Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab. 1

1. Apa ingin menjadi cantik itu, salah?

"Maaaa, lihat deeeeh, Kak Bita pake lipstik ke sekolah!"

Suara khas anak kecil milik seorang bocah perempuan, memecah keheningan rumah bertingkat dua yang berada di pinggir jalan sebuah kompleks perumahan. Beberapa saat kemudian, pintu-pintu di rumah berwarna biru itu membuka, dan langkah-langkah kaki mulai terdengar.

Di luar, sang mentari masih akan merangkak naik. Pelan, namun pasti. Cahayanya menerobos masuk ke salah satu jendela rumah yang sudah dibuka lebar. Di balik jendela itu, tampak seorang remaja berparas manis sedang sibuk mematut dirinya di depan cermin. Garis merah jambu yang tadi sempat mewarnai bibirnya, sekarang menyisakan warna merah pucat yang tidak bersemangat. Tsabita namanya, 16 tahun umurnya.

"Enggak, kok, Ma! Kansa apaan sih, orang nggak ngapa-ngapain, juga!" katanya, saat adiknya yang super menyebalkan itu, menangkap basah dirinya sedang memakai lipstik. Sesegera mungkin, dia langsung menghapus warna itu dari bibirnya. Dia tidak ingin ada yang tahu, setidaknya orang di rumah ini, lebih-lebih mamanya.

"Bohong! Itu apaan, merah-merah? Iiiih, genit, yaaaa!" Kansa masih bertahan di muka pintu kamar sambil menatap kakaknya itu dengan pandangan aneh. "Ih, jelek banget tau nggak, sih?!"

"Apaan, sih, Kansa? Pergi sana, ganggu aja deh! Masih pagi, nih!"

"Aku bilangin sama Mama kalo Kakak pake lipstik ke sekolah!"

"Bilang aja, nggak takut!"

Plis, semua teman sekolahnya sudah melakukan ini, loh! Mereka bahkan memakai pensil alis ke sekolah! Jadi, apa salahnya? Apa menjadi cantik itu salah? Bahkan, nih, Adila sama Bunga saja juga melakukan hal yang sama, kok. By the way, dua nama tadi adalah teman dekat barunya di SMA Cendikia.

"Bener nih loh aku bilangin sama Mama!"

Kemudian, Bita bisa mendengar dengan jelas suara langkah Kansa yang berisik menuruni tangga, juga apa yang dikatakannya.

"Ma, Ma, Kak Bita pake lipstik, loh!"

Mendengar itu, Bita langsung menggerutu. Dasar Kansa! Itu aja pake dibilangin!

"Masa?" Itu suara Amira, mamanya. Dari nada bicaranya, kedengarannya beliau tidak yakin.

"Iya, Ma! Kemarin juga."

Bita mengabaikan pembicaraan itu dan lebih memilih bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah karena seseorang pasti sedang menunggunya di luar sana.

"Mana, sih? Katanya pake lipstik? Nggak ada kok! Kansa bohong, niiiih!"

Bita agak memundurkan kepalanya sewaktu Agy, kakak laki-lakinya, mengamati wajahnya dengan seksama.

"Udah dihapuslah, Bang. Takut dimarah Mama, hahahaha!" Kansa yang menjawab, sementara Bita, hanya mencibir di belakangnya.

"Bener kamu pake lipstik ke sekolah? Sejak kapan?" tanya Amira, seraya menuangkan air dari dalam cerek.

"Nggak kok, Ma. Bukan lipstik, tapi... kayak pelembab bibir gitu," jawab Bita, berusaha terlihat meyakinkan.

"Mama nggak mau kamu pake begituan ke sekolah, ya! Biasa-biasa aja, kayak anak sekolah pada umumnya," seru beliau, tegas dan jelas.

Bita meraih segelas air di atas meja dan meminumnya. "Iya, Ma."

"Biarin kali, Ma. Namanya juga anak kekinian."

Mendengar celetukan Agy, Amira menggeleng, tanda beliau tidak setuju. "Mau kekinian atau enggak, tetap aja, pelajar di sekolah nggak diperbolehkan pakai begituan."

"Iya, Bu Guru. Ampun, nggak gitu lagi, " ucap Agy, sengaja menyinggung profesi wanita berusia hampir 45 tahun itu.

"O, iya, Ma. Nanti Bita pulang telat ya, mungkin agak sorean. Soalnya, mau ada praktek masak di sekolah," ucap Bita, setelah Amira duduk di kursi dan meminum teh manisnya. Tidak ada yang menyadari kalau ketika Bita bertanya demikian, suaranya sedikit bergetar, dan bahasa tubuhnya agak salah tingkah.

"Oh, ya udah, nanti pulangnya dijemput Abang." Amira melirik Agy sebentar, yang segera mengangguk.

Namun, rupanya, Bita tidak setuju. Dia langsung mengatakan kalau dia akan dijemput Atha nanti. Atha itu, tetangga seberang rumah yang juga satu sekolah dengannya.

"Bilang aja mau pacaran," kata Agy, bercanda.

"Apaan sih, orang kami cuma temen kok."

"Temen apa temeeeen. Dari dulu bilangnya gitu, friendzone, yaaaa? Hahaha, kasiaaaan!"

"Ih, nggak percaya banget sih? Bita sama Atha itu, cuma temeeeen."

Pada kenyataannya, Atha lebih dari sekedar teman bagi Bita. Jika ada sebuah persahabatan di antara mereka, maka hubungan itu sudah berubah sejak setahun yang lalu. Dan, rahasia itu, hanya mereka dan semesta saja yang tahu.

Beberapa saat kemudian, Bita pun berpamitan pada mamanya, juga pada papanya yang baru keluar dari kamar. Sepeninggal Bita, dan sesudah Papa duduk di sebelah Agy, tiba-tiba Kansa berceletuk.

"Ma, Ma, tadi malam, Kansa lihat Bang Atha cium pipi Kak Bita, loh."

Agy mendadak terbatuk, sementara Amira dan Doni sama-sama menatap Kansa dengan raut terkejut.

"Kansa, cepat makannya! Nanti kamu terlambat," ucap Amira sengaja mengalihkan pembicaraan. Kalau perkataan Kansa direspons, maka entah apalagi yang akan dibilangnya. Kansa tidak mungkin berbohong, karena usianya masih terlalu polos untuk itu.

"Anak jaman sekarang...," komentar Doni, singkat, namun menjelaskan kalau dia tidak suka dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Nanti biar Mama bilangin sama Bita," ujar Amira seraya tersenyum tipis. Dalam hati, dia menerka-nerka, berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat Bita pada mereka.

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel