Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

13. Nasib Naas Eduardo

Shaenette pov

Aku sudah tidak berani untuk keluar asrama saat malam hari walaupun jam bebas sekalipun. Aku nggak mau mati konyol di tangan hantu gila. Lebih baik aku mati di tangan Tuhan daripada hantu gila.

Stella sering menemani diriku jika keluar asrama dengan terpaksa. Kebanyakan Aunty dan Uncle yang datang mengunjungi diriku.

Tidak banyak keluarga dan teman-teman yang tahu tentang diriku yang bisa melihat mereka yang dari golongan makhluk halus sebangsa dengan terigu yang juga halus.

Aku duduk di ruang makan bersama beberapa temanku untuk menikmati coklat panas dan beberapa cemilan yang sengaja kita buat untuk bahan eksperimen.

Mereka menceritakan tentang Eduardo. Eduardo adalah lelaki buaya darat yang suka memacari para gadis di asrama ini. Ajegile emang.

Yang bikin mereka takut untuk pacaran dengan Eduardo dan yang bikin aku penampilan adalah saat Eduardo menjemput mereka di asrama, ada saja kejadian yang membuat teman wanita ku celaka. Kan aneh.

Mereka seakan mendengar suara mengerikan yang menyuruhnya untuk menjauhi Eduardo. Jika mereka menghiraukannya, mereka akan kena teror dari hantu.

Fix, dia pasti si Grace itu, hantu gila yang pernah membuatku tercebur ke kolam air mancur.

"She's Grace, right?". Dan mereka mengangguk bersamaan.

"She is exgrielfriend Eduardo".

Vangke.

Minta di gesperin tuh si Eduardo rame-rame. Belum tahu aja dia bagaimana para wanita jika bersatu ingin membunuhnya. Dahsyat.

Ku lihat dari kaca ruang makan, Grace si hantu gila itu kembali beraksi. Dia menerbangkan pot berisi kaktus kearah teman wanita ku yang sedang bersama Eduardo. Lelaki yang sedang kami ghibahkan dan yang pernah ku jumpai di restoran Uncle Steven.

"Girls, look". Tunjukku ke arah Grace yang membawa pot menuju teman wanita kami.

Tuhan, tolong selamatkan teman ku yang tidak bersalah. Selamatkan dia dari hantu gila itu.

Prank

Pot itu hanya mengenai pintu mobil Eduardo. Kami bernafas lega melihatnya. Kami akan mengingatkan gadis itu tentang Grace.

???

Aku mendapat telepon dar Aunty Marcella, yang menitipkan makanan untuk ku ke Eduardo.

Cari Mati ini mah.

Ku langkahkan kakiku menuju teras asrama dan melihat Eduardo sedang di sendiri tanpa seseorang pun. Kok rasanya lebih serem daripada dekat dengan si hantu gila itu.

"Where?". Tanyaku tanpa basa-basi. Cari aman aja.

Eduardo memberikanku paper bag berisi makanan yang dikirimkan oleh Aunty untukku.

Aku sekelebat melihat bayangan Grace saat dia tertabrak mobil di depan Asrama ini. Nafasku memburu membuat Eduardo memegang bahuku.

"Are you okay?".

Ku dorong Eduardo kala ku lihat Grace mendekat. Ku taruh paper bag tadi di lantai. Kepalaku mendadak pusing saat melihat sekelebat bayangan darah di tubuh Grace. Aku benci melihat darah sebanyak itu.

"Shaenette".

Tidak. Jangan tumbang sekarang. Aku mohon. Ku kuatkan kakiku melangkah menjauh dari Eduardo, namun dia terus berusaha menarik lenganku.

"Don't touch me. Go away".

Prank

"Arggh". Aku merunduk kala pot itu melayang tepat di atas kepalaku dan membentur dinding.

Eduardo memandang sekitar, dan tubuhnya membeku kala melihat Grace berdiri dengan wajah penuh darah. Bau anyir itu menusuk hidungku,membuat pening di kepalaku kembali.

"Gr g grace"

Suaranya menakutkan, ku memandang sekitarku untuk meminta bantuan teman-teman ku tapi tidak ada yang keluar dari kamar mereka, bahkan Stella pun tidak.

Mati aku.

Grace menghempaskan Eduardo ke tanah, kepala Eduardo terbentur pot besar dari tanah liat. Alhasil kepalanya berdarah.

Grace tiba-tiba mencekik leherku dengan sangat kuat. Aku kesulitan bernafas.

"Please don't hurt me. I don't like him. Akhhh ... please Grace ...".

"Grace ...  please, don't hurting her. She is not wrong. I'm sorry Grace, I'm sorry".

Cekikan Grace masih menekan kuat di leherku ini. Nafasku mulai semakin berat. Mommy, Daddy maafin aku.

"Grace".

Bruk

Uhuk..uhuk..

Aku terjatuh kala Grace melepaskan cekikannya dari leherku. Rasanya oksigen sudah kembali masuk ke tenggorokan ku.

Ku lihat Grace mendekati Eduardo yang sedang merunduk takut. Grace mengangkat Eduardo sepertiku tadi, kemudian dia menghempasnya kembali ke tanah dan kepalanya kembali terantuk pot.

Eduardo kembali berdiri meskipun dia terhuyung. Dia berlari kala Grace semakin mendekatinya. Tanpa melihat ke depan, Eduardo terus berlari menuju mobilnya yang terparkir di seberang taman asrama.

Argghhhh

Brukk

Badan Eduardo terpental jauh menabrak pembatas jalan di dekat mobilnya. Dia tertabrak mobil yang melaju kencang dari arah berlawanan, mobil yang menabraknya pun juga menabrak tiang listrik.

Grace tertawa lalu menghilang begitu saja seperti angin. Orang-orang mengerumuni Eduardo dan juga mobil yang tertabrak tiang listrik tadi. Membantunya keluar dari mobil dan ku lihat ambulance datang.

Ku lihat Eduardo mendekat kearahku. Dia bukan Eduardo, tapi dia arwahnya.

"Sorry".

Hanya itu yang dia katakan padaku dan dia menghilang seperti angin. Stella membantuku berdiri dan mengajakku masuk kedalam asrama.

Aku tidak menyangka bisa melihat bagaimana nasib naas Eduardo yang secepat itu pergi. Dan hantu gila itu sudah tidak terlihat lagi berkeliaran di taman asrama ini.

???

Dari sekian banyaknya murid di sekolah memasak ini, nama Andaralah yang keluar sebagai perwakilan untuk event nanti. Bahkan Andara pun tidak menyangka akan keluar sebagai peserta event memasak nanti.

Andara kini bersama Mia, sedang berjalan-jalan di sebuah mall. Dia di tarik oleh Mia agar menemaninya berbelanja sepatu.

Andara dan Mia terlalu asyik memilih sepatu. Hingga ada sebuah pemandangan yang mampu membuat Andara sadar. Jika secepatnya dia harus memutuskan Rendy.

Andara menghela napasnya kasar. Kenapa bukan Rendy sendiri yang memutuskan dirinya, jika dia selalu jalan dengan perempuan lain. Harusnya Andara menghampiri mereka, tapi dia terlalu malas untuk membuat masalah.

”Dara? lo kenapa deh?” Andara hanya menggeleng, dia menatap lurus pasangan yang sempurna itu, lewat begitu saja memilih sepatu di sana.

Bahkan perempuan anggun itu mendekati Andara yang sedang memegang snickers. Ini adalah perbedaan yang nyata, antara Andara dan perempuan itu. Dia anggun dan Andara tomboi, dia cantik dan Andara buluk, dia memakai dress dan Andara memakai jeans. Dia memakai high heels, Andara memakai sneakers.

Lengkap sudah perbedaan ini. Andara sadar 100%, jika sampai kapanpun, dia tidak akan bisa bersanding dengan Rendy. Karena dari segi umur pun, Andara dan Rendy berbeda 10 tahun. Dan pastinya Rendy tidak akan mencari perempuan yang bertingkah seperti bocah.

”Beb, sini deh!” Perempuan itu memanggil Rendy agar mendekat. Andara berusaha tidak melihat Rendy di sampingnya.

”Bagus yang mana sih? stiletto apa high heels?” tanyanya dengan nada manja. Bahkan Andara rasanya merinding disko saat mendengar nada manja dari perempuan itu untuk Rendy. Benar-benar menggelikan bagi Andara.

”Dara, gue udah dapat nih, yuklah!” Andara menengok saat suara cempreng dari Mia memanggil namanya.

Bertepatan dengan itu Rendy juga menatapnya dengan kaku. Kagetlah pastinya, berasa ketahuan selingkuh di belakang Andara. Eh, tapi kan Andara nggak cinta Rendy ya.

”Da ... ra?, Andara memandangnya datar, kemudian memandang perempuan di samping Rendy secara bergantian.

”Kamu kenal dia beb?” tanya Shei.

Rendy hanya diam. Haruskah Andara membongkar identitasnya? Atau haruskah Andara benar-benar menutupinya dan menangis seperti di film-film itu. Rasanya tidak, Andara bukanlah budak cintanya Rendy. Dia hanya sebagai pengisi sesaat, oh bukan, lebih tepatnya, pelampiasan kebucinan Rendy. Rendy menuntut Andara agar bisa berpenampilan seperti Shei.

”Rendy?” Shei mengguncang tubuh Rendy yang mendadak kaku.

”Saya sama dia cuma masa lalu kok Mbaknya, nggak penting juga. Iya kan Pak Tua?” Senyuman Andara mengembang penuh kemenangan, seakan mengatakan, gue-bisa-bebas-dari-lo-Pak-tua.

Shei bahkan kaget mendengar kabar mengejutkan tentang hubungan Rendy dan Andara. Apalagi saat sebutan Pak tua tersemat di panggilan itu. Memangnya Rendy setua itu untuk gadis di depannya ini. Ah benar sekali, gadis itu masih belia. Benar-benar jauh sekali umur mereka.

Andara berlalu begitu saja tanpa rasa bersalah telah mengatakannya. Shei memandang Rendy penuh tanya, bahkan rasanya dia ingin sekali tertawa dengan kerasnya di hadapan Rendy. Dia bersama gadis belia. Pedofil sekali Rendy kalau begitu.

”Ren, kamu beneran pernah jalan sama dia?” Rendy mengangguk kaku. Rasanya mulut Shei benar-benar terbuka lebar sekali. Bisa-bisa lalat masuk ke sana tanpa penghalang.

”Kamu gila? dia masih muda banget lho Ren, sepuluh tahun ya, jarak umur kalian?” Rendy menggeleng.

”Dua belas tahun.”

Astaga

Shei benar-benar di buat spot jantung. Dia berlalu begitu saja tanpa memperdulikan Rendy yang mengejarnya. Ini benar-benar membuat Shei di landa pusing mendadak. Gila, Rendy benar-benar Gila.

***

Andara menikmati minumannya, dia sedang menunggu Rina. Tiba-tiba Rina menelpon dan ingin bertemu dengannya di cafe. Andara mengedarkan pandangannya ke arah lain, tepat di sana ... di pintu masuk, Rendy datang dan berjalan ke arahnya.

Berasa ada makhluk tak kasat mata di depan gue. Batin Andara.

Rendy tiba-tiba duduk di depannya tanpa banyak bicara. Memandang Andara tajam, dia harus merelakan makan siangnya untuk bertemu dengan Andara, atas permintaan Rina. Padahal dia sudah ada janji dengan Shei.

”Ngapain kamu ajak mama ketemuan? Mama nggak bisa datang dan nyuruh aku gantiin.”

Andara menghela napas sejenak, mengambil ponselnya dan menunjukkan chatting dirinya dengan Rina. Dia arahkan tepat ke depan wajah Rendy.

”Baca! Tante Rina sendiri yang ngajakin gue ketemuan. Masih bisa baca kan Pak tua?”

Lagi dan lagi panggilan itu tersematkan di setiap percakapan antara dirinya dan Andara. Andara sekarang terlihat lebih berani, tidak seperti dua tahun dulu. Dia berbeda, tapi Rendy tetap tidak mencintainya.

”Andara?”

Sapaan dari seseorang yang membuat hati Andara berbunga-bunga. Bahkan dia tidak merasa perlu memperhatikan Rendy yang sedang meluapkan amarahnya, karena telah di bohongi Rina.

”Sudah lama di sini?” Andara hanya menggeleng, ”ayo makan siang bersama saya!” ucapnya yang benar-benar harus di sambut hangat oleh Andara.

Rendy mencekal tangan Andara yang akan pergi bersama Aiden. Ya. Lelaki itu adalah Aiden. Dia datang secara tiba-tiba tanpa di jemput dan pulang tanpa diantar. Dan sekarang membawa Andara seenak jidatnya saja.

”Kamu mau kemana? urusan kita belum selesai”

”Kita udah selesai lho Pak tua, kita udah end betewe!”

Andara berdiri begitu saja, dan menyambut uluran tangan Aiden yang terasa hangat. Andara tidak mampu menyembunyikan wajah bahagianya, bisa bergandengan tangan bersama Aiden. Bahkan kehaluannya beberapa hari lalu, sekarang nyata.

Rendy menatap nanar kedua sejoli yang terlihat bahagia tanpa dosa, berjalan keluar dari cafe ini. Bahkan rasanya ada hati Rendy yang ngilu melihatnya.

”Kenapa rasanya jadi sakit?”

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel