Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

### chapter 1 pembukaan

PROLOG

Aku tidak pernah menyangka hidupku akan berubah sejak malam itu. makan malam keluarga yang seharusnya biasa saja.

Saat pertama kali melihatnya, mataku tak bisa beralih. Seolah dunia menyempit hanya pada satu titik ke arah laki-laki itu.

Waktu itu usiaku baru dua puluh tahun. Malam perkenlan antara calon ayahku dan calon kakak sambungku.

Dan di antara lampu-lampu restoran yang memantul di kaca, aku melihatnya Kael.

Ia tampak hangat, murah senyum, dan terlalu tampan untuk kuhadapi tanpa kehilangan napas. Tubuhnya tinggi, hampir menyentuh langit-langit cahaya, kulitnya pucat halus, dan rambut hitam legamnya tampak berkilau setiap kali menunduk sedikit. Tapi yang paling berbahaya adalah senyumnya. Senyum yang sederhana... tapi bisa membuat waktu berhenti bekerja.

Namaku Sena Andresth. Dua puluh tahun. Mahasiswi kedokteran.

Aku gadis yang terlalu pemalu, terlalu pendiam, dan hidup di bawah didikan ibu yang keras dan penuh di siplin ibuku beranggapan bahwa nilai dan prestasi adalah segalanya. Ibuku adalah orang yang paling sibuk tidak pernah ada waktu untuk ku.

Temanku hanya buku, ruang laboratorium, dan keheningan.

Namun malam itu, di antara denting gelas dan suara piano, aku tahu ada sesuatu yang mengusik hati kecil ku.

Kael bukan sekadar calon kakak sambungku.

Ia adalah awal dari sesuatu yang seharusnya tidak pernah terjadi cinta pertama dalam hidupku,

dan luka yang tak pernah bisa sembuh.

ini lah kisah ku kisah cinta yang tersembunyi di balik rumah keduaku.

___Pertemuan Pertama___

Restoran itu berdiri di puncak menara kaca, memantulkan cahaya malam Virelle City seperti lautan bintang yang jatuh ke bumi.

Lampu-lampu gantung kristal menggantung di udara, meneteskan kilau lembut ke atas meja bundar dari marmer putih. Di luar jendela besar, gemerlap kota menari di permukaan anggur merah dalam gelas kristal.

Casandra Morgan tiba lebih dulu anggun, percaya diri, dengan gaun satin abu muda yang membingkai setiap gerakannya seperti seorang wanita yang tahu betul caranya mengatur panggung. Diams Drevauk datang tak lama setelahnya, sosok tinggi berjas hitam dengan aura CEO nya. Di antara mereka, sepasang mata berpadar kearah Kael dan Sena.

Kael Noah Drevauk duduk tenang di sisi kanan meja. Jas hitamnya jatuh sempurna di bahu tegap, kancing atasnya dibiarkan terbuka, memberi kesan santai namun terukur. Ada sesuatu dalam tatapannya hangat di permukaan, tapi menyimpan jarak di dasar pandangannya.

Ia bukan tipe pria yang sulit didekati, tapi dunia seolah selalu memeluknya dari jauh.

Sena Andresth datang lima menit kemudian, dengan langkah ragu tapi sopan. Blus putih dan rok pastel yang ia kenakan terlalu sederhana untuk tempat semewah itu, namun entah bagaimana, justru itu yang membuatnya menonjol di antara cahaya emas restoran.

Tatapannya sempat menunduk, kemudian naik bertemu dengan mata Kael.

Sejenak, dunia berhenti bernafas.

Casandra memperkenalkan dengan senyum lembut, “Sena, ini Kael Noah Drevauk. Putra Tuan Drevauk. Mulai nanti... kita akan menjadi satu keluarga.”

Kael mengulurkan tangan terlebih dahulu.

“Sena Andresth, ya? Aku sudah mendengar banyak hal tentangmu,” suaranya rendah, jernih, dan sedikit bercampur kehangatan yang tidak diharapkan.

Sena tersenyum gugup, tangannya menyentuh telapak tangan Kael dingin tapi halus, seperti marmer yang baru disentuh cahaya.

“Kael... senang bertemu denganmu,” suaranya hampir tak terdengar, namun cukup untuk membuat detak jantung pria itu berhenti sesaat.

Mereka duduk. Percakapan orang tua mengalir tentang bisnis, universitas, dan masa depan yang tampak sempurna.

Kael, yang biasanya mudah berbicara, malam itu justru lebih banyak diam. Setiap kali matanya terangkat, ia menemukan Sena tengah menatap gelas air, seolah sedang menenangkan gelombang di dalam dirinya sendiri.

Dalam keheningan yang elegan itu, Kael baru sadar bahwa gadis pendiam di hadapannya bukan sekadar anak seorang profesor kedokteran. Ada sesuatu di balik tatapan matanya, sesuatu yang lembut dan ketenagan dalam waktu yang sama.

Dan tanpa ia sadari, malam itu, sebuah garis halus antara “keluarga” dan “perasaan” mulai tergambar di bawah cahaya lampu kristal.

___POV Kael___

Aku melihat calon adikku duduk di depan meja tenang, kaku, dan terlihat sedikit canggung dengan sekitarnya.

Sena Andresth.

Nama yang sudah sering kudengar dari cerita Ayah, tapi malam itu untuk pertama kalinya aku melihatnya sendiri.

Ia tampak berbeda dari ibunya.

Casandra Morgan selalu terlihat seperti wanita yang terbiasa berdiri di tengah cahaya; percaya diri, berwibawa, Glamor dan tahu cara berbicara dengan siapa pun.

