Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

PART 3

Jorge turun menggunakan lift ke lantai dasar hotel, di mana sang ibu sudah menunggu di sana. Sesampainya di lobi, wanita paruh baya itu langsung memberondong Jorge dengan banyak pertanyaan dan juga omelan seperti biasa.

"Kamu itu ya, Ge! Pulang dari Singapura nggak pulang ke rumah malah main cewek terus. Mama suruh nikah juga nggak mau! Eh, malah pacaran sama cewek yang nggak jelas asal-usulnya!"

"Udah deh, Ma. Yang dibahas itu-itu aja dari dulu. Bosan kali. Gege itu mau cari Istri idaman pakai cara sendiri. Masa udah anak zaman now, tapi cari Istri masih dijodohkan? Apa kata orang-orang nanti, Ma?" tegas Gege pada sang ibu.

"Kamu itu sekarang jadi pintar jawab kalau di kasih tahu Mama ya?"

"Udah dong, Ma! Sini peluk dulu! Malu diliatin cewek di meja resepsionis tuh.. Mendingan juga balas pelukan Gege dari pada ngomel terus. Ya 'kan, Ma?" Jorge memeluk erat ibunya sembari terkekeh.

Dan seperti biasa, sang ibu langsung berhenti mengomel ketika anak semata wayang memeluk dan mencium pipinya.

"Gege mau ke kantor deh. Jadi Mama pulang sendiri atau mau Gege antar nih?" tanya Jorge setelah melepaskan pelukannya.

"Mama pulang sendiri aja. Tapi nanti malam kamu pulang ke rumah, ya?! Awas kalau kamu ke hotel lagi!" ancam sang ibu.

"Beres, Ma," sahut Jorge seraya mengedipkan sebelah matanya.

Alhasil Jorge mengendarai mobil sport miliknya menuju kantor. Selama di perjalanan, ia kembali teringat pada Vella dan hal itu seketika membuat junior yang ada di dalam celananya mengeras.

"Duhhh... Kamu tuh, Vel. Aku cuma ingat aja, udah buat si junior tegang lagi. Ughhh... Bibirmu itu rasanya bikin aku ketagihan banget. Bbrrrr..." gumam Jorge dan tubuhnya langsung bergidik membayangkan bibir Vella ketika sedang mengoral miliknya.

Setengah jam kemudian, sampailah Jorge di kantor De Olmo Corporation, yang kini ia pimpin setelah sang Ayah memutuskan berhenti bekerja dan beristirahat di rumah. Dengan gaya khas pria metro seksual yang melekat dalam diri, Jorge melangkah menuju lantai teratas dan menaiki lift pribadi khusus untuknya sendiri.

"Pagi, Pak!" sapa sang sekretaris dengan gaya centilnya.

"Hem," dan hanya deheman yang Jorge berikan, membuat Nindi menggerutu.

"Sialan! Cuma dibalas 'hem' doang. Awas aja lo ya, Ge? Gue bakalan gigit si burung Beo lo itu, kalau lo sampai berani suruh mulut gue hisap-hisap lagi!"

Nindi pun berbalik dan duduk di kursinya, dan Jorge masuk ke dalam ruangannya. Namun kesendirian sang CEO tak berlangsung lama, karena beberapa menit kemudian Nindi juga ikut masuk untuk memberikan jadwal meeting atasannya.

"Permisi, Pak. Nanti jam sepuluh Bapak ada meeting dengan perusahaan Artha Merdeka dan setelah makan siang Bapak juga ada meeting dengan Central East Corporation," jelas sang sekretaris.

"Oke. Lalu mana berkas yang harus saya tanda tangani untuk kerja sama dengan perusahaan Limanta Jaya kemarin? Cepat berikan, saya mau lihat sebentar."

"Oh, iya. Ini bekasnya, Pak," ujar Nindi sembari menyodorkan berkas.

Jorge lalu membuka lembaran itu, lalu membaca beberapa point penting yang tertera dengan seksama. Setelahnya barulah ia menandatangani berkas tersebut, serta semua berkas lain yang diberikan oleh Nindi dan menyuruh sekretarisnya keluar dari ruangan.

Sayangnya pikiran Jorge tetap saja tak beralih dari gadis cantik dengan nama Felicia Vella, yang beberapa jam lalu telah berhasil memuaskan kebutuhan batinnya. Maka ia pun menghubungi Jimmy Waluyo dengan maksud menanyakan sesuatu tentang Vella.

Tut tut tut tut

"Iya, Bos. Ada apa?"

"Bagaimana si Vella? Udah lo antar belum dia ke apartemen gue?"

"Sudah, Bos."

"Oke deh. Kalau gitu gue kirim uang ke rekening lo sekarang ya? Tolong belikan handphone baru buat dia. Tapi bukan handphone biasa kayak yang lo belikan buat Emak lo tempo hari. Cari yang smart phone soalnya nanti gue mau video call sama dia. Paham nggak lo sama maksud gue?"

"Yaelah. Paham, Bos. Paham. Pokoknya beres deh itu. Gue bakalan belikan yang super mahal Kalau memang duitnya cukup," sahut Jimmy bersemangat.

"Oke, good. Terus habis itu lo ajak dia ke supermarket deh. Beli apa aja buat di isi dalam kulkas yang ada di apartemen gue. Sebenarnya sih tadi gue udah kasih kartu debit ke dia. Cuma gue yakin dia pasti bakal diam aja di apartemen, kecuali ada yang bawa dia keluar dari situ. Jadi ya lo tolong urus dia dulu sebelum pergi dari sana. Terus lo ajak juga dia makan. Soalnya tadi dia belum makan tuh di sana Cuma telan punya gue sama minum air mineral doang," jelas Jorge membuat Jimmy terkekeh heboh.

"Yaelah, Bos. Bikin tegang aja."

"Tegang-tegang. Awas aja lo berani ganggu dia. Gue bikin mampus lo, Jim! Dengar nggak?!"

"Ampun, Bos! Nggak akan deh."

"Oke. Terus juga dia belum punya pakaian tuh, Jim. Lo lihat 'kan dia nggak bawa tas apa-apa selain kantong plastik kucel aja tadi? Jadi lo ajak juga deh dia cari pakaiannya. Tapi bilangin sama dia jangan beli baju yang agak terbuka gitu ya? Bilang aja bahaya kalau di Jakarta pakai pakaian kayak begitu. Pokoknya kebutuhan dia semua lo bantu carikan ya, Jim? Nanti gue kasih bonus buat lo. Oke?" sahut Jorge berujar panjang lebar.

Sayangnya ocehan Jorge membuat Jimmy tak berhenti terkekeh, sebab baru kali ini ia mendapati sang tuan begitu perhatian pada lawan jenis.

"Tumben perhatian banget sama lonte, Bos?" oceh Jimmy tak menyaring ucapannya.

"Brengsek! Dia itu masih perawan, Oncom! Bawel banget sih mulut lo! Mau interogasi gue?!" dan Jorge pun mengamuk dengan nada sinisnya.

"Eh! Dia masih perawan ya, Bos? Busyettt... Maaf, Bos. Maaf. Soalnya nggak biasanya Bos itu begini sama cewek gitu. Jadi ya gue kira-"

"Udah stop! Jangan bawel dan jangan tanya apa-apa lagi! Mau gaji lo gue potong? Awas lo, ya? Klik."

Jorge pun menutup ponselnya dan meletakkan di atas meja dengan kasar.

"Ck! Benar juga kata si Jimmy. Gue kenapa ya? Dari tadi kepikiran Vella melulu. Udah gitu kalau ingat dia, pasti membayangkan bibir tebalnya itu. Hemmm... Tuh, kan? Si junior makin kencang aja kayak sekarang. Gila emang si Vella. Bisa-bisa pekerjaan gue nggak beres-beres ini," gerutu sang CEO.

Jorge pun mencoba menghubungi Nindi melalui telepon paralel di meja, dan menyuruh wanita seksi itu datang ke ruangannya.

Tok tok tok

"Masuk!"

"Iya, Pak. Ada apa Bapak memanggil saya?"

"Sini, oral gue. Lagi pengen banget nih."

"Hemmm... Apa gue bilang tadi. Ngaceng juga lo akhirnya, kan? Gue tahu lo pasti ketagihan sama mulut gue yang lihai ini. Pakai sok belagak jaim lagi. Untung aja lo nggak pernah mau masuk ke lubang punya gue. Kalau nggak? Pasti sedikit lagi gue udah jadi Nyonya Jorge Luis de Olmo. Uhhh... Nggak sabar nih lubang gue menunggu ditusuk sama burung Beo lo, Ge," batin Nindi terkekeh.

"Heh! Dengar nggak sih? Cepat keluarkan airnya si junior! Kenapa malah jadi senyum-senyum di situ?!" membuat Jorge sedikit kesal.

"Si-siap, Pak," dan Nindi menjadi salah tingkah.

Sang sekretaris lantas melangkah mendekati tuannya, kemudian ia berjongkok di depan kedua paha Jorge dan mengeluarkan kejantanan yang telah tegak berdiri bagaikan Tugu Monas. Ia segera memasukkan batang keras itu ke dalam mulut, serta mulai mengurut sembari menggerakkan kepalanya maju mundur.

Tak ayal hal tersebut sukses membuat Jorge mengerang, "Sshhh... Ahhh... Ssttt... Ouhhh..." dan juga ia meremas surai hitam yang berada di kepala Nindi dengan keras.

Saat tubuh Jorge tak kunjung mendapatkan pelepasan, "Cepat sedikit, Nin! Gue udah nggak tahan nih!" ia juga bertitah sembari menggerakkan bokongnya semakin brutal.

Akan tetapi hingga lima belas menit berlalu, acara mengeluarkan lendir nikmat itu tak kunjung datang juga.

"Sudah deh, cukup! Tambah pusing aja kepala gue yang ada. Hari ini lagi si junior ngambek kali. Nggak tahu kenapa diam aja dia. Sampai lecet nih kepalanya gara-gara gigi lo! Sengaja, kan?" ucap Jorge melepas kejantanannya dari mulut Nindi.

"Nggak kena gigi kali, Pak. Burung Beo punya Bapak 'kan sudah biasa sama saya. Tapi maafkan saya ya, Pak? Soalnya nggak bisa bikin Bapak puas hari ini."

"Hem, nggak apa-apa. Elo nggak salah deh. Yang salah si junior aja kali. Udah sana lo lanjutkan kerjaan aja. Jangan lupa ingatkan gue soal meeting tadi," titah Jorge.

Nindi pun keluar dan melanjutkan pekerjaannya kembali. Sementara di dalam ruangan, Jorge merasa kesal akibat kepalanya berdenyut hebat. Tentu saja hal itu akibat dari tak kunjung mendapatkan pelepasannya.

"Kayaknya gue harus ke tempat Vella nih nanti malam. Kepala gue pusing banget kalau si junior nggak ejakulasi kayak begini. Gila tuh cewek! Bisa mati muda, kalau sekarang cuma dia yang bisa buat gue puas. Habisnya kalau Mama nggak setuju gue pacaran sama dia, pasti dong Papa juga ikut apa kata Mama? Terus nasib junior gue bagaimana? Oh, God! Jangan biarkan ini sampai terjadi, oke?" gumam Jorge mengacak-acak rambutnya.

Jorge secepat kilat menyelesaikan pekerjaan, agar nanti malam ia segera bertemu dengan Vella dan menuntaskan hasrat seksualnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel