Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7

Hana duduk di samping kursi kemudi, sedangkan suaminya sedang fokus mengemudikan mobilnya. Ia hanya memandang keluar jendela. Hana memperhatikan setiap jalan yang dilalui suaminya. Walau bagaimanapun ia harus tahu kemana suaminya akan membawanya. Ingin sekali ia bertanya kepada suaminya. Namun hal itu tidak jadi di lakukannya. Dirinya sangat takut untuk bertanya.

Daffin yang sedang mengemudi kan mobil, sekali-sekali memandang ke arah istrinya. Wajah wanita itu pucat, duduknya juga gelisah. Dari gerak gerik Hana, terlihat bahwa saat ini wanita itu sedang ketakutan. "Apa dia begitu sangat takut ikut dengan aku." Daffin tersenyum tipis saat mengetahui hal ini. Dirinya begitu sangat senang saat mendapat permainan seperti ini. Baginya Hana, hanya mainan saja untuknya. "Aku menyukai sikap polos dan menurutnya. Aku sangat suka bila dia takut kepada ku, sehingga dia tidak akan pernah mencoba untuk berniat kabur. Wanita seperti ini yang aku sangat suka. Kebodohan dia, merupakan hal yang sangat menguntungkan untuk mu." Daffin berkata dalam hatinya.

Jujur saja, Hana sangat takut saat ini dirinya berharap suaminya akan membawanya ke rumah mertuanya. Mengingat papa dan mama mertuanya terlihat sangat baik. " Seganteng apapun laki-laki, bila punya sifat seperti ini, tetap saja akan terlihat sangat seram dan menakutkan. Ingin rasanya aku melompat dari mobil ini, dan terbebas. Tapi mengapa nyali aku langsung menciut." Hana berkata ketika mobil yang di kemudikan suaminya cukup ngebut.

Cukup lama Hana duduk di dalam mobil dengan terus memperhatikan jalan yang dilewatinya. Tidak ada percakapan yang mereka lakukan selama di perjalanan, hanya alunan musik yang terdengar didalam Mobil memecahkan keheningan. Mobil yang dikemudikan Daffin masuk ke perumahan elit. Hana memandang rumah mewah yang berukuran sangat besar. Jujur saja, ini untuk pertama kalinya dirinya masuk ke rumah yang mewah bak istana. Rumah yang bertingkat tiga dengan pagar besi yang menjulang tinggi, lengkap dengan taman bunganya. "Apa ini rumahnya?" Hana bertanya dalam hati. Seharusnya pertanyaan itu di diungkapkannya dengan suaminya. Namun Hana tidak berani untuk menanyakan ini. Pada akhirnya, ia hanya diam saja.

Daffin memberhentikan mobilnya di depan rumah mewah miliknya. Rumah ini sudah di disiapkannya untuk menjadi tempat tinggal bersama dengan Berlin. Daffin turun dari dalam mobil dan membuka sendiri pagar rumahnya. Ia kembali masuk ke dalam mobilnya dan memasukkan mobil tersebut ke bagasi.

"Sudah sampai, turun," ucapnya.

Hana menganggukkan kepada dan mengikuti langkah kaki suaminya dari samping. Hana memandang rumah nan mewah berwarna putih tersebut. "Rumahnya sangat besar. Tapi sepi sekali." Hana berkata di dalam hatinya. ia selalu bertanya Setiap kali ada pertanyaan di dalam pikirannya. Namun pertanyaannya ini hanya berani di utarakannya dalam hatinya.

Daffin membuka pintu rumahnya.

"Ini rumah kita," ucapnya saat pintu itu mulai terbuka dan mereka masuk ke dalam.

"Iya tuan," jawab Hana. Masuk ke dalam rumah yang begitu sangat mewah seperti ini membuat bulu kuduknya merinding. Dengan cepat Hana mengalihkan pandangannya ketika melihat wajah Daffin dan senyum yang begitu sangat mengerikan untuknya, hingga membuat bulu kuduknya berdiri

"Kamar di atas," jelas Daffin yang menunjuk ke atas.

Hana memandang ke seluruh rumah yang sudah lengkap dengan furniture di dalamnya. Wallpaper dinding rumah ini begitu terkesan mewah. Perpaduan gold dan silver.

"Di rumah ini, Aku tidak ingin memakai pembantu, dan juga security. Jadi aku harap kamu yang menyelesaikan semua urusan rumah." Daffin berkata dengan sangat tegas.

"Baik tuan, Anda tidak usah pakai ART tuan, saya bisa membersihkan rumah ini sendiri. Lagipula gaji ART cukup mahal. Bila anda memberikan Gaji ART untuk saya, saya tidak keberatan tuan. Saya akan bekerja dengan baik." Hana tersenyum. "Duh, kenapa aku tawarkan diri untuk jadi ART seperti ini. Tapi uang gaji nya pasti lumayan besar. Bisa aku pakai untuk print out skripsi dan juga untuk copy skripsi. Hana tersenyum tipis ketika membayangkan hal tersebut. Bila sudah masalah uang, membuat dirinya lupa akan harga diri. Namun Hana tidak bisa menutupi bahwa ia sangat butuh uang untuk menyelesaikan kuliahnya yang sudah semester akhir. Di semester akhir ini, dirinya begitu banyak membutuhkan uang. Uang beasiswa yang didapatkannya, hanya satu kali yang terakhir ini saja, setelah itu, beasiswanya akan dicabut karena statusnya yang sudah menikah. "Biar aja deh, yang penting punya uang." Meskipun malu namun ia tetap harus bermuka tembok saat ini.

Daffin hanya diam saat mendengar ucapan istrinya. Ia kemudian pergi meninggalkan rumah tersebut.

Hana memandang suaminya yang pergi dengan mengunci pintu rumahnya. Hana bisa mendengar suara mobil Daffin yang pergi menjauh dan kemudian menutup pagar terlebih dahulu.

"Ya ampun, serem sekali. Rumah sebesar ini aku tinggal sendiri. Hana memandang ke sekelilingnya. Tapi ini lebih enak aku sendiri di sini. Dari pada dia ada disini. Jujur saja, dia itu jauh lebih menakutkan dari pada hantu. Pokoknya serem banget menurut aku," Hana berbicara sendiri. "Aku lupa, nanyain baju aku," ya sudahlah pakai baju ini gak pakai ganti. Hana memandang long dress yang di pakainya.

Ia berjalan mengelilingi rumah tersebut, Ia masuk kedalam kamar yang diucapkan oleh suaminya. Hana begitu terkejut dan terpesona saat melihat kamar yang sangat luas. kamar ini begitu sangat nyaman dan mewah. "Ini baru aja kamar, belum yang lainnya. Mungkin bisa habis satu harian juga bersih-bersih rumah seperti ini." Pikir Hana.

"Jadi rumah sebesar ini akan aku tinggal sendiri seperti ini?" Tanya Hana lagi.

"Sejujurnya, aku lebih takut dengan dia dari pada hantu. Sampai sekarang masih pedih. Aku lupa tanya ke dia di mana tempat kotak P3k biar aku bisa kasih Anti septik, biar gak infeksi dan cepat kering. Mana sejak tadi kerjaan mandi terus lagi. Jadinya gak kerang-kerangan." Hana berkata ketika dirinya merasakan kulitnya yang terasa amat perih.

"Aku di tinggal sendiri di rumah ini. Itu artinya, aku bisa pergi kapan saja." Hana tersenyum dengan mata yang terbuka lebar. "Ya ampun, aku senang sekali. Dia kirain aku mau hidup dengan dia. Lagi pula, di mana letak keadilan untuk aku. Aku yang tidak tahu masalah harus berada di tempat yang seperti ini." Hana berkata dengan menangis.

Hana diam dan memandang ke sekelilingnya. Ia takut di dlam kamar ini ada CCTV. "Aku akan menjadi istri baik dan polos untuk mu, biar kau percaya. Di saat kau lengah, aku akan kabur." Tekat Hana.

"Coba aja kalau ada ponsel aku, pasti aku akan telpon tema-tema. Biar gak suntuk. Aku lupa, di ponsel juga gak ada pulsanya." Hana sedikit tersenyum.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel