Bab 6 Pilihan yang Sulit
“Siapa?” teriak raja mesum ini dengan kuat dan aku langsung saja menghalau badannya dari atasku, syukurlah akhirnya aku selamat juga. Selimut yang di samping aku tarik menutup pakaian yang berantakan akibat ulahnya.
“Saya Sylla Yang Mulia,” jawab orang dari balik pintu tersebut. Seketika wajah raja ini berubah dan bergegas membukakan pintu, kenapa bisa seorang ratu mengganggu malan pertama sang Raja.
Apa tidak ada peraturan di kerajaan ini jika raja tidur di kamar istri pertama maka istri yang lain tidak boleh mengganggunya, apa yang aku pikirkan bukannya ini sebuah kesempatan yang bagus.
Mungkin bisa saja wanita itu adalah mama dari pangeran kecil yang sering menyusahkanku, dia kan calon ibu dari putra mahkota mungkin itu sebabnya dia bisa dengan bebas melakukan semuanya.
“Apa yang kau lakukan di sini?”
“Apa saya tidak boleh masuk?”
“Masuklah.” Raja itu menyuruh wanita tersebut untuk masuk. Ini kesempatanku untuk lolos darinya hari ini.
“Apa kau akan tidur bersamanya malam ini?” ucap wanita itu dan duduk di tempat tidur.
“Iya.” Ada yang aneh, raja ini jika dia berbicara denganku dia sangat bahagia dan sering tersenyum, tapi jika raja ini berbicara dengan istrinya yang lain sifatnya berubah jadi dingin dan cuek.
“Oh baiklah, apa ini bisa diminum?” ucapnya sambil melihatku, aku hanya mengangguk menandakan iya. Minuman yang diucapkannya tadi adalah minuman yang dibawakan oleh dayang tersebut untukku. Tapi ya sudah, biarkan saja ratu Sylla ini yang meminumnya.
Sylla mengambil gelas tersebut dan hendak meminumnya, tapi tangannya dipegang oleh raja dan membuatnya berhenti. “Ini punyaku,” ucap raja itu
“Maaf Yang Mulia, saya pikir ini milik permaisuri.”
Raja ini mesum ini kemudian mengambil gelas tersebut dan meminumnya, tidak tahu apa yang terjadi? Tiba-tiba saja jantungnya sakit, aku dan ratu Sylla langsung saja memanggil pengawal.
“Sakit!” pekiknya terus memegang jantung, aku memeluk dan mengelus kepalanya.
Pengawal tersebut mengatakan, “Kami akan membawa seorang tabib.”
Ada yang aneh, kenapa ketika raja ini meminum minuman yang dibawa oleh dayang tersebut, dia langsung pingsan? Apa di dalamnya ada racun? Tabib pun datang dan langsung memeriksa raja. “Yang Mulia Raja terkena racun tois.”
Semua orang langsung kaget, Sylla langsung menangis memegangi tangan raja. Sedangkan Elly yang baru saja datang langsung pingsan, pengawal langsung membawa Elly ke kamar
Semua istri raja ini dari ratu sampai selir menangis kecuali aku dan Anna. Jika aku tidak menangis itu karena aku tidak tahu sama sekali apa bahayanya racun tois. Tapi Anna, mukanya pucat dan dingin, dia juga menjauh dari raja.
Dayang yang membawakan minum tadi langsung saja dibawakan ke kamar raja. “Kau apa kan raja? Kenapa kau berniat untuk membunuhnya.” Ichii menarik rambut dayang tersebut dengan kuat, diikuti oleh Khana untuk menamparnya.
Aku sebenarnya merasa kasihan, memberitahukan bahwa dayang itu yang membawa minuman tersebut, tapi masalah ini sudah terlalu mendalam mau tidak mau harus diberitahu jika tidak mereka bisa menemukannya sendiri.
“Saya hanya disuruh oleh Ratu Anna untuk membawa minuman tersebut ke Yang Mulia Permaisuri.” Seketika semua orang langsung memandang ke arah Anna, aku sudah menebak kalau dia dalang dari semuanya.
“Bukan! Dayang sialan ini hanya menjebakku saja, untuk apa aku melukai permaisuri? Tidak ada gunanya bukan?” Semua orang langsung berbisik benar juga untuk apa Ratu Anna melakukannya itu. Akhirnya dayang tersebut dihukum mati, bukan hanya dia saja seluruh keluarganya juga.
Mereka akan disiksa sampai mati, Sylla mengambil cambuk dan memukuli dayang tersebut dan keluarganya sampai semuanya tersungkur lemas. Darah berserakan di mana-mana, aku tidak tahan untuk melihatnya. Rasanya ingin muntah tapi tidak bisa.
Elly yang sudah sadar, langsung saja mengambil pisau dan membunuh anak dayang tersebut di mata dayang itu. Perutnya ditusuk, lalu dilemparkan ke ibunya. Elly melakukannya tanpa rasa berdosa.
Padahal tangisan dari mereka sudah cukup membuatku kasihan. Aku tidak ikut dalam proses pembunuhan keji tersebut, walau dayang itu berniat membunuhku. Aku hanya memandang wajah raja ini, kalau dia sakit. Aku tidak perlu melakukan hubungan dengannya.
Aku sebenarnya merasa senang tapi di lain sisi ada rasa cemas, tabib yang mengobati raja berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkannya.
“Yang Mulia, kami sudah membunuh semua keluarganya. Sekarang giliranmu membunuh dayang ini giliran Anda untuk membunuh dayang ini, karena dialah yang mencoba membunuhmu,” ucap Ichii dan itu membuat seluruh darahku berdesis untuk melakukannya.
Apa aku akan membunuhnya? Aku tidak pernah membunuh semasa hidupku, tapi. Kalau aku menolak alasan yang tepat apa?
“Yang Mulia, Anda sudah bisa memenggal kepalanya. Semuanya sudah disiapkan,” ucap salah satu pengawal. Memenggal? Bisa-bisa aku mati terlebih dahulu sebelum memenggalnya
“Bunuh aku Yang Mulia, aku tidak bisa hidup lagi ... hiks.” Aku merasa kasihan padanya, keluarganya mati di depan matanya karena ulahnya sendiri, bukan karena kebusukan Ratu Anna yang tak memiliki hati.
Untuk hidup lagi mungkin dia sudah tidak sanggup lagi, apa aku harus memenggalnya? Jika aku melakukannya apa dia akan bahagia? Tapi jika dia bahagia, aku akan mendapatkan dosa yang sangat banyak.
Apa yang harus aku lakukan? Tidak adakah yang bisa menolongku? Wajah dayang itu, bagaimana ini? Keputusan apa yang harus aku ambil? Ini sangat sulit, kenapa harus aku yang melakukannya?
“Yang Mulia, cepatlah lakukan.” Pengawal itu lagi-lagi bicara dan membuat kepalaku pusing.
“Fry, lakukan saja ... itu adalah kewajibanmu sebagai seorang permaisuri, seorang permaisuri harus memiliki sikap yang tegas dan taat kepada hukum. Ini adalah hukum kerajaan dan saatnya kau untuk melaksanakannya.”
Aku melihat ke asal suara itu, seketika aku langsung menangis, “Shi ... aku tidak bisa,” tolakku. Dia adalah temanku, aku tahu kalau dia dan suaminya belum pulang ke kerajaannya saat raja ini memberitahu, mereka hanya pergi tinggal ke sisi utara.
Tapi jika aku melakukan ini, apa itu tidak masalah? “Lakukan Fry,” ucap Shiyo.
Aku melihatnya lalu bangkit berdiri menuju tempat hukuman, dayang tersebut sudah disiapkan di atas alat pemotong tersebut. Semua rakyat istana ini melihat aku yang akan bersiap-siap untuk memenggal kepala dayang ini.
Aku memandang Shiyo dan dia hanya mengangguk, kampak yang besar dan sangat tajam sudah ada di tanganku sekarang. Hanya sekali tebas saja mungkin kepalanya akan lepas dan menggelinding, itu sudah cukup mengerikan.
Apalagi kalau darahnya mengenaiku, aku pasti akan menjerit. Tapi jika aku menjerit ketakutan, semua orang akan memandangku rendah. Aku tahu bagi mereka permaisuri itu sama seperti raja memiliki kuasa yang sangat besar.
