Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 5

Pertengahan malam, tidak tahu mengapa malam ini tidur Andre terasa sangat nyaman biarpun sebelah tangannya kram. Mengerjapkan mata secara perlahan yang sebenarnya tidak ikhlas untuk bangun, apalagi harus mencari tahu dari mana rasa kenyamanan tersebut.

Tersadar terbangun dari tidur saat menoleh ternyata sebelah tangannya menjadi bantalan kepala Dinda sudah tertidur pulas. Andre langsung menyadari bahwa ternyata ketiduran bersama Dinda yang awalnya hanya ingin menemani tidak ingin tidur, malah Andre juga ikut tertidur. Dan semakin terlihat manis gadis tampang damai sedang tertidur dalam posisi tubuh meringkuk dalam balutan selimut, menegunkan satu tangannya menggenggam tangan Andre seakan tidak ingin ditinggalkan sendirian.

Menunjukkan kalau Dinda tidak ingin Andre pergi darinya, bakalan sadar kalau turun tempat tidur. Andre sendiri mencoba melepaskan genggaman tangan Dinda secara perlahan. Harap-harap cemas tidak membangunkan Dinda, memberikan gadis itu waktu untuk istirahat menenangkan pikiran.

Andre berhasil melepaskan diri dengan mudah, bangun duduk membenarkan posisi tidur Dinda supaya nyaman, dan tidak lupa kembali menyelimuti tubuhnya sampai pundak. Andre merasakan pendingin ruangan kamar terlalu dingin, dengan begitu menurunkan suhu sedikit rendah, tidak juga bakalan membuat Dinda kepanasan pada malam hari.

Sebelum turun tempat tidur, sekali lagi Andre memperhatikan wajah Dinda secara saksama. Manis, sudah tidak dihitung berapa kali Andre mengatakan kalau Istrinya itu manis. Itupun kalau kalem menurut perkataan Andre sebagai suami, Istrinya bakalan selalu manis sampai merasuk dalam jantung.

Dan, kalau ingin melihat manis sesungguhnya tentu saat tidur seperti sekarang ini kesempatan Andre. Terlelap begini sama sekali tidak terusik saat tangan Andre tanpa sadar mengelus halus kepalanya, begitu halus saat tangan besar Andre pindah mengelus pipinya sembari memikirkan keadaannya.

Andaikan saja gadis ini mengetahui bagaimana kalut perasaan Andre, saat tadi Dinda berlari dalam keadaan menangis bisa membahayakan nyawa sendiri dijalanan. Kemudian, tanpa berpikir secara jernih ingin menerobos jalanan kendaraan, dan malah terjatuh pingsan di tempat membahayakan.

Bertuntung secara tidak sengaja kalau Andre dengan cekatan menemukan Dinda saat berlari keluar dari halaman sekolahan, dan memang sudah kelihatan tidak beres dengannya. Andre langsung bergerak ikut berlari ingin menghentikan aksi nekat Dinda yang kelihatan ingin bunuh diri. Perasaan Andre saat itu sangat panik luar biasa, jantung memompa lebih cepat dari biasanya, seperti sedang lari maraton tidak bisa lagi diartikan dengan perkataan pada saat itu.

Andre sendiri tidak ingin kembali merasakan kehilangan untuk kedua kali. Itulah yang pernah membuatnya tidak tentu arah hidup dalam kehilangan, karena kehilangan orang yang paling tersayang, sangat bisa berpengaruh besar dalam kehidupan menjadi berantakan dan susah kembali menerima kenyataan. Almarhum Istri pertama, Samantha.

“Dinda, saya bakalan berusaha membuat kehidupan kamu merasa bahagia bersama saya.” Andre bergumam dengan janji menyakinkan untuk Dinda. Berhenti mengelus segera turun dari tempat tidur, lalu keluar dari dalam kamar.

Pagi hari menjelang. Andre baru saja pulang lari santai mengelilingi perumahan hanya 3 kali putaran. Biasanya Andre melakukan lebih banyak dari itu sampai jika merasa banyak mengeluarkan keringat dalam keadaan lelah.

Melainkan, Andre pulang ke rumah segera mungkin mengurangi kegiatan rutin yang biasa dilakukan. Dan sekarang, sudah memiliki Istri. Andre malah ingin segera pulang untuk bertemu Dinda, biarpun hanya memastikan dan menyapa masih canggung di antara mereka belum terlalu akrab sudah membuat Andre sedikit merasa bersyukur saja kalau Dinda merespon baik.

Andre juga mempunyai kegemaran berolahraga untuk menjaga stamina tubuh, dengan berolahraga bisa mendapatkan kebugaran pada tubuhnya yang besar tinggi. Andre sendiri tidak merasa bentuk tubuhnya terlatih berotot, yang dinginkan hanya selalu dalam keadaa sehat jasmani.

“Dinda?” Andre memanggil merasakan keadaan rumah sunyi, “ini saya ada membelikan kamu sarapan, tidak perlu memasak.”

Melangkah menuju ruangan dapur mencari keberadaan gadis tersebut menerka sedang membuatkan sarapan, nyatanya tidak di sana.

Andre memilih menuju kamar Dinda seraya mengetuk pintu secara perlahan. “Dinda? Apa kamu sudah bangun?”

Sekali lagi memanggil dengan suara sedikit besar tidak mendapatkan jawaban, kali ini Andre mengetuk pintu lebih keras berharap gadis itu mendengar bahwa ada seseorang berada di luar kamarnya. Kenyataan mustahil, tidak ada sahutan sama sekali dari dalam. Andre melihat arloji yang menunjukkan pukul 06.01, menduga kalau gadis itu sedang mandi atau jangan-jangan masih ketiduran.

Melainkan, perasaan Andre seperti tidak nyaman. Ada gelagat buruk teringat gadis itu sedang merasa membebani sesuatu. Andre bergegas saja mendobrak pintu yang bersyukur tidak terkunci dari dalam, pintu itu terbuka lebar lalu Andre menoleh arah tempat tidur sudah rapi tidak ada Dinda rebahan.

Dan saat menoleh arah lain mencari keberadaan Dinda. Mendapatkan kejutan tidak menduga bahwa Dinda sekarang sedang berdiri memunggung berada di luar balkon sambil menggenggam gunting dalam pandangan Andre gunting tajam itu ingin menggores lehernya.

Andre segera berlari mengampiri mencekal menggagalkan aksi nekat Dinda. Dinda sendiri malah meronta dalam cengkeraman tangan besar Andre yang dengan mudah menahan kedua tangannya hanya menggunakan satu tangan saja.

“Apa-apaan kamu, hah!” geram Andre membentak, matanya dibakar dengan kemarahan.

“Apanya bagaimana?” kesal tanya balik Dinda.

Dinda heran dengan perilaku Andre hari ini, masuk dalam kamarnya dengan mendobrak pintu lalu manahan seperti ini sangat sakit lengannya. Andre mengangkat alisnya dan mengeraskan rahang bersabar.

“Dinda, jangan bertingkah nekat. Itu sebab kamu masih mempunyai saya, saya selalu ada untuk kamu. Jangan seperti ini, seharusnya kamu paham dalam janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu. Ada apa sebenarnya dengan kamu? Misalkan kamu mempunyai masalah bisa ceritakan kepada saya.”

Mendengar itu Dinda mengernyit semakin heran tercengang. Dalam hati, bunuh diri?. Menapa harus bunuh diri. Andre kemungkinan salah paham dengannya.

“Memangnya siapa yang mau bunuh diri? Aku itu mau memotong ujung rambut aku yang bercabang ini, begitu tahu.” tutur kenyataan yang sebenarnya kepada Andre.

“Bercanda, huh?” tanya penegasan Andre memastikan belum mau melepaskan pegangan tangannya yang malah takutkan Dinda berdalih.

“Memangnya untuk apa bercanda? Aku sedang serius!,” menggerutu, “hmm... Mau bantu aku tidak?.”

Andre menghela napas kasar melepaskan kedua tangan Dinda yang tadi ditahan. “Apa yang bisa saya bantu?”

“Bantu ini” memohon manja kepada Andre sudah memberikan gunting tersebut kepadanya.

“Ya.” Andre menyahut singkat. Melihat rambut Dinda yang terurai panjang sangatlah cantik halus, Andre sendiri menyukainya.

“Aku dulu sering sekali setiap minggu ke salon langganan, sekali perawatan rambut harganya mahal, dulu tidak mementingkan mahal yang penting rambut aku tumbuh bagus terawat sehat. Melainkan, itu dulu sih. Aku sekarang mana bisa begitu lagi ke salon, jadi rambut sekarang perawatan seadanya.”

“Apa kamu ingin ke salon lagi?”

“Mau. Cuman mana ada uang.” sahut lemah Dinda.

“Memangnya kamu ini tidak punya suami yang bisa kamu memintai uang?” tanya menohok Andre, membuat Dinda menoleh.

“Memangnya boleh minta dengan suami?”

“Tidak.” Andre menyahut cepat, sehingga gadis itu kecewa menoleh arah lain lagi.

“Kenapa?”

“Belajar hemat itu penting. Memang rambut ini mahkota kita, tetapi ingat dahulu sudah berapa uang yang kamu keluarkan untuk kehidupan berhura-hura kamu?”

“Aku minta maaf, memang salah.” tutur lirih Dinda mengakui kesalahannya.

Andre meletakkan gunting di meja luar balkon, melihat hasil rapi dari potonganya merapikan ujung rambut Dinda. Dinda setelah itu diam, membalik badan menunduk lemah.

“Apalagi kamu sedihkan, yang sudah biarkan berlalu. Misalkan tidak ada masa lalu mana bisa kamu belajar memahami dari masa sekarang?. Ya, nanti saya kasih uang ke salon.” tutur Andre.

Dinda mendongak lalu tersenyum lebar mendengar perkataan Andre barusan, memeluk lelaki tersebut dengan kegirangan kalau Andre sangat baik kepadanya.

“Makasih! Memang Om yang terbaik!”

Kemudian,  Dinda beranjak berdiri melangkah menuju cermin, sambil memejamkan mata belum mau melihat hasil dari potongan Andre.

“Ada yang salah?”

“1... 2... 3!”

Dinda menghitung lambat, ada pada hitungan ke tiga membuka matanya kaget tidak percaya, bibirnya terbuka masih menatap arah pantulan cermin. “Ini aku? Benaran?”

“Apa kamu lupa ingatan setelah gunting rambut? menarik sekali.” kekeh Andre sangat lucu akan kelakuan Dinda.

Seketika bibirnya berubah manyun dan berwajah menyebalkan menatap Andre. “Ye! Kenyataannya bercanda dengan om tidak asyik. Aku cuman mau lebay sedikit.”

“Lebay?” tanya Andre tidak mengerti.

Dinda menghela napas pelan, kembali tersenyum lebar. “Itu artinya berlebihan.”

Andre mendengkus menggeleng pelan akan terkadang Istrinya suka sekali berbicara aneh yang tidak bida dimengerti.

“Jangan semakin membuat saya pusing akan cara bicara kamu yang tidak masuk dalam kamus Bahasa Indonesia.” tutur Andre.

Dinda baru mengerti sekarang, pantas saja Andre itu selalu kaku dan sering berbicara menggunakan kata baku. Ya, ternyata Andre selama ini belajar dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk pengucapan.

“Maafkan kalau begitu. Aku mau mandi dulu, makasih dan potongannya bagus.” senyum Dinda mengambil handuk, kemudian melangkah masuk dalam kamar mandi meninggalkan Andre masih berdiri di dalam kamarnya.

Andre dengan begitu keluar dari kamar Dinda meninggalkannya yang sedang mandi. Setelah selesai mandi dan sudah mengenakan seragam sekolah. Dinda keluar kamar menghampiri Andre sudah menunggunya sembari menyeduh kopi hitam, baru Dinda mengetahui bahwa ternyata Andre suka minum kopi.

Perjalanan menuju sekolah setelah sarapan bersama Andre. Dinda mencoba untuk tenang sebelum tiba sampai di sana, menghela napas belajar tidak terpancing emosional mulai sekarang, dan akan masa bodoh dengan semua orang yang menjauh darinya.

Dinda sengaja mengunting rambut panjangnya dikarenakan hanya ingin memulai kehidupan baru, memulai semuanya dari awal seperti dulu saat masuk sekolah belum memiliki teman. Kehidupan baru kali ini harus terbiasa menghilangkan sifat buruk yang selalu ingin serba kemewahan, sekarang harus lebih baik dari hari kemarin.

“Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ad-Dahak disebutkan. Barang siapa terjun dari sebuah bukit untuk menewaskan dirinya maka kelak ia akan masuk neraka dalam keadaan terlempar jasadnya. Ia kekal dalam neraka selama-lamanya. Barang siapa yang meneguk racun dan racun itu menewaskan dirinya, maka racun itu akan tetap dalam genggaman tangannya sambil meneguknya di dalam neraka jahanam. la juga kekal di dalamnya selama-lamanya.”

Andre membuka obrolan berbicara menjelaskan pemahaman kepada Dinda, dari tadi gadis itu termenung diam. Andre melirik Dinda kelihatan sekali gadis itu menjadi pendiam dan banyak menghela nafas. Dinda sendiri lalu menoleh saat Andre mengatakan sesuatu yang menasihati dalam pelajaran Agama, tersenyum kagum kepadanya bahwa dia mendapatkan suami yang begitu memperhatikan.

“Ingat itu dengan baik. Itu bukan saya yang berbicara, melainkan juga datang dari perintah Allah.” nasihat serius Andre tidak ingin lagi Dinda ceroboh membahayakan diri sendiri.

“Aku mengerti.” senyum Dinda.

“Dan apa kamu mengerti kalau tidak sudah sampai dari tadi?” tanya Andre.

Dinda mendadak salah tingkah menoleh sebelah luar jendela mobil baru menyadari sudah sampai parkiran sekolahan. “Makasih.”

Dinda mengulurkan tangan di hadapan Andre yang malah mengambil dompet tersimpan di celana bagian saku belakang, mengeluarkan uang satu lembar berwarna biru dan berikan kepadanya.

“Jajan kamu,” tutur Andre. Dinda terdiam sejenak mendapatkan uang jajan pemberian Andre, padahal niatnya itu mau salam bukan minta uang.

“Aku mau salam. Bukan minta uang.”

“Kamu tidak butuh uang jajan? Kalau begitu berikan kembali” pinta meminta kembali Andre segera saja Dinda menolak.

“Bukan begitu. Aku pasti butuh, mau jajan apa nanti istirahat kalau tidak ada uang?. Ya, sudah sekarang mau salam.” gerutunya kembali menyodorkan tangan segera saja Andre menggenggam tangan Dinda, lalu secara mengejutkan mencium punggung tangannya.

Dinda malah terdiam terkejut dan heran, sekarang siapa yang bodoh? Kenapa Andre malah mencium tangannya. Ya Tuhan!.

“Apa sih, om Andre!. Kebalik tahu.” gerutu Dinda akan tingkah menyebalkan Andre, sekarang gilirannya yang mencium punggung tangan Andre.

“Ya, saya hanya ingin melihat wajah kamu marah.” candaan Andre kepada Dinda yang langsung menjulurkan lidah meledek Andre sebelum keluar dari Mobil.

“Modus!.”

Dinda keluar dari dalam mobil dan masih berdiri di depan sekolahan, sebelum masuk menuju kelas menghirup udara terlebih dahulu sudah beragam bau karena dari para penjual jajanan berada di depan.

“Dinda, kamu pasti bisa!.”

Menyemangati diri sendiri terlihat mantap melangkah masuk ke halaman sekolah. Tidak menoleh Andre yang masih memperhatikan sampai mengilang, tersenyum tipis akan tingkah menggemaskan Dinda.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel