Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1

"Kak, tolong pijitin kaki mamak"

Aku yang mendengar permintaan mamak, pun menghentikan kegiatan menulisku, kemudian menghampiri mamak yang sedang duduk lesehan diteras depan Rumah.

"Mak, tadi aku liat Paman Jun sedang memarahi Rina, saat aku melewati Rumah Paman Jun" ucapku sembari memijit kaki mamak.

"Sungguh?" tanya mamak yang tadinya asik membaca Alkitab.

"Kenakalan apalagi yang dibuat Rina sampai-sampai Paman mu memarahinya" lanjut mamak menatapku.

"Tidak tau, besok akan aku tanyakan pada Rina"

"Tidak perlu, nantinya kau dikira kurang sopan, karena menanyakan mengapa Rina dimarahi Bapaknya, lagian Rina tentu tidak senang jika ada yang menanyakan hal demikian, kau tau saja Rina anaknya seperti apa" ujar mamak yang kemudian meletakkan Alkitab diatas bangku.

"Baiklah jika begitu" ucapku yang terus saja memijit kaki mamak.

Setelah itu tidak ada lagi percakapan, kami berdua sibuk dengan pikiran kami masing-masing.

Saat sedang asiknya melamun tiba-tiba hidungku menghirup sesuatu yang tidak mengenakkan.

"Mak, apakah ayamnya Pak Ahmad menelur disamping Rumah kita lagi?"

tanyaku dengan jari yang aku gosokkan di depan lobang hidungku. Sungguh baunya tidak enak sekali.

"Kenapa kau tanyakan begitu?" bukannya menjawab mamak malah bertanya kepada ku.

"Aku menghirup aroma tidak sedap disekitaran sini, seperti telur busuk" ujarku yang mengendus-endus udara memastikan benar tidaknya tebakan ku.

Mamak pun juga ikutan mengendus.

"Tidak ada, yang mamak cium hanya bauk badan kamu" ujar mamak dengan mengapit lubang hidungnya dengan jari jempol dan telunjuk.

Aku yang mendengar perkataan mamak, mencebikan bibir kesal.

Sontak mamak langsung terbahak melihat ekspresiku, tidak lama karena setelah itu aku ikut tersenyum melihat mamak tertawa lepas disore ini. Tidak seperti tiga bulan kemarin yang selalu saja menangis setelah kepergian Bapak.

"Kapan kita ke kuburan Bapak, Mak?"

"Tidak tau" jawab mamak setelah tawanya reda.

"Kita sudah lama tidak mengunjungi kuburan Bapak, aku merindukannya. Bisakah besok pagi kita kesana?" tanyaku hati-hati takut mamak menjadi sedih karena perkataan ku.

"Tidak perlu Bapak mu tidak butuh kita lagi, jadi tidak usah mengunjungi tempat Bapak"

Aku tau dari ucapan mamak tersirat kesedihan didalamnya aku tau mamak belum bisa melupakan Bapak.

"Ayolah Mak, jika bukan kita siapa lagi yang akan mengunjunginya. Aku ingin membersihkan kuburan Bapak mungkin sudah dipenuhi rumput liar" bujuk ku memberi pengertian.

"Ya sudah besok pagi kita akan mengunjungi kuburan Bapak" putus mamak sungguh aku senang mendengarnya ah aku tidak sabar menunggu besok pagi.

"Tapi kau harus bangun pagi-pagi sekali, jika tidak maka mamak akan batalkan kunjungan ke tempat Bapak"

Ucap mamak tersenyum jail melihatku.

"Mamak" rengek ku tak terima, bagaimana bisa aku harus bangun pagi-pagi sekali tau saja aku anaknya susah bangun jika masih mengantuk.

"Kapan ujian mu berlangsung?"

tanya mamak sembari menepuk nepuk telapak tangan kananku.

"Minggu besok kami sudah mulai ujian Mak, dan berlanjut sampai akhir Minggu ketiga nanti"

"Tidakkah kau merasa pusing karena ujian yang akan kau hadapi nantinya?"

Aku tersenyum melihat mamak, aku tau dia mengkhawatirkan ku, takut aku akan jatuh sakit seperti semester kemarin. Karena menambah jam belajar agar bisa mendapatkan nilai bagus.

"Tidak mak, aku malah senang semakin cepat ujian dilaksanakan semakin cepat sekolah diliburkan, dengan begitu aku bisa membantu mamak satu harian penuh" ucapku semangat, mamak yang melihat ku dengan raut wajah menangis, mamak mudah sekali tersentuh.

"Kau memang anak mamak yang paling baik dan cantik, tidak sia-sia mamak memungut mu dahulu" lihatlah, tidak bisakah mamak tidak menggodaku satu hari saja? Mamak selalu berhasil membuat ku kesal.

Meletakkan tangan ku didada kiriku sembari menaikan pandangan keatas.

"Oh Tuhan, apakah dia beneran mamak ku? aku selalu dibuat kesal karena ucapannya" ujarku sok dramatis.

Mamak yang mendengarnya tertawa dengan tangan yang sudah menjewer telinga kanan ku, tidak kuat.

"Kamu ini nakal sekali"

"Tidak mak aku tidak nakal, aku adalah anak baik kebanggaan Bapak sama mamak" ucapku lantang dengan penuh semangat tak lupa menampilkan deretan gigi putih milik ku.

Mamak tak henti-hentinya tertawa, membuat ku cukup senang karena itu. Tuhan bisakah kau pertahankan raut  bahagia diwajah mamak?

"Kau memang anak kebanggaan mamak sama bapak,  tetaplah menjadi kebanggaan kami berdua"

Sepertinya air mata ku akan jatuh, sungguh perkataan mamak sangat menyentuh hatiku.

Ku cium pipi mamak ku, kemudian tersenyum padanya "Aku akan dan selalu menjadi kebanggaan kalian berdua, karena jika bukan aku tidak mungkin Asep anak pak RT yang menjadi kebanggaan kalian berdua secara aku kan anak kalian bukan asep" ujar ku diakhiri ketawa yang keluar dari bibirku.

"Bisa saja,  jika mamak meminta untuk bertukar anak kepada pak Asep" kini giliran mamak yang tertawa senang sekali membuat ku kesal.

"Ya sudah tidak apa, aku pun ingin merasakan menjadi anak pak Asep, dengar-dengar dia mempunyai banyak makanan dirumahnya mungkin aku akan kenyang setiap harinya dengan makanan yang melimpah" aku pun tidak mau kalah, tidak adil jika hanya aku yang dibuat kesal mamak pun harus, aku terlalu jahat sebagai anak.

Mamak geleng kepala tidak habis pikir dengan diriku yang selalu tidak mau kalah dalam hal membuat kesal.

"Sudah mau gelap, akankah kau pertahankan aroma tidak enak dari tubuhmu itu kak? Mamak sepertinya akan pingsan sebentar lagi" ah ya aku belum mandi, mendengar ejekan mamak aku jadi malu karena sampai jam segini belum juga mandi, padahal aku tadi sempat membersihkan sekitaran Rumah, setelah itu langsung menulis, dan tentunya ritual mandi aku lupakan.

"Baiklah aku akan mandi, lihatlah anak mu ini setelah mandi akan bertambah cantik" kataku dengan percaya diri yang melibihi rata-rata.

"Sepertinya akan segera datang hujan" ujar mamak ku tak nyambung.

"Tidak mak, tidak ada tanda-tanda hujan akan datang sekarang itu musim kemarau jadi untuk hujan turun adalah kemungkinan kecil" jawabku sembari melihat-lihat atas langit.

"Namun sepertinya hujan akan datang" kenapa mamak ku keras kepala sekali.

"Kamu tau kenapa?" aku menggelengkan kepala,  bagaimana aku bisa tau jika belum diberitahu, benarkan?

"Karena alam menolak percaya dengan perkataan mu yang mengatakan akan tambah cantik setelah mandi nanti" setelah mengatakan itu mamak tertawa sekeras-kerasnya sampai memegang perutnya yang kesakitan.

"Boleh tidak tukar tambah mamak di Tokopedia?" Kataku menatap mamak datar.

"Boleh, mungkin aku akan mendapatkan anak yang lebih cantik dari kau"

"Mak, nangis nih aku jahat kali" ujarku yang sudah terisak, tidak terima dengan perkataan mamak.

"Jangan menangis, kau semakin jelek jika menangis" oh Tuhan, mamak semakin gencar menggodaku, ah aku sudah tidak tahan lagi, tolong carikan mamak pengganti untuk ku.

"Udahlah mandi aja aku mamak tega kali pun" ucap ku sambil berlalu masuk kedalam rumah, sungguh jika berlama-lama disitu mungkin aku benar-benar akan ganti mamak.

"Anak mu sudah besar mas" gumam mamak yang masih bisa ku dengar

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel