Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 2_ISTRI BERCADARKU BISA MENYETIR?

Tok... Tok... Tok...!!!

Aku mengetuk pintu kamar Luna dan kali ini lebih kencang. Aku mengigit bibirku berencana kembali lagi ke kamar. Gadis bercadar itu pasti sudah tidur. Bagaimana aku bisa melewati malam ini dengan rasa penasaran?

Kreek....

Suara pintu terbuka. Refleks aku membalik badan. Tampak Luna masih dengan cadar pengantinnya. Bedanya, pakaiannya sekarang berwarna hitam lagi. Warna yang menjadi ciri khasnya.

"Anu...Aku ingin... "

Sial. Kenapa lagi aku harus gugup. Aku memangku kedua tanganku di paha. Celingak-celinguk tak jelas.

Tampak gadis itu mengernyitkan alisnya. Serius. Mengapa sekarang terlihat cantik?

"Ingin apa, Mas? " suaranya mendayu.

"Makan. Yah. Aku lapar. Kau juga kan? Sekarangkan masih jam 10. Pasti kau lapar juga. Kita terakhir makan tadi kan jam 6 sore," kilahku.

"Jam segini terlalu larut buatku, Mas. Tapi kalau kau mau, aku bisa menemanimu makan."

Aku menyunggingkan senyum terpaksa. Lagi-lagi kalimat itu keluar, 'kalau aku mau'. Aku tak main-main, aku benar-benar merasa kesal mendengarnya mengucap itu.

"Baiklah. Tak apa. Istirahat. Aku bisa makan sendiri, " jawabku.

Dia hanya mengangguk lalu menutup pintu.

Oh Tuhan. Apa dia terbuat dari es? Dingin bagai es batu.

Dengan langkah gontai, aku membuka tudung saji. Semua lengkap. Mamaku menyiapkannya. Masih terngiang di telingaku, dia cekikian ketika meminta Minah, asistennya menata makanan ini.

"Tata yang bagus, Nah. Pastilah malam ini mereka akan lapar tengah malam karena menghabiskan banyak tenaga. "

"Iya, Nyah. Siap. Bisa 2 kali makan, Nyah. Kikikikikkik. " Minah ikut cekikikan membuat aku yang tak sengaja mendengarkannya menjadi merinding.

'Banyak tenaga buat makan hati, iya' dumelku dalam hati.

Sesuap demi sesuap kumasukkan nasi dengan lauk ayam goreng teriyaki kesukaanku. Tiba-tiba gadis itu muncul, berjalan, mengambil air minum di dispenser yang tak jauh dariku. Dia mengangkat penutup wajahnya dan menutup gelas itu dengan cadarnya. Telingaku bisa mendengar tegukan dari mulutnya, rupanya dia sangat haus. Aku hanya bengong, tak tahu, harus menyapa atau tidak. Tanpa melihatku apalagi menegurku, diapun kembali. Apa aku ini makhluk astral yang kasat mata? Sebagai istri, dia tak pantas mengabaikanku! Aku harus mengajarinya esok. Kali ini aku tak boleh lemah. Sebagai seorang suami, aku harus punya power, tekadku.

Rencana pagi ini, kami akan mengunjungi mall. Aku mendapatkan voucher belanja dari salah satu pemilik toko di sana sebagai hadiah pernikahan. Dengan gaya casual, celana denim selutut dan kaos putih, penampilanku terlihat fresh. Tak lupa minyak rambut buatan negara luar kuoleskan pada rambutku yang bergaya Slicked-Back Undercut. Potongan rambut yang disisir ke belakang dengan rambut tipis di samping ini sangat cocok buatku yang berjiwa muda dan dinamis.

"Jadi kita pergi, Mas? " sapa Luna dengan style khasnya. Namun kali ini, model bajunya lebih sedikit bermain. Ada lipatan-lipatan kecil di bagian bawah gaunnya dan pita biru tua di pergelangan tangannya. Cadarnya tetap hitam dengan kerudung yang menutupi setengah tubuhnya. Sebenarnya, aku agak risih membawanya kemana-mana dengan tampilan seperti ini. Aku suka wanita soleha walau kekasihku bukan salah satunya. Aku ingin, Luna lebih terbuka. Bukankah aurat wanita itu memang seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan? Aku tahu itu. Saat ada waktu yang tepat, akan kuajak dia bicara tentang ini.

"Tentu saja, ayo! " ajakku.

'Semoga saja nanti ada pakaian yang cocok untuk Luna' gumamku.

Setelah berbelanja, aku melongo menatap kotak-kotak itu berjejer di kursi belakang mobilku. Sama sekali tak ada baju Luna, semuanya adalah milikku. Aku yang kalap. Ternyata, Luna bukanlah Ayu yang jika berbelanja pakaian seperti kesurupan. Wanita itu bahkan pernah awut-awutan seperti rambut singa karena berebut brand baju yang sedang diskon besar-besaran. Sedangkan Luna, ia tak membeli satu bendapun. Apa ini tidak aneh?

"Kenapa Mbak tak mengambil yang Mbak mau? Mbak tak perlu sungkan. Mbak tahu, aku adalah pemilik perusahaan?" tanyaku berlagak.

"Iya, aku tahu, PT. Yudhastara tbk yang bergerak di bidang ekspor rempah-rempah kan? "

Aku mengangguk bangga. Pastilah perusahaanku terkenal dimana-mana.

"Sebelumnya, Mbak pernah bekerja? " tanyaku mencoba mengawali.

Dia mengangguk.

"Kerja apa? " tanyaku penasaran.

"Hanya jual online dari rumah, produk makanan, " jawabnya.

Giliran aku yang mengangguk. Apa kakekku tak salah pilih? Sepertinya tua bangka itu menaruh benci padaku sebab sering mencuri uangnya dulu ketika kuliah.

"Kenapa, Mas? " tanya Luna.

"Tidak apa-apa, " jawabku dingin. Diapun tak menimpali.

"Setelah pernikahan kita berakhir, aku janji akan tetap nafkahi Mbak Luna, " lanjutku yakin.

"Tak perlu, Mas, " jawabnya.

"Tak apa-apa. Uangku takkan habis kalau sekedar memberikan mantan istri ala kadarnya. Aku tak ingin jadi gunjingan, menelantarkan wanita yang lemah, " paparku. Membayangkan bersanding selamanya dengan Ayu, membuatku bergairah. Wanita karir yang elegan di mataku.

Gadis bercadar itu hanya diam. Mungkin ia tersinggung, tak peduli. Jangan-jangan kakekku memungutnya dari desa. Hhhh... Aku menghela nafas dan fokus menyetir. Tiba-tiba mobilku terhentak-hentak. Seketika aku panik lalu meminggirkannya.

Booooom!!!

Aku menendang ban mobilku kesal. Mengapa bisa kempes tiba-tiba. Sedangkan aku rajin merawatnya.

"Bajingan! Siapa yang merusak mobilku?!!" umpatku.

Aku merogoh ponselku, dan makin marah. Aku terus menghubungi montir yang biasa menservis mobilku, namun tak ada tanggapan.

Luna turun. Aku tahu, gadis itu sedari tadi terus memperhatikanku yang memaki keadaan.

"Masuk lagi, Mbak. Tak ada gunanya kamu keluar! " perintahku sambil mencoba berpikir solusi apa yang bisa kulakukan selain terus menghubungi montir itu.

Gadis bercadar itu seolah tak mendengarkanku. Ia justru berkata, "Bukannya ada ban cadangan di belakang? Peralatan juga lengkap aku lihat. "

"Ya begitu. Biasanya aku menghubungi montir langgananku, tapi saat ini mungkin dia sibuk si bengkel. "

"Oh, " jawabnya singkat.

Dia langsung mengikat ujung gamis, memilinnya sehingga betisnya yang menggunakan leging hitam terlihat. Gegas ia menuju belakang, membuka cap belakang mobil lalu menarik kencang ban mobil cadangan. Dengan lincah, gadis itu menggelindingkan ban. Masih terheran-heran, aku mendekat.

"Mbak!? Kamu tidak sedang main-mainkan?"

"Tolong nyalakan lampu tanda! " perintahnya.

Walau tak yakin, tetap saja aku melakukan perintahnya.

Gadis bercadar itu lalu mengambil dongkrak mobil dan kunci roda. Tangannya yang terlihat putih bersih kontras dengan alat-alat itu. Perlahan ia mengendurkan baut ban mobil yang kempes lalu dengan kekuatan penuh, Luna memasang dongkrak mobil. Secepat kilat ia melepaskan ban yang kempes itu dengan sempurna lalu memasang ban yang baru.

Aku menganga, melongo keheranan bercampur rasa kaget yang luar biasa, melihat aksi wanita yang baru kunikahi itu. Bagaimana bisa dia melakukan itu semua? Belum habis rasa kagetkan, ia pun menghidupkan mobil dan maju mundur sambil memastikan ban itu terpasang dengan baik.

Selain mengganti ban mobil, istri bercadarku bisa menyetir??!!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel