Pustaka
Bahasa Indonesia

Ich Liebe Dich

99.0K · Tamat
Kristiana0909
71
Bab
4.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Johannes Hamann Seorang pria yang nemiliki usaha rumah bordil dan kasino. Ia tidak percaya pada kata-kata yang bernama cinta serta ketulusan. Pelangi Cinta Bimantara Seorang wanita yang masih mencintai kekasihnya bahkan ketika sang kekasih telah meninggal dunia 8 tahun lalu. *** Bagaimana saat takdir mempertemukan Joe dengan Angi? Dua manusia yang sangat bertolak belakang dari segi kepribadian maupun latar belakang? Sanggupkah Joe merubah prinsip hidup Angi dan membuat Angi menerim kehadirannya dan mencintainya?

RomansaMetropolitanBillionaireplayboybadboyCinta Pada Pandangan PertamaSalah PahamKeluargaDewasaBaper

Ich Liebe Dich Part 1

"Angi, kamu kapan pulang?"

"Tahun depan Ma," jawab seorang wanita yang sedang berjalan di bawah hujan deras sambil menggunakan payung.

"Kamu enggak bawa mobil, kaya suara hujan deras banget?"

"Nanti Angi telpon Mama lagi ya."

Cepat cepat perempuan bernama Pelangi Cinta Bimantara yang biasa di panggil Angi itu menutup telepon Mamanya karena ia melihat seorang pria yang tergeletak di depan ruko. Cepat-cepat Pelangi menghampiri pria itu. Ketika ia sudah ada di dekat pria itu, ia bisa melihat darah yang sudah bercampur air hujan. Laki laki yang sudah tergeletak pingsan tak berdaya ini sungguh sudah sangat pucat, cepat cepat Angi menelpon ambulance, tidak sampai 15 menit kemudian, laki laki itu sudah berada di dalam ambulance bersamanya.

"Bist du sein Bruder?*" (*Anda saudaranya?)

"Nein. Ich habe ihn am Straßenrand liegend gefunden," kata Angi sambil terus melihat sang tenaga medis memberikan pertolongan semampunya kepada pria itu.

(*Bukan. Saya menemukan dia sudah tergeletak di pinggir jalan)

Angi hanya berdoa semoga saja pria itu masih bisa tertolong karena darah yang keluar dari tubuhnya begitu banyak.

Hingga tidak lama setelahnya Angi sampai di sebuah UGD rumah sakit di Jerman. Sang pria tersebut ternyata tidak membawa identitas apalagi handphone. Mau tidak mau, Angi lah yang harus menjamin semua biaya pria itu. Angi bersyukur bahwa saldo di rekeningnya masih mencukupi untuk DP rumah sakit tersebut.

Beberapa saat kemudian, Angi di panggil oleh seorang dokter yang menjelaskan bahwa laki laki itu sudah kehilangan banyak darah dan saat ini kondisinya sedang kritis. Sungguh Angi heran bagaimana di negara ini masih ada korban penusukan seperti ini.

Menuruti saran dokter tersebut Angi menunggu sang pria tak beridentitas tersebut di luar ruang ICU. Jika malam ini ia bisa melewati semua ini, berarti mamang dia di beri kehidupan kedua oleh Tuhan. Walau Angi tidak mengenal pria itu, tapi tetap saja jiwa kemanusiaannya tidak bisa ia abaikan, ia tetap menunggu pria itu di selingi ibadah sepertiga malamnya di rumah sakit ini.

Bahkan Angi menunggu pria itu dengan duduk di kursi tunggu depan ruangan ICU.

Pacar bukan, keluarga juga bukan. Kok gue segininya banget.

keluh Angi dalam hati dan pelan pelan ia menutup matanya karena ia sudah tidak bisa menahan kantuk. Malam ini, ia tidur dengan duduk di kursi tunggu, menunggu seorang pria tak dikenal yang sedang berjuang antara hidup dan mati di dalam ruang ICU.

Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda para pria yang menggunakan setelan resmi hitam sibuk mencari bos mereka yang terakhir mereka lihat berada di kasino miliknya. Namun ia pergi keluar tanpa membawa handphone dan dompetnya. Sungguh sesuatu di luar kebiasaan bos mereka.

Johannes Hamann, Sorang pria berusia 37 tahun yang merupakan seorang pengusaha rumah bordil sekaligus kasino kelas atas di negara ini. Hidupnya ia abdikan untuk menimbun harta, karena ia sejak lahir sudah di buang orang tuanya di panti asuhan, hingga akhirnya setelah ia selesai menempuh pendidikannya, ia mulai bekerja apapun untuk menghidupi dirinya. Siapa sangka setelah lebih dari 15 tahun ia berjuang, akhirnya ia memiliki kemewahan dunia. Usaha kasino yang cukup terkenal di tambah rumah bordil yang melayani para pria kalangan atas.

Johannes yang biasa di panggil Joe adalah pria yang tidak mempercayai cinta apalagi ketulusan. Itu pula lah yang membuatnya tidak menikah hingga saat ini. Bahkan ia memilih tidak memiliki hubungan apapun dengan para wanita. Jika ia menginginkan sentuhannya, cukup ia datang ke rumah bordilnya.

Biasanya ia akan "mengetes" terlebih dahulu para wanita yang akan ia pekerjakan dengan "test Drive" di atas ranjang. Bila ia merasa puas dengan "pekerjaan" wanita itu, maka ia akan mengangkatnya sebagai karyawanya. Gaji yang akan para wanita itu terima pun sangat layak bahkan bonus yang besar bila ia bisa melewati target yang di tetapkan.

***

Sudah tiga hari ini Pelangi menunggu pria tak beridentitas itu di rumah sakit. Sejak Jum'at malam hingga sudah Minggu siang ini sang pria belum sadar juga, padahal dokter telah memindahkannya ke ruangan perawatan biasa, tidak lagi di ICU. Info dari dokter seharusnya ia bisa sadar hari ini karena kondisinya sudah membaik.

Joe membuka matanya sedikit dan ia menemukan langit langit kamar berwarna putih. Rasanya tubuhnya kaku tak bertenaga, dan ketika ia menurunkan pandangannya ia melihat seorang wanita sedang sibuk dengan telepon di tangannya.

"Iya Ma. Angi pulang enggak sampai satu tahun lagi."

"....."

"Ya sudah lah Ma, wajar kalo Mbak Luna sudah nikah dan Nada sudah nikah. Aku belum nikah karena jelas belum ada calonnya."

"......"

"Eh Ma, sudah dulu ya. Salam buat Papaku yang paling ganteng sedunia. I love you."

Cepat cepat Pelangi menutup teleponnya ketika menyadari jika pria tak beridentitas tersebut telah siuman. Pelangi bangkit dari sofa yang ia duduki dan menghampiri pria tersebut.

"Hallo, wurde getan?*" (*Hai, sudah siuman?")

Tak ada jawaban dari laki laki itu.

"Moment mal, ich rufe zuerst den Arzt und die Krankenschwester.*" kata Pelangi sambil memencet tombol di dekat ranjang. (*Sebentar, aku panggil dokter dan perawat dulu)

Joe yang menatap Pelangi heran, siapa wanita ini. Jelas jelas ia belum pernah bertemu dengannya. Bahkan ia yakin, bahwa wanita ini merupakan wanita asing. Sebagai seorang pria yang terbiasa melihat wanita cantik, sexy dan molek, tentu wanita yang kini ada di samping ranjangnya tidak masuk dalam ketiga kategori tersebut. Wanita ini biasa saja. Tidak terlalu cantik, tidak sexy apalagi molek tubuhnya.

Ceklek....

Suara pintu di buka dan masuklah seorang dokter pria dan perawat wanita.

"Doktor, er ist wach*." (*Dokter, dia sudah sadar)

"Okay, ich werde es überprüfen*," kata dokter tersebut. (*Baik, akan saya periksa)

Setelah beberapa saat Pelangi melihat dokter itu memeriksa sang pria, kemudian sang dokter menatap dirinya dengan tersenyum.

"Er ist in gutem Zustand. Nur Erholung. Wenn er sich in drei Tagen weiter verbessert, kann er nach Hause gehen*." ("Dia sudah baik kondisinya. Tinggal pemulihan saja. Jika tiga hari kedepan dia terus membaik, dia boleh pulang)

"Ok Dok, danke*," kata Pelangi. (*Baik dok, terima kasih.)

Kemudian sang dokter bersama sang perawat keluar dari ruang rawat inap tersebut, kini tinggallah Pelangi dengan sang pria tak beridentitas tersebut saja berdua di ruangan.

Kini setelah sang dokter menutup pintunya, Pelangi menurunkan pandangannya kepada pria yang sedang berbaring di ranjang. Ia menatap pria itu dengan tersenyum, namun pria itu sama sekali tidak membalas senyumannya.

"Hallo, mein Name ist Pelangi. Nennen Sie mich einfach Angie. Ich habe Sie vor drei Tagen mit einer Stichwunde im Bauch auf der Straße gefunden*," jelas pelangi pelan pelan agar di mengerti oleh sang pria. (*Hai, kenalin nama aku Pelangi. Panggil saja Angi. Aku nemuin kamu di jalan dengan luka tusukan di perut tiga hari lalu)

"Jetzt brauche ich Ihre Familienkontakte. Weil ich Ihre Daten überhaupt nicht finden kann*." (*Sekarang, aku butuh kontak keluarga kamu. Karena aku enggak bisa nemuin data diri kamu sama sekali)

Pelangi merasa berbicara dengan tembok karena sang pria tetap diam saja hanya memandangnya dalam dalam.

"Okay, wenn du immer noch unter Schock stehst, ist das okay, ich muss nur zuerst anbeten, okay?*," kata Pelangi sambil meninggalkan sisi ranjang pria asing tersebut untuk masuk ke kamar mandi dan berwudhu (*Okay, kalo kamu masih shock nggak pa-pa, aku tinggal ibadah dulu ya?)

Selesai berwudhu kemudian ia mengeluarkan mukena dan sajadahnya untuk segera menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Joe yang melihat Pelangi sedang beribadah hanya bisa diam terpaku di ranjangnya. Sebagai seorang Agnostik* Joe begitu takjub melihat Pelangi beribadah dengan khusyuk.

(*Secara terminologi agnostik adalah orang yang memiliki pandangan bahwa ada atau tidaknya Tuhan adalah hal yang tidak dapat diketahui. Agnostisisme tidak menyangkal keberadaan Tuhan secara mutlak.)

Setelah beberapa menit Pelangi menyelesaikan ibadahnya dan menghampiri Joe.

"Können Sie mir sagen, wo die Adresse Ihrer Familie ist?*." (*Apa kamu bisa memberitahuku dimana alamat keluargamu?)

"Ich habe überhaupt keine Familie*," kata Joe lemah. (*Aku tidak mempunyai keluarga sama sekali.)

Seketika Pelangi diam mematung di tempatnya. Di saat seperti ini ia benar benar bersyukur karena lahir di keluarga lengkap dengan kehadiran Mama dan Papa yang sangat menyayanginya, bahkan keluarga besar yang begitu perhatian kepadanya walau ia jauh ada di negri orang.

"Darf ich wissen, wie Sie heißen?*" (*Kalo boleh tau siapa namamu?)

"Joe," jawab Joe singkat

"Hallo Joe, schön dich kennenzulernen, mein Name ist Pelangi, ich bin derjenige, der dir in dieser Nacht geholfen hat. Ich hoffe, Sie erholen sich schnell und können bald nach Hause gehen*." (*Haii Joe, salam kenal, nama aku Pelangi, aku orang yang menolong kamu malam itu. Aku harap kamu lekas pulih dan kamu lekas bisa pulang ke rumah)

Pelangi melihat Joe diam menatapnya dan itu membuatnya tidak nyaman.

"Sie müssen nicht verwirrt sein, Ihre Behandlung zu bezahlen, ich habe dafür bezahlt, das Wichtigste ist, dass Sie bald gesund werden und wie gewohnt gesund sind*," kata Pelangi ramah, kemudian ia tersenyum kepada Joe. (*Kamu tidak usah bingung membayar perawatan kamu, sudah aku bayar, yang penting kamu segera sembuh dan sehat seperti sedia kala)

"Ich werde dein Geld ersetzen*." (*aku akan mengganti uangmu)

"Nein*," (*nein artinya Tidak dalam bahasa Jerman)

Kini Joe menatap Pelangi dalam dalam. Ia heran bagaimana bisa ada orang yang tidak saling mengenal, namun ia rela menolong orang tersebut bahkan membayari perawatannya dengan cuma cuma. Sudah berbaik secara materi, ia pun masih mau menemani orang yang tidak ia kenal di rumah sakit. Sungguh sesuatu yang langka bahkan baru pertama kali ia temui di hidupnya.

***