Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

PART 1

Paramitha memanggil sebuah taksi yang lewat, dengan melambaikan sebelah tangannya, setelah itu ia menunjukkan pada sang sopir alamat hotel yang tadi sudah dikirim oleh Jorge ke ponselnya. Bersama dengan Vella, Mitha masuk ke dalam taksi lalu angkutan umum tersebut melaju menuju ke tempat Jorge berada.

Sesampainya di depan hotel, Paramitha menuju ke meja resepsionis dan menanyakan kamar tempat Jorge berada. Setelah pegawai resepsionis tersebut mengkonfirmasi melalui panggilan telepon ke kamar yang disewa Jorge, kedua wanita itu pun menuju kamar yang di maksud. Hampir empat menit di dalam lift hotel, akhirnya sampai juga mereka di depan kamar Jorge dan Mitha mengetuk pintu perlahan.

Tok tok tok

Ceklek

"Hai, Koko. Tambah ganteng aja deh kayaknya," ucap Paramitha, namun Jorge hanya diam dan terpukau melihat gadis yang berada di samping Mitha, meski sang gadis hanya memakai pakaian ala kadarnya.

"Koko?"

"Egh! I..ya, Mbak."

"Hem! Sabar dulu kali, Ko!" ucap Mitha terkekeh mendapati Jorge yang tergagap, akibat pesona gadis di sampingnya, "Waktunya 'kan masih panjang. Sama-sama single ini. Sana, Vel. Kamu masuk duluan, gih! Mbak Mitha masih ada urusan sama si Koko ganteng," titah Mitha, sembari mendorong tubuh Vella untuk masuk ke dalam kamar hotel.

Jorge melebarkan pintu, kemudian gadis itu pun masuk ke dalamnya. Setelahnya Jorge bersiap menutup pintu kamar, namun Mitha lebih dulu beraksi di sana. Wanita itu menyodorkan tangannya pada Jorge, dan tentu saja itu terjadi akibat janji yang dikatakan sang CEO di telepon tadi.

"Eh, enak aja main Koko ganteng main tutup pintu! Bagian Mbak mana? Jangan sengaja lupa ya, Ko?"

"Astaga, Mbak Mitha ini! Kayak apa aja sama aku. Nanti ya, Mbak? Saya transfer langsung deh ke rekening, Mbak. Deal, kan?" ujar Jorge sedikit kesal, karena Paramitha membuat si junior di dalam boxer sedikit melemas.

"Yah, Kokooo... Katanya saya mau dikasih cash! Bagaimana sih?" gerutu Mitha dengan wajah memelas.

"Ya sudah. Sana temui Jimmy aja di lobi kalau gitu. Cerewet banget sih! Mbak minta uang cash sama dia aja kalau nggak sabar. Dasar mata duitan!" kata Jorge dengan nada kesal.

"Eh, enak aja! Koko sendiri 'kan yang janji duluan? Ya, udah deh. Aku ketemu Jimmy dulu. Makasih ya, Koko gantenggg... Mbak pamit dulu, oke?" dan Paramitha pun pergi meninggalkan pintu kamar itu.

Setelahnya, Jorge cepat-cepat menutup pintu dan melangkah ke tempat di mana gadis tadi berdiri. Jorge menatap punggung Vella dan seketika si Junior kembali tegak berdiri lagi seperti tugu Monas.

"Aduhhh... Baru juga lihat punggung, junior gue sudah tegak aja nih. Uhhh... Jadi nggak sabaran deh," batin Jorge meneguk salivanya dalam-dalam.

Sang CEO sedikit mendekat ke tubuh Vella, dan tingkah kikuknya kembali terjadi. Hampir sepuluh detik Jorge berpikir apakah harus langsung menerkam gadis itu ataukah ia wajib berkenalan terlebih dahulu. Namun sikap yang ia perlihatkan malah sebaliknya, dan ia pun menyuruh Vella layaknya Jimmy-sang anak buah.

"Kamu mandi dulu, gih! Baju kamu ada di atas meja nakas itu tuh. Tapi jangan lama-lama, ya? Saya lagi sibuk!" ketus Jorge bertitah.

Vella mengangguk, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Lima belas menit berlalu, Vella selesai membersihkan tubuhnya. Ia keluar dari kamar mandi, namun hanya memakai jubah mandi dan menghampiri Jorge dengan kepala tertunduk, seolah mengerti apa yang hendak sang CEO itu lakukan padanya.

Jorge yang duduk di atas sofa panjang sempat tersentak melihat Vella tidak memakai baju yang ia berikan, namun hatinya berteriak kegirangan.

"Felicia, sini!" panggil Jorge menepuk bagian sofa yang kosong disebelahnya.

Gadis itu mendekat, dan reaksi alamiah kembali lagi terjadi padanya.

Deg

Debaran jantung Jorge bekerja dua kali lebih cepat, seperti laju mobil balap yang dikendarai Michael Schumacher dan tentu saja Vella pun merasakan hal yang sama.

"Ma..af. Pe..peker..jaan a..pa yang ha..rus saya laku..kan, Ko?" tanya Vella terbata, akibat rasa malunya bercampur dengan sedikit ketakutan.

Terdengar helaan nafas berat dari kedua rongga hidung Jorge, namun semua itu karena ia rasa gugup yang menderanya barusan.

"Sini, Felicia! Duduk dulu di sebelahku. Aku mau liat wajah kamu dulu," titah Jorge, menepuk tangannya ke sofa.

Vella pun akhirnya menuruti permintaan Jorge untuk duduk di samping laki-laki itu dan sang CEO pun mulai beraksi.

"Feli, ker-"

"Saya lebih suka di panggil Vella, Ko. Itu nama kecil saya," sanggah Vella membuat Jorge tersenyum.

"Ya Sudah. Vella, pekerjaan kamu itu adalahhh... Ehem..." tenggorokan Jorge tercekat seketika.

Sedikit gugup untuk kesekian kali. Akan tetapi Jorge akhirnya berbicara, karena desakan si junior.

"Kamu masih perawan? tanya Jorge dan Vella mengangguk pelan, "Jangan takut. Sekarang kamu lihat aku, ya?" pinta Jorge, menarik dagu Vella.

Kedua mata cantik itu kini bersibobok dengan wajah tampan Jorge, dan satu reaksi alam terjadi dalam diri sang CEO muda.

"Busyettt... Cantik banget. Bibirnya juga tebal lagi! Duhh... Gue paling suka nih yang kayak begini. Pasti enak banget kalau si junior dipuaskan sama dia. Iya nggak sih, jun? Ughhh..." batin Jorge bertanya pada si junior yang semakin mengeras di balik boxer.

"Ehemmm..." hingga Bella berdeham dan dunia sang CEO kembali berputar.

"Egh, emmm... Jadi gini, Vel. Kamu lagi butuh duit, kan?" tanya Jorge, lalu Vella mengangguk lagi, "Aku akan kasih kamu uang yang banyak, asal kamu ikuti apa mau aku, bisa?"

"Iy..iya, Ko. Bi-bisa."

"Jangan panggil Koko. Panggil nama aku aja ya? Gege gitu. Coba sekarang kamu panggil namaku kayak gitu," pinta Jorge seperti menguji.

"Egh, iya. Ge..ge," lalu Vella menurutinya.

"Ssttt... Jangan kayak gitu, Sayang. Yang lembut dong! Gegeee... gitu," dan Jorge mengajari lagi dengan sedikit mendesahkan suaranya.

"Gegeee..."

"Nah, gitu."

Jorge mulai mencari cara agar suasana sedikit mencair, dengan pembicaraan konyol dan melembutkan intonasi bicara. Harapan sang CEO, semoga saja Vella patuh padanya dan tidak takut lagi.

"Vellaaa..." Jorge pun mulai membelai pipi Vella dengan punggung tangannya, "Kamu cantik. Jadi aku akan ajarin kamu untuk memuaskan aku sekarang. Kamu mau, kan?" kata Jorge masih membelai pipi putihnya.

Tanpa menunggu jawaban dari Vella, Jorge pun memegang tangannya dan membawa ke tempat di mana si junior yang sekarang makin menegang.

"Coba Sekarang kamu bukain celanaku, ya?" titah lembut Jorge.

Vella pun menuruti perintah laki-laki itu dan ia melepas boxer Jorge. Setelah terbuka, "Terus kamu elus ini. Bisa, kan?" sekali lagi Jorge bertitah di sana dan lagi-lagi Vella pun menurut dengan perkataan Jorge. Kendati ia mengetahui jika itu adalah perbuatan yang salah, tetap saja Vella melakukannya juga.

Ia mengelus milik Jorge yang sudah menegang, sehingga itu benar-benar sukses membuat sang pemilik seolah mendapatkan oase di padang gurun.

"Emhhh... Kamu urut sedikit ya, Sayang? Kayak gini nih. Coba kamu buat kayak yang aku ajarkan tadi," pinta Jorge dengan matanya yang hampir tertutup.

Sekali lagi, Vella menurut dan mulai mengurut kejantanan milik Jorge yang sudah mengeras.

"Emhhh... Tanganmu lembut banget, Vel. Ssttt... Aku suka. Ahhh..." membuat Jorge mendesah lembut.

Lima menit berlalu dengan keadaan Vella mengurut kejantanan Jorge, "Udah, ya? Sekarang kamu kasih masuk ke dalam mulut, terus dihisap. Mau 'kan, Sayang? Tapi kasih masuknya pelan-pelan, jangan sampai kena gigimu. Mulutnya dibuka lebar-lebar. Ayo sekarang kamu coba," lalu Jorge mulai mengajarkan.

Perlahan tapi pasti, Vella pun memasukkan milik Jorge yang sudah menegang sempurna, "Ouhhh... Enak, Sayang! Hangattt... Nikmat banget lagi! Ahhh..." lalu terdengarlah suara Jorge yang meracau kenikmatan.

Napas laki-laki tampan itu semakin memburu, karena ternyata Vella menuruti apa yang ia katakan tadi, "Sambil diurut ya, Sayang. Seperti yang tadi it- Ouhhh... Iya, gitu! Uhhh... Enak banget, Sayanggg..." membuat desahan Jorge terdengar berkali-kali.

Ia juga membelai rambut Vella yang kini sudah berubah posisi berada tepat di depannya, dan sama sekali tak ada satu perlakuan kasar dari Jorge di sana.

Jorge juga mengajari Vella hal nikmat lain yang menjadi kesukaannya, "Putar ujung lidah kamu di lubangnya, Vella. Coba putar ya? Itu enak banget, Sa- Ahhh... Ouhhh... Enak, Sayanggg...! Nikmattt..." namun Vella lebih dulu membuat Jorge meracau, sebelum ia selesai berkata-kata.

Ia terus menyugar rambut Vella dan sesekali meremasnya, "Kamu pintar, Vella. Aku suk- Ouhhh... Gila! Aku suka banget caraku. Benar-benar nikmattt..." lalu masih saja menikmati apa yang Vella berikan.

Sapuan lidah berpadu dengan saliva dan juga bunyi 'Pop' yang Vella berikan, membuat Jorge terbang ke angkasa raya. Dan tentu saja hal demikianlah yang selalu ia cari selama ini.

"Teruskan, Sayang! Uhhh... Kamu memang the best, Vellaaa... Ouhhh... Yeahhh..."

Selama kurang lebih lima belas menit, Jorge menikmati kuluman bibir dan juga urutan jari-jari Vella. Sampai tiba waktu untuk Jorge meledakkan semuanya.

"Sayanggg... Aku sudah mau keluar, Sayanggg... Ka..kamu telan ya, Sa- Ouhhh... Yeahhh... Ahhh.." pinta Jorge pada gadis itu.

Vella hanya mengangguk, sembari masih terus melakukan apa yang sang CEO inginkan. Sampai tak lama kemudian, ia merasakan milik laki-laki itu semakin merekah dan membesar di dalam rongga mulutnya. Dan di detik selanjutnya, cairan kental itu pun keluar juga.

Anehnya, hanya napas memburu yang terdengar dari kedua lubang hidung ketika Jorge menyemburkan pelepasannya. Sementara Vella sedikit merasa aneh dengan rasa pelepasan Jorge, hampir saja melepaskan kejantanan itu dari mulutnya. Namun kedua tangan Jorge menahan tengkuk kepalanya, sehingga mau tak mau ia terpaksa menelan habis cairan kental itu tanpa sisa. Setelahnya Jorge membelai rambut hitam Vella yang panjang dengan satu senyuman terbit bersama barisan gigi putihnya.

"Aku puas banget, Sayang. Kamu benar-benar sudah buat kepalaku nggak sakit lagi. Ayo bangun dari situ," lalu meminta gadis itu untuk duduk di dekatnya.

Vella lagi-lagi menuruti permintaan Jorge dan sekali lagi kedua mata mereka saling bersibobok.

"Kamu tinggal di mana, hem?"

"Belum tahu, Ko- Eh, Gege," kikuk Vella.

"Kok belum tahu?" dan Jorge pun merasa heran.

"Iya. Memangnya Mbak Mitha tadi nggak cerita di telepon?" Vella lantas mencoba untuk menjelaskan, "Aku ini 'kan- Ukhukkk... Ukhukkk... Ukhukkk..." tapi ia terbatuk dan Jorge dengan cekatan membuka tutup botol air mineral di atas meja sofa, yang dekat dengan tempat ia duduk.

"Eh, Maaf-maaf. Lupa tadi. Ini minum dulu," lalu dengan kikuk menyodorkannya.

Vella meneguk isi botol hingga tersisa setengah dan Jorge tertawa dalam hati tadi, karena ia lupa setelah mendapat kenikmatan sempurna dari mulut gadis itu.

"Ehem! Jadi gini, Ge. Aku ini kabur dari rumah, karena Paman kandungku mau menikahkan aku sama anaknya," lalu Vella kembali menjelaskan.

Ia juga terus bercerita tentang kedua orang tuanya yang telah lama meninggal dunia, tentang apa yang dia harapkan mengenai melanjutkan kuliahnya dan tentu saja Jorge mendengarkan semua penjelasan itu dengan seksama, sembari mencari solusi.

"Tinggal di apartemenku aja kalau gitu ya?"

"Jangan, Ge! Nanti aku merepotkan kamu," dan Vella menolak tawaran Jorge secara halus.

Akan tetapi bukan Jorge Luis de Olmo jika keinginannya berhasil di tolak begitu saja, "Jangan pernah membantahku! Kamu mau kuliah nggak? Aku bisa bantu kamu, kok! Percaya sama aku ya, Sayang?" dan berujar dengan nada penuh penekanan.

"Tapi aku mau berusaha sendiri, Ge,"

"Vellaaa... Aku benar-benar bantu kamu dalam hal keuangan dan apapun itu, Sayang. Aku ngomong serius ini. Asalkan..."

"Asalkan apa, Ge?"

"Asal setiap hari kamu mau melakukan seperti tadi. Aku suka sama bibirmu ini, Vella. Kamu mau, kan?" ucap Jorge, mengusap bibir Vella dengan ibu jarinya.

Sepersekian detik kemudian, Jorge mengecup bibir Vella. Lalu perlahan tapi pasti, bibir ranum itu pun membalas ciumannya.

"Aku ketagihan, Vel! Bibir dan mulut kamu ini benar-benar buat aku melayang tadi. Rasanya beda banget sama yang sudah-sudah. Jadi kamu mau ya tinggal di apartemenku aja?" bujuk sang CEO, setelah melepaskan ciumannya.

Vella hanya mengangguk dan ia merasakan gelenyar lain dalam hatinya. Itu adalah rasa nyaman, sedikit lega dan bercampur senang yang menjadi satu.

"Ya, Tuhan! Apa mungkin aku sudah jatuh cinta sama Gege? Ini nggak boleh terjadi, Tuhan. Dia ini pasti laki-laki yang banyak ceweknya. Kamu harus anggap dia itu majikanmu, karena biaya hidup dan kuliah kamu dia yang akan bayar nanti, kan? Maka itu jangan berharap lebih. Oke?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel