Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Sugar Baby | Millie Tidak Hadir

Author POV

Millie memutuskan untuk segera pergi dari apartemen mewah itu. Dia semakin dirundung malu karena pria yang berhasil mencuri hatinya untuk pertama kalinya telah mengetahui pekerjaannya.

Dia berjalan dengan langkah lemas dengan sesekali meringis sakit karena merasakan punggungnya yang nyeri. Di sudut hatinya yang terdalam, dia berharap Adam Holland akan mengejarnya dan memaksanya untuk tetap tinggal. Tapi sepertinya pria itu sudah sangat jijik dengan dirinya.

Millie menyetop sebuah taksi. Sekarang tujuannya adalah ke rumah Rachel. Hanya gadis itu yang terlintas di pikirannya. Jika dia memutuskan untuk tetap pulang, maka ayahnya akan memukulinya lagi.

Sampai di sebuah rumah yang terlihat megah, Millie turun dari taksi dengan susah payah. Punggungnya begitu sakit sampai dia merasa tubuhnya sebentar lagi akan limbung.

"Nona tidak apa-apa?" tanya sopir taksi itu yang sepertinya berusia 50 tahun ke atas.

"Tidak, Pak. Sebentar, saya akan meminjam uang dulu ke teman saya untuk membayar Bapak." balas Millie dengan menampilkan senyum baik-baiknya.

"Tidak perlu, Non-"

"Jangan, Pak. Bapak bekerja sampai larut pasti untuk menghidupi keluarga Bapak. Jadi tolong tunggu sebentar. Saya tidak akan lama." Millie bukan bermaksud untuk tidak sopan, namun dia hanya ingin sopir taksi ini tidak mengasihaninya.

Dengan langkah pelan dia mendekat ke pak satpam yang tampak tersenyum menyapanya. Pak satpam kemudian membukakan pintu untuknya. Dia segera masuk ke dalam rumah megah itu.

Pak sopir masih tampak duduk menunggu di depan gerbang. Tak lama dia melihat Millie kembali dengan seorang gadis. Millie kemudian menyodorkan selembar uang berwarna merah kepadanya.

"Ini kembaliannya, Non." sopir itu menyurukkan uang pecahan 50 ribu yang langsung ditolak oleh Millie.

Entah apa yang mereka bicarakan hingga kemudian sang sopir taksi masuk ke dalam mobilnya dengan wajah senang.

"Kamu baik sekali, Mil." kata Rachel dengan senyum bangga.

"Kamu jauh lebih baik karena mau membantuku." timpal Millie.

Rachel merangkulnya dan mereka berdua masuk ke dalam rumah dengan sedikit berbincang. Semua yang dialami oleh Millie hari ini dia ceritakan pada sahabatnya itu.

|•|

Adam POV

Aku masuk ke kelas XII-A dengan malas. Rasanya aku masih ingin berada di apartemenku yang entah mengapa sangat nyaman. Mungkin karena aku sangat lelah dan memutuskan untuk tidak pulang. Namun hati kecilku mengatakan jika aku bisa tidur senyenyak itu karena mencium bau harum di bantal yang digunakan oleh gadis yang aku selamatkan kemarin.

Seperti kemarin, sebelum memulai pelajaran aku akan mengabsen satu-persatu murid di kelas. Aku menatap bangku paling belakang di sebelah gadis pirang yang saat ini kosong. Bukankah itu tempat duduk gadis yang aku selamatkan tadi malam?

"Karl Valerie?" ucapku.

"Yes, Sir."

"Dara Handerson?" lanjutku.

"Yes, Sir."

"Millie Watson?"

"She's absent, Sir." jawab gadis di samping bangku kosong.

"Why?" tanyaku penasaran.

"She's sick." jawab gadis pirang itu lagi.

Aku mengangguk singkat dan kembali mengabsen murid yang lain. Sekarang aku jadi tau jika nama gadis itu adalah Millie Watson. Nama yang mirip dengan nama putriku Emily. Namun aku pastikan, Emily-ku tidak akan menjadi gadis sepertinya ketika besar nanti.

|•|

Millie POV

Aku terbangun mendengar ketukan pintu kamar Rachel. Ketika aku ingin bangun, punggungku terasa sangat nyeri sampai membuatku ingin menangis.

"Masuk saja, Bibi." seruku dari atas tempat tidur. Rasanya aku tidak sanggup untuk menggerakkan tubuhku karena saking sakitnya.

"Maaf ya, Non. Ini Bibi bawakan bubur sama teh hangat. Non Millie pasti badannya kaku semua, kan?" kata Bik Rini.

"Iya, Bik. Maaf sudah buat Bibik repot." jawab Millie tersenyum canggung.

"Tidak papa, Non." jawab Rini seadanya. Wanita setengah baya itu dengan telaten mengurusnya, mulai dari memberi sarapan, mandi sampai berganti baju. Millie sampai dibuat terharu karena perlakuan itu.

Siang harinya dia memilih untuk duduk di balkon sembari menunggu kepulangan Rachel. Rasanya sudah cukup dia menginap di sini dan ingin pamit pulang.

Benar saja, tak lama mobil Rachel masuk ke dalam pelataran mansion. Disusul dengan turunnya gadis itu yang tampak ceria melambaikan tangannya ke arah Millie.

"Kenapa tidak di dalam saja?" teriak Rachel.

"Aku sengaja menunggu kamu pulang." jawab Millie ikut berteriak.

Keduanya tertawa. Rachel kemudian berlari masuk ke dalam rumahnya dan pergi ke kamarnya.

"Kamu sudah makan siang?" tanya Rachel begitu sampai di kamarnya. Gadis itu melepaskan kunciran rambutnya dan langsung berbaring di atas kasur.

"Sudah. Baru saja selesai." jawab Millie sekenanya. Gadis itu ikut duduk di samping Rachel.

"Aku mau pulang, Chel." lanjut Millie. Dia tau, Rachel pasti tidak akan mengijinkannya.

"Di sini saja, Mil. Kalau kamu pulang nanti ayahmu pasti memukulmu lagi." terang Rachel menatap Millie serius.

"Tapi bagaimana pun dia ayahku, Chel. Aku harus tetap pulang. Dia pasti mengkhawatirkanku." tolak Millie.

Rachel menghembuskan nafas kasarnya.

"Dia tidak akan mengkhawatirkanmu, Mil. Jika dia punya rasa sayang padamu, dia tidak akan menyiksamu seperti itu. Dia juga tidak akan membuatmu bekerja seperti ini." jelas Rachel yang memang benar faktanya.

Millie menahan sesak mendengar ucapan itu. Benar, ayahnya tidak akan mungkin khawatir padanya. Justru dia akan memiliki alasan untuk menyiksanya lagi. Tapi sebagai anak, Millie berusaha untuk tetap berpikir positif pada ayahnya. Pasti ada setitik rasa sayang yang dimiliki oleh ayahnya untuknya.

"Untuk kali ini aku akan pulang. Tapi jika dia menyiksaku lagi, aku akan kembali ke sini." jawab Millie tersenyum teduh.

Rachel merasa tidak yakin. Sebagai seorang sahabat yang berteman dari sejak sekolah dasar, dia cukup tau tabiat ayah Millie. Walaupun dulu pria itu terlihat sangat baik, namun sekarang berubah jadi orang yang tempramental.

"Aku akan baik-baik saja, Chel." kata Millie lagi, berusaha meyakinkan Rachel.

Akhirnya dengan berat hati gadis itu mengiyakan keputusan Millie. Dia berusaha untuk tidak ikut campur terlalu jauh dengan sepasang ayah anak itu. Walaupun hatinya ingin sekali menjauhkan Millie dari pria itu.

Setelah mendapat ijin dari Rachel, Millie pun pulang dengan di antar oleh sopir pribadi keluarga Gilbert. Sepanjang perjalanan, Pak Sony suami Bik Rini banyak mengajak Millie berbicara.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel