legendaris yang langka Tenaga Sakti Ilmu Tujuh Gerbang Dewa hingga bisa menguasai kedua ilmu itu sekaligus. Terus terang, kecuali Dewa Pertapa Pulau Kayangan yang turun tangan, tak akan ada yang bisa menghadapi orang ini.”

Meskipun orangnya sudah tidak terlihat lagi, suara orang tua itu masih terdengar. Ia secara tidak langsung mengatakan bahwa dirinya tidak bisa membantu. Kesaktian orang yang memberikan pesan ancaman itu berada di atas kemampuannya.

Ucapan Malaikat Pedang benar-benar membuat para ahli beladiri yang berada di kediaman keluarga Lim menjadi ciut nyali mereka. Seorang Malaikat Pedang saja merasa gentar berhadapan dengan penyerang misterius di kediaman keluarga Lim, apalagi mereka. Padahal ia merupakan salah satu ahli beladiri yang tingkatan tenaga saktinya berada di tingkatan teratas.

Satu demi satu para ahli beladiri yang berada di tempat itu pamit mohon diri kepada Pemimpin keluarga Lim. Tidak sedikit yang langsung meninggalkan tempat itu tanpa berpamitan. Mereka tidak ingin mengambil resiko kehilangan nyawa terkena dampak permusuhan yang terjadi antara keluarga Lim dan orang misterius itu. Hanya tinggal beberapa orang pendekar sahabat dekat Pemimpin keluarga Lim saja yang masih bertahan di tempat itu.

Dua hari kemudian, tepat di malam harinya suasana tegang menyelimuti kediaman keluarga Lim. Ketegangan itu sebenarnya sudah mereka rasakan semenjak pagi hari tadi. Seluruh orang bersiaga. Tak ada satupun dari pihak keluarga Lim meninggalkan kediaman mereka.

Sebenarnya sudah ada dari pihak keluarga Lim yang mencoba meninggalkan tempat itu. Namun baru selangkah kaki mereka keluar pintu gerbang kepala mereka sudah putus dari badannya. Tak ada satupun yang melihat siapa pelaku. Bahkan bayangannya saja tidak ada yang melihat. Yang lebih hebat lagi kepala orang yang terpenggal masih memperlihatkan senyum seolah-olah mereka tidak merasakan kesakitan ketika maut menjemput.

Setelah beberapa kali gagal meninggalkan kediaman mereka, akhirnya tidak ada satupun lagi anggota keluarga Lim yang berani berniat untuk pergi. Mereka kini hanya pasrah menunggu nasib yang akan menimpa. Meskipun para praktisi dan ahli beladiri yang berada di keluarga mereka masih berjuang untuk bisa mengalahkan orang yang akan melakukan penyerangan.

Pemimpin Lim sudah meminta anggota keluarganya yang terlibat dalam pembantaian keluarga Liong untuk menyerahkan diri, namun tidak ada satupun dari mereka yang mengaku. Pemimpin Lim sendiri tidak mengetahui siapa saja anggota keluarganya yang terlibat. Karena tidak ada satupun dari mereka yang meminta izin pada saat akan melakukan penyerangan ke kediaman Keluarga Liong. Ia pun akhirnya tak bisa berbuat apa-apa kecuali berusaha untuk melawan musuh yang setiap saat akan muncul.

Para Pendekar dan ahli beladiri di keluarga Lim maupun sahabat dan kerabat mereka yang masih tinggal di tempat itu sudah diberikan pil penguat tenaga yang langka. Pil itu membuat tenaga mereka meningkat berkali-kali lipat. Hal itu membuat mereka sedikit percaya diri untuk menghadapi musuh yang datang.

“Mengapa sudah selarut ini, orang itu tidak juga muncul. Apakah ia hanya mengancam namun tidak berani memunculkan diri disini. Atau mungkin ia sudah mengetahui bahwa kita menggunakan pil langka untuk menghadapinya, sehingga nyalinya menjadi ciut,” ucap Serigala Kuku Besi, salah satu Praktisi yang masih tinggal di tempat itu.

“Rasanya tidak mungkin ia berubah pikiran. Aku yakin orang itu sengaja menyiksa kita dengan perasaan seperti ini. Entah ada hubungan apa orang itu dengan keluarga Liong, sepertinya ia benar-benar berniat untuk melakukan balas dendam,” sahut Pemimpin Lim.

“Aahh.. ini semua karena salahku yang tidak bisa mengurus keluarga hingga terlibat tragedi berdarah itu,” sesalnya lagi.

Brakkk…

Bukkk.. bukkk.. bukkk..

Tiba-tiba saja pintu gerbang kediaman keluarga Lim Hancur berkeping-keping. Puluhan orang yang berada di sekitar pintu gerbang langsung roboh. Kepala mereka terpisah dari badan, dengan darah langsung mengalir dari dua anggota tubuh yang terpisah itu.

“Si-siapa kau?” Pemimpin keluarga Lim tersurut mundur ketakutan melihat seorang pemuda berpakaian merah dengan jubah berwarna merah kehitaman menggantung di punggungnya.

Pemuda itu masih berusia sekitar delapan belas tahunan. Dengan pakaian jubahnya yang gagah ia berdiri angker di hadapan Pemimpin keluarga Lim yang didampingi Para Praktisi dan ahli beladiri lain. Mata pemuda itu terlihat terpejam sehingga memperlihatkan kelopak matanya secara utuh.

“Aku adalah maut kalian!” ucap pemuda itu dingin.

Ucapan pemuda itu terdengar angker di telinga semua orang yang ada di tempat itu. Dilihat dari penampilannya seolah pemuda itu merupakan pemuda lemah. Bahkan tidak sedikit dari mereka mengira pemuda itu buta matanya. Namun yang mengerikan setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti mengandung perbawa mematikan.

"Anak muda, apakah kau yang melakukan pembantaian di keluargaku ini?" tanya Pemimpin Lim seolah tidak percaya dengan penglihatannya sendiri.

“Giliran kalian selanjutnya!” ucap pemuda berpakaian merah itu tanpa menjawab pertanyaan pemimpin Lim.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel