Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 1

BAB 1

HAPPY READING

___________

Hari Senin, Minggu ketiga tanggal tua. Kombinasi yang efektif untuk mempererat pelukan pada guling. Lauren mengerjitkan dahi, menatap matahari dari jendela kamarnya, bertanda hari sudah pagi. Maunya cuek, bunyi weker sedari tadi, kini dia tenggelam masa kebodohan. Dia pura-pura tidak mendengar, di kamarnya hanya ada dirinya. Seperti biasa tanggal seperti ini selalu ingin melupakan segalanya.

Tapi pelan-pelan kewarasannya mulai meningkat, ini hari Senin biasanya kantor ada rapat Mingguan. Dulu dia juga biasa sibuk ngantar majikannya rapat sana sini hingga malam hari, di mana hari Senin hari yang sangat panjang. Lauren teringat siang ini dia ada panggilan interview lanjutan setelah dia mengalami lolos psikotes. Bunyi weker benar-benar sangat mengganggunya.

Lauren terpaksa bangun dari tidurnya, dan mematikan jam weker . Sebenarnya dia masih punya banyak waktu untuk mandi dan lalu dandan karena interview dilaksanakan jam 1 siang. Saat ini dia adalah wanita pengangguran yang berumur tiga puluh empat tahun. Rasanya seperti mati rasa, terlalu muda untuk menyerah tapi tidak ada yang bisa diperjuangkan. Punya keinginan untuk menikah, tapi melihat kehidupannya sendiri belum layak. Mau minta kepada orang tua, orang tua saja mengharapkan kepadanya.

Beberapa bulan lalu dia sempat bekerja sebagai personal asisten seorang anak konglomerat, namun ia harus mengorbankan karirnya karena masalah rumah tangga sang pemilik rumah, demi berjalan dengan damai. Sebagai tulang punggung keluarga akhirnya dia merelakan dan menyerah demi kewarasan. Disisa-sisa semangatnya ia putuskan untuk berwirausaha membuka toko online di marketplace. Walau hasilnya belum terlihat, tapi ia mencintai proses yang terkadang pahit, namun ia tidak patah semangat menjalani hari-harinya.

Lauren melirik ponselnya, dia melihat dicatatannya, kalau dia ada jadwal interview siang ini. Sebagai personal asisten dia memang sudah terbiasa mencatat di note ponselnya. Jadi ponsel itu sudah seperti bagian hidupnya.

Lauren sudah memperkirakan kalau jam 11 siang ia harus siap-siap berangkat interview karena jarak dari rumahnya ke Sudirman Central Business Distrik memakan waktu 50 menit menggunakan mobil, itupun jika tidak macet. Kalau macet akan mengulur waktu lebih lama.

Secepat kilat Lauren melesat ke kamar mandi, untung saja Stella adiknya sudah selesai mandi. Biasa kalau dia sudah nongkrong di dalam, terpaksa harus menunggu ritual mandi Stella yang bak putri raja mulai dari pijat, lulur, scrub, bilas. Dan itu biasa berlangsung sampai 1 jam lamanya.

Adiknya Stella pernah mencatat sejarah panjang yang sukses membuat orang serumah terlambat ke kantor. Bahkan dulu papa pernah bela-belain nggak mandi cuma harus rapat pagi. Dan waktu diteriaki ternyata Stella baru mulai tahap pengolesan minyak zaitun. Itu tandanya belum luluran, belum scrub, belum bilas, belum mengeringkan tubuh. Astaga, jika diingat bikin sakit hati berkepanjangan.

Untungnya sekarang mama punya ide kamar mandi dibuat dua. Setidaknya papa dan dirinya tidak perlu menunggu Stella mandi.

“Pagi, Lau,” sapa Stella yang sudah rapi yang hendak pergi kerja, dia mengenakan seragam nanny berwarna pink muda. Dia sekarang sudah bekerja di tempat Sharon sebagai nanny. Dia diterima atas rekomendasinya, dan Sharon majikannya dulu juga memang membutuhkan nanny untuk mengangsuh anaknya di rumah. Setiap hari Senin hingga Jumat Stella nginap di rumah Sharon, sedang Sabtu dan Minggu Stella diberi jatah libur untuk pulang ke rumah. Jika disuruh lembur Stella tidak pulang ke rumah.

“Pagi juga, El,” balas Lauren.

“Mau kerja?”

“Iya, ini mau berangkat.”

“Pakai apa?”

“Gojek, tapi cuma sampai MRT aja, terus lanjut ke Pondok Indak,” jelas Stella.

“Okay, hati-hati, salam buat Sharon,” ucap Lauren dia melirik jam di dinding menunjukkan pukul 07.30 menit.

“Iya.”

Dia melihat mama sudah menyiapkan sarapan di meja makan. Stella hanya mengambil roti bakar di meja dan diselipkannya pakai tisu karena akan makan di jalan.

Sejujurnya Lauren tenang, sekarang adiknya itu sudah bekerja lagi. Dia tidak memilih kerja di perusahaan atau instansi rumah sakit lagi, mungkin karena efek trauma di masa lalu. Jadi dia memilih bekerja sebagai nanny, dan Sharon berbangga hati karena nanny yang dia miliki saat ini lulusan keperawatan. Sharon membayarnya cukup tinggi dibanding dia bekerja di rumah sakit. Sekarang ia bisa melihat Stella sudah jauh lebih baik, bahkan dia bisa tersenyum dan tertawa lagi.

Dia melihat mama mengantar Stella ke teras karena sudah di jemput oleh ojek online. Sedangkan papa sudah tidak bekerja lagi, beliau membantunya mengurus bisnis kecil-kecilannya di rumah, biasa membantu packing barang dan membantu iventori product ketika supplier datang. Papa di sini dapat diandalkan.

“Kamu sekarang, ada interview kan, Lau,” ucap mama memperingatkannya.

Lauren mengangguk, “Iya.”

“Mama doain, semoga kamu di terima,” ucap mama lagi lalu tersenyum memandang Lauren.

“Amin.”

Mama menatap putrinya lagi yang sudah dewasa, sejujurnya seumuran Lauren sudah berumah tangga, dia mendambakan putrinya ini menikah,

“Hemmmm, kamu nggak ada yang mau dikenalin sama mama?” Ucap mama hati-hati takut menyinggung putri sulungnya.

Alis Lauren terangkat, “Siapa?”

“Teman pria kamu, atau pacar mungkin,” ucap mama menggantungkan kalimatnya.

Lauren tertawa, “Belum ada, ma.”

“Come on sayang, kamu sudah waktunya bersenang-senang, jangan kerja terus.”

“I know … tapi belum ada gimana?”

“Kamu masih cantik, sayang, enggak mungkin, nggak ada yang suka kamu. Mama harap kamu bisa bekerja di kantor secepatnya dan bisa kencan sama teman kantor kamu.”

Lauren tertawa, “Udah ah, mau mandi,” ucap Lauren.

“Lau …”

“Iya, ma…” Lauren menatap mamanya.

“Apapun menjadi keputusan kamu, mama akan dukung.”

Lauren tersenyum dia meninggalkan mama di meja makan sendiri. Lalu dia masuk ke dalam kamar mandi. Lalu melakukan ritual mandinya seperti biasa. Setelah mandi dia masih berleha-leha di kamar. Lauren duduk di meja hiasnya, dia blow rambutnya sematang mungkin, setelah itu dia menggulungnya, agar rambutnya tetap awet hingga siang. Dia membuka lemari, dia akan mengawali harinya dengan mempersiapkan pakaian untuk interview, kemeja putih, rok span, dan blazer gelap. Rasanya sudah lama sekali dia tidak berpakaian seperti ini.

Setelah mempersiapkan seluruh pakaiannya, lalu ke bawah duduk di makan. Di sana ada nasi goreng buatan mama yang sudah tersedia di meja. Porsinya tidak terlalu banyak namun bisa membuatnya kenyang seharian. Masakan mama memang tidak ada tandingnya, rasanya sangat enak.

“Hari ini interview pertama kamu, kamu udah tau mau pakai baju apa hari ini?” Tanya mama.

Lauren mengangguk, “Sudah, blazer, kemeja dan rok span, sesuai dresscode pertama kali interview,” ucap Lauren, ia tahu kalau sang mama memang sangat mencintai fashion, dia banyak belajar fashion dari sang mama. Mama sangat tahu bagaimana memadupadankan dress, coat, blouse, jeans, boots, pants dan blazer. Pilihannya selalu terlihat elegan, smart dan berkelas. Karena mama pernah bekerja di satu majalah fashion waktu masih mudanya. Jadi anak-anaknya mendapat ilmu fashion dari beliau.

“Papa mana ma?”

“Di kamar tamu, lagi packing, katanya pesanan hari ini lumayan banyak,” ucap mama.

Lauren mengangguk, “Enggak sarapan?”

“Sudah tadi, waktu kamu mandi,” ucap mama.

Semenjak dia resign dari pekerjaanya sebagai asisten pribadi, mama dan papa tidak pernah membahas pekerjaanya lagi. Bukan karena tidak suka, namun beliau lebih menghargai pilihannya. Sebenarnya dia bersyukur terlahir di keluarga ini, mama dan papa harmonis. Tidak pernah dia mendengar pertengkaran beliau sepanjang hidupnya. Mereka masih terlihat romantis hingga saat ini.

“Semoga interview kamu berjalan dengan lancar ya sayang.”

“Semoga saja, ma.”

“Nampaknya adek kamu betah kerja sama boss kamu yang dulu ya, Lau.”

Lauren menyungging senyum, “Karena boss nya baik banget, jadi betah deh,” ucap Lauren diselingi tawa.

“Semoga aja dia nggak aneh-aneh lagi.”

“Kayaknya sih nggak, ma. Tenang saja.”

Lauren beranjak dari duduknya, dia menyudahi makannya. Lalu melangkah menuju wastafel meletakan piring dan mencucinya. Dia melangkah menuju kamar tamu dan menyapa papa. Di sana papa sedang mengeprint pesanan custumer. Dia melihat ada beberapa packingan sudah rapi yang sudah tersusun di meja, biasa jam tiga sore ada ekspedisi datang untuk menjemput paket mereka.

“Banyak ya, pa?” Tanya Lauren.

Papa menoleh ke samping, ternyata putrinya di sana, “Lumayan.”

“Nanti sore ada datang barang baru lagi, pa,” ucap Lauren, dia bersila di lantai membantu papa memasukan barang ke kotak sesuai pesanan.

Papa mengobservasi kamar tamu, “Kayaknya udah nggak muat kamar ini Lau,” ucap papa, karena aneka barang di kamar sudah penuh dengan rak barang dagangan mereka. Pruduct yang mereka buat adalah product mainan anak-anak, berupa balok bangunan, puzzle, buku cerita interaktif. Mainan, alat music, mainan seni dan kerajinan, alat olahraga anak-anak, pasir kinetic dan playdoh.

“Masih muat pa, barangnya cuma buku jurnal kok, jadi bisa di tumpuk.”

“Berapa banyak?”

“200 pcs,” ucap Lauren.

“Banyak loh itu Lau.”

“Enggak apa-apa, nanti kalau stock udah banyak banget baru kita pakai gudang.”

“Nanti papa suruh orang bersihkan gudang, barang-barang nggak kepakai kita buang saja.”

“Iya, pa,” ucap Lauren lalu tersenyum, lalu melanjutkan packingannya. Di sini papanya bercerita kalau omeset mereka semakin meningkat. Dan Lauren menjelaskan kalau dia memang meningkatkan omset iklannya di social media, jadi penjualan meningkat pesat. Tapi ,tidak apa-apa karena hasilnya sepadan dengan yang di dapat.

____________________

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel