BAB. 6 Merindukan Kekasih Dari Masa Lalu
Pagi itu, mentari keemasan mulai menyelinap masuk melalui jendela besar di sebuah mansion megah yang berdiri kokoh di Kawasan Jakarta Selatan. Kedua orang tua Joseph yang juga tinggal di sana sejak pagi-pagi sekali telah keluar kota.
Sementara di dalam salah satu kamar utama yang luas, seorang pria berdiri di depan cermin besar dengan ekspresi tenang namun penuh wibawa. Dialah Joseph Mikuel, CEO muda dan ambisius dari JM Corp, perusahaan yang sedang naik daun di dunia bisnis Indonesia.
Joseph mengenakan setelan tuksedo hitam pekat, yang jahitannya rapi mengikuti lekuk tubuh atletisnya. Dasi kupu-kupu terpasang sempurna di lehernya, memberikan sentuhan formal yang semakin mempertegas aura elegan dan berkelas.
Setelan tuksedo tersebut baru saja dibeli olehnya di salah satu butik ternama di Kota Jakarta.
Joseph pun menatap refleksinya di cermin, memastikan tidak ada satupun detail yang kurang.
"Sempurna," gumamnya dalam hati.
Baginya, kesempurnaan adalah segalanya, baik dalam segi bisnis maupun dalam penampilan.
Di Lantai Bawah Mansion,
Sementara itu, di lantai bawah, Andi, asisten pribadinya yang sangat setia, sedang berdiri menunggu di dekat pintu utama. Wajahnya menunjukkan ekspresi sabar, meskipun dalam hati pria itu sedikit gelisah.
"Bos Joseph belum turun juga," pikir Asisten Andi sambil melirik jam tangannya.
Di ruang makan, meja panjang sudah tertata rapi dengan berbagai menu sarapan mewah. Ada croissant hangat, telur dadar lembut, sosis premium, serta jus jeruk segar yang telah disiapkan oleh para asisten rumah tangga.
Namun, Asisten Andi sudah bisa menebak apa yang akan terjadi.
Dari lantai atas, terdengar langkah kaki yang mantap dan berwibawa menuruni tangga. Saat Joseph muncul, aura tampan, elegan, dan karismatik langsung terpancar dari penampilannya.
Setelan tuksedonya terlihat sungguh sangat sempurna, dengan aroma parfum eksklusif yang samar-samar mulai memenuhi ruangan itu.
Asisten Andi, yang sudah terbiasa bekerja dengan Joseph, tetap terpesona oleh kehadiran atasannya.
"Selamat pagi, Bos," sapanya sopan, sambil memberikan senyum tulus.
Joseph hanya mengangguk kecil sebagai balasan. Dia bukan tipe pria yang banyak berbicara jika tidak perlu.
Asisten Andi menunjuk ke arah ruang makan.
"Bos, bagaimana kalau sarapan dulu? Para asisten rumah tangga sudah menyiapkan menu terbaik pagi ini."
Joseph melirik meja makan yang penuh hidangan lezat, lalu menatap jam tangannya yang mahal. Waktu semakin mendekati jam delapan pagi.
Joseph menghela napas ringan dan berkata dengan nada tegas,
"Tidak. Nanti saja saat di kantor. Kita harus berangkat sekarang."
Asisten Andi sempat ingin membujuk sang atasan, akan tetapi dia sangat tahu watak sang bos, sekali Joseph mengambil keputusan, tidak ada yang bisa mengubahnya.
"Baik, Bos," jawab Asisten Andi, akhirnya dengan patuh.
Walaupun sebenarnya, saat ini perut Asisten Andi mulai berkeroncongan. Pria itu sendiri belum sempat makan sejak pagi, tetapi tentu saja dia tidak bisa membantah perintah Joseph.
Perjalanan ke Kantor,
Merekapun berjalan keluar menuju halaman depan mansion yang sangat luas, di mana sebuah mobil mewah Rolls-Royce hitam sudah siap menunggu. Seorang sopir membuka pintu untuk Joseph, yang masuk dengan gerakan anggun dan terlatih.
Asisten Andi mengikuti dari belakang dan duduk di kursi penumpang depan.
Saat mobil melaju meninggalkan kawasan mansion, Joseph bersandar santai di kursinya. Matanya menatap keluar jendela, akan tetapi pikirannya sudah terfokus pada wawancara yang akan dilakukan hari ini.
Hanya ada satu kandidat untuk posisi sekretaris pribadinya yaitu Mary Violet, mantan kekasihnya saat SMA dulu.
Joseph bukan tipe pria yang suka membuang waktu dengan banyak seleksi. Jika seseorang memenuhi standar dan kriterianya, dia akan langsung menerimanya.
Dan sejauh ini, Mary tampak menjanjikan. Berbekal CV yang sempurna dan rekam jejak akademis yang luar biasa, Joseph tertarik untuk melihat apakah wanita itu benar-benar layak menjadi tangan kanannya di perusahaan.
"Andi," panggil Joseph tiba-tiba.
"Ya, Bos?"
"Sudah dikonfirmasi jika Mary tiba tepat waktu?"
Andi segera memeriksa ponselnya dan mengangguk. "Ya, Bos. Taksi online yang dipesannya menunjukkan jika dia akan tiba di lobi JM Corp dalam waktu sepuluh menit."
Ternyata semua telah direncanakan dengan sangat apik oleh sang CEO demi untuk bertemu dengan cinta lamanya.
Joseph tersenyum tipis. "Bagus. Aku tidak suka menunggu."
Andi tersenyum kecut.
"Ya, saya tahu, Bos."
Joseph memang dikenal sebagai pria yang sangat disiplin dan perfeksionis. Dalam bisnis, waktu adalah uang, dan dia tidak pernah mentoleransi keterlambatan atau ketidakefektifan.
"Mari kita lihat apakah Mary benar-benar memenuhi ekspektasiku," gumam Joseph sambil menatap gedung tinggi JM Corp yang sudah mulai terlihat di kejauhan.
Dan di dalam hatinya, Joseph merasa sedikit penasaran.
Bagaimana rupa Mary saat ini. Apalagi mereka sudah lama tak bertemu.
Rolls-Royce hitam itu melaju dengan mulus di atas aspal jalanan Kota Jakarta yang lengang. Mentari pagi semakin menyinari kota, memantulkan cahaya ke gedung-gedung pencakar langit yang berjajar rapi di kiri dan kanan jalan.
Di dalam mobil, duduk Joseph Mikuel, pria yang selalu terlihat tenang, elegan, dan penuh wibawa. Namun pagi ini, ada sesuatu yang berbeda. Kegelisahan yang jarang terlihat pada pria berkarisma seperti dirinya kini begitu nyata.
Joseph terlihat beberapa kali menghela napas, jari-jarinya mengetuk-ngetuk lutut dengan irama yang tak beraturan, sesuatu yang tidak pernah dirinya lakukan sebelumnya.
Dari kursi depan, Andi, asistennya yang setia, menyadari perubahan sikap bosnya.
"Bos, Anda baik-baik saja?" tanya Asisten Andi, melirik Joseph melalui kaca spion.
Joseph tersadar dari lamunannya dan menoleh ke arah Andi.
"Memangnya aku terlihat aneh?" tanyanya dengan nada datar.
Asisten Andi menggaruk kepalanya, ragu apakah dia harus berkata jujur atau tidak. "Hmm. bukan aneh sih, Bos. Tapi tampak agak gelisah. Tidak seperti biasanya."
Joseph tersenyum tipis, namun matanya kembali menatap keluar jendela mobil. Jakarta pagi ini begitu indah, tapi pikirannya jauh melayang ke masa lalu.
Mary Violet.
Nama itu terus terngiang dalam kepalanya sejak tadi malam. Saat melihat berkas lamaran dan CV Mary, hatinya seakan tersentak keras.
Ternyata dunia sangat kecil. Bagaimana mungkin gadis yang dulu menjadi cinta pertamanya di SMA Cipta Nusantara kini akan bekerja sebagai sekretaris pribadinya.
"Mary," gumam Joseph pelan, hampir seperti bisikan.
Andi menoleh.
"Mary? Maksud Bos, kandidat sekretaris yang akan diwawancarai hari ini?"
Joseph tersentak, tidak sadar dirinya malam mengucapkan nama itu dengan suara lirih. Namun, karena sudah terlanjur, dia hanya mengangguk.
"Ya, Mary Violet."
Andi tersenyum.
"Sepertinya Bos sangat menantikan pertemuan ini."
Joseph menghela napas panjang.
"Tentu saja. Karena dia bukan sekadar kandidat biasa."
Andi menatap bosnya dengan penuh rasa ingin tahu. "Maksudnya, Anda masih teringat kisah lama?"
Joseph tersenyum miris.
"Tentu saja! Dia adalah cinta pertamaku.”
Joseph mengalihkan pandangannya kembali ke luar jendela. Gedung-gedung tinggi, pepohonan di tepi jalan, dan kendaraan yang melintas kini tak lagi diperhatikan olehnya. Yang memenuhi pikirannya saat ini adalah bayangan Mary di masa lalu.
Wajah ayu yang selalu tersenyum cerah. Gadis yang dulu membuatnya merasakan cinta pertama yang begitu manis, namun juga begitu menyakitkan saat akhirnya mereka terpisah.
Joseph masih ingat saat hari kelulusan SMA. Mary berdiri di taman sekolah, mengenakan seragam putih abu-abu untuk terakhir kalinya.
"Kak Joseph, aku akan pindah ke luar negeri."
Saat itu, Joseph terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Hatinya seolah-olah hancur berkeping-keping, tapi dia tidak pernah bisa mengungkapkan betapa dalam perasaannya kepada Mary.
"Aku harus pergi. Tapi percayalah aku tidak akan melupakanmu." Dan setelah itu, Mary benar-benar menghilang dari hidupnya.
Selama bertahun-tahun, Joseph mencoba mencari tahu kabar Mary, tapi tidak pernah berhasil. Hingga akhirnya, dia menyerah dan mencoba melupakan gadis itu.
Namun sekarang, Mary telah kembali. Tepat di depan matanya. Dan kali ini, Joseph tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Dia tidak akan membiarkan Mary pergi lagi darinya.
Joseph mengepalkan tangannya, meneguhkan tekadnya.
"Aku tidak akan melepaskan Mary lagi."
Pikirannya mulai berputar. Jika Mary diterima sebagai sekretaris pribadinya, itu berarti mereka akan bertemu setiap hari. Itu berarti ia memiliki kesempatan untuk mendekatinya kembali.
"Bos, kalau boleh tahu ... apa alasan kalian berpisah dulu?" tanya Andi, masih penasaran.
Joseph tersenyum pahit. "Karena aku terlalu bodoh untuk mengatakannya."
"Mengatakan apa?"
"Bahwa aku mencintainya."
Andi mengerjap, sedikit terkejut mendengar kata-kata itu keluar dari mulut bosnya yang terkenal dingin dan sulit ditebak.
"Wah ... jadi ini kisah cinta lama yang belum selesai, ya?" goda Andi sambil tersenyum kecil.
Joseph hanya tersenyum tanpa menjawab.
Mobil mereka mulai memasuki kawasan perkantoran elit di pusat kota Jakarta. Dari kejauhan, gedung JM Corp yang megah mulai terlihat, menjulang tinggi dengan desain modern yang menakjubkan.
Joseph merasa jantungnya berdebar lebih cepat. Dia tahu, dalam hitungan menit, dirinya akan bertemu kembali dengan Mary, gadis yang pernah mengisi hatinya, dan mungkin masih bertahan dalam relung jiwanya hingga kini.
Akhirnya tiba di Kantor,
Mobil berhenti di depan lobi utama JM Corp. Seorang petugas segera membukakan pintu untuk Joseph, yang turun dengan gerakan penuh wibawa.
Namun di balik ketenangan sang CEO, ada badai emosi yang berkecamuk di dalam hatinya.