Sedangkan Sena… gadis itu seperti bayangan lembut di pinggiran dunia tampak sederhana, polos, dan mungkin terlalu naif untuk tempat sebesar ini.

Entah kenapa, ada rasa hangat kecil di dada ketika menatapnya.

Sejak kecil aku tumbuh sendirian, tanpa saudara, tanpa seseorang yang bisa kupanggil keluarga selain Ayah yang selalu sibuk.

Mungkin itulah sebabnya aku merasa bahagia malam itu.

Akhirnya aku akan punya seorang adik.

Seseorang yang bisa kujaga, kumanjakan, mungkin… kusebut keluarga Baru .

Ayah banyak bercerita tentangnya: gadis yang pintar tapi tertutup, dididik terlalu keras, dan jarang tersenyum.

Aku melihat semua itu malam ini. Tapi di balik tatapan dinginnya, aku menangkap sesuatu yang lain ketulusan yang belum tahu bagaimana caranya bersinar.

Aku mencoba berbicara dengannya, tapi Sena lebih banyak diam. Jawabannya pendek, suaranya pelan.

dari cerita Ayah, aku kira ia akan lebih mudah diajak bicara.

Tapi gadis ini bukan seperti dalam cerita. Ia jauh lebih nyata, lebih… menarik dalam cara yang tidak bisa dijelaskan.

Aku tidak berpikir macam-macam waktu itu.

Bagiku, Sena hanyalah seorang adik yang baru kutemui gadis yang ingin kulindungi karena kami sama-sama pernah merasa kurang dicintai oleh salah satu orang tua kami.

Tapi dunia kadang memiliki cara aneh untuk memutar takdir.

Malam itu, aku tidak tahu bahwa rasa hangat yang kuanggap sederhana… perlahan akan berubah menjadi sesuatu yang lebih berbahaya, sesuatu yang akan membara tanpa aku bisa memadamkan nya.

Sesuatu yang tak seharusnya tumbuh,

namun tetap menyala diam-diam.

disinilah awal kisah cinta terlarang kami cinta yang membara penuh gairah.

Malam itu, restoran di puncak Virelle City dipenuhi cahaya lembut dan aroma wine yang tenang.

Percakapan di meja VVIP keluarga Drevauk berjalan dengan ritme hangat ringan, sopan, dan sesekali diiringi tawa kecil yang terdengar tulus.

Casandra Morgan duduk di sisi kanan, anggun seperti biasa; setiap gerakannya tampak terukur, seolah ia telah terbiasa menjadi pusat perhatian di ruangan mana pun.

Diams Drevauk, dengan sikap kalem dan berwibawa, berbicara banyak tentang rencana masa depan dan proyek bisnisnya.

Sementara di sisi lain meja, duduk dua sosok yang lebih muda Kael dan Sena.

Dunia di antara mereka terasa hening, tapi bukan karena canggung. Ada semacam kehati-hatian di sana, seolah keduanya sama-sama sedang mempelajari bahasa diam satu sama lain.

Kael sesekali mencuri pandang ke arah gadis itu. Sena tampak berusaha sopan, tapi jarinya tak berhenti memainkan sisi serbet di pangkuannya.

Dalam cahaya kristal yang menetes lembut dari langit-langit, wajahnya tampak lebih tenang dari sebelumnya tapi mata itu menyimpan sesuatu yang tidak bisa didefinisikan: gugup, kagum, dan mungkin sedikit malu.

Tiba-tiba, suara dering telepon memecah kehangatan itu.

Casandra mengeluarkan ponselnya, bicara singkat dalam nada serius yang membuat seluruh meja ikut diam.

“Ya, saya bicara… sekarang? Baik, saya segera ke sana.”

Ia menatap ke arah Diams dan Sena hampir bersamaan. “Ada operasi darurat. Aku harus ke rumah sakit malam ini.”

Diams menaruh serbetnya perlahan. “Aku antar kau.”

Namun Casandra ragu sejenak. Matanya berpindah ke Sena ada keraguan yang jelas di sana.

“Ah… Sena..”

Belum sempat ia melanjutkan, Kael menyela dengan tenang.

“Biar aku saja yang antar Sena pulang, . Ayah bisa langsung megantar anda ke rumah sakit, iya kan dad"

" baiklah kau antar pulang adik mu kael, sekarang kau seorang kakak..." ledek ayah kael degan senyum sumringah"

" baiklah ,,,..."

Casandra tersenyum lega, meletakkan tangannya di bahu Kael sebentar. “Terima kasih, Kael. Sena, kau di antar Kak Kael, ya. momy ada oprasi mendadak”

Gadis itu mengangguk, pelan, hampir tanpa suara.

“Baik, Bu.”

Tak lama kemudian, Casandra dan Diams bergegas pergi, meninggalkan kehangatan setengah jadi di meja makan.

Restoran yang tadi ramai perlahan menipis suaranya. Hanya ada piano yang bermain lembut di sudut ruangan, dan dua orang muda yang kini saling menatap tanpa tahu harus berkata apa.

Sena menunduk, menatap sendok yang tak lagi disentuhnya.

Kael berdiri, mengambil jas dari punggung kursinya, lalu menatapnya dengan senyum samar.

“Yuk, pulang,” katanya pelan.

Sena ikut berdiri, gerakannya hati-hati seperti takut membuat suara.

Mereka berjalan berdampingan melewati lorong restoran yang memantulkan cahaya tembaga dari lampu gantung.

Tak ada kata-kata.

Hanya langkah dua orang yang belum tahu, bahwa malam itu dalam keheningan yang tampak biasa takdir sedang menulis awal sebuah cinta yang tak seharusnya tumbuh.
Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel