Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB : 14

"Ma, Pa ... kita pulang dulu, ya," ujar Angga pada Surya dan Emily.

"Lah, gimana ceritanya. Ini acara pernikahan kalian loh. Masa iya mau pergi gitu aja," komentar Emily dengan keputusan Angga.

"Aku kan udah nikah sama Nessa. Udah sah. Jadi, apalagi? Acara seperti ini aku juga nggak terlalu menginginkannya. Kan Mama yang ngotot," jelas Angga.

Memang begitu kenyataannya. Ia justru hanya menginginkan ijab Qabul dan tak ada acara lain setelahnya. Yang terpenting baginya adalah, statusnya dan Nessa sudah sah diakui dalam agama dan negara. Terlebih lagi, orang tuanya sudah mengakui kalau ia bisa mendapatkan wanita pendamping hanya dalam waktu singkat.

"Memangnya kamu mau kemana?"

''Nggak ada, hanya mau istirahat di rumah sebelum kembali mengurusi pekerjaan. Lagian, Nessa juga pasti capek. Besok dia juga harus kembali sekolah."

Nessa hanya bisa memberengut kesal dalam hatinya. Pintar sekali om-om ini bicara begitu.

"Aku di sini saja," ujar Nessa pada Angga.

"Kamu harus pulang denganku."

"Om ..."

"Nessa ..."

Nessa tersenyum sambil menunjukkan ekspresi anehnya. Ya ... ia tahu apa yang dikomentari oleh Angga. Apalagi kalau bukan panggilannya itu. Terlebih saat ini posisinya ia adalah istri dari Angga. Yakali manggil, Om.

"Sayang ..." Nessa menangkup wajah Angga sambil menebar senyuman manis. ''Aku di sini aja ya, sama Mama Papa? Kan ini pernikahan kita, masa mau pulang," rayu Nessa dengan perkataannya yang dibuat semanis mungkin. Hingga dirinya sendirilah yang sepertinya akan terserang diabetes.

Rasanya ingin muntah hingga mengeluarkan darah saat panggilan 'Sayang' itu ia ucapkan. Seumur-umur belum pernah ia bicara selebay itu.

Sementara Angga, ia hanya tersenyum nggak jelas menerima sikap Nessa. Ya ... setidaknya ia tahu kalau wanita yang sudah sah menjadi istrinya ini sedang menjalankan permainannya.

Angga mengamit tangan Nessa, kemudian mengecup lembut punggung tangannya. Ingin rasanya ia teriak 'Dasar om-om mesum!'. Tapi semua tertahan. Lidahnya sepertinya sudah dikunci sama Angga dan kuncinya dibuang ke kutub Utara.

"Ya ... aku tahu kalau kamu nggak enak hati untuk pergi dari acara ini. Tapi masalahnya, aku capek dan pingin istirahat."

"Kalau gitu aku ..."

"Dan pastinya aku mau kamu ada di sampingku," timpal Angga langsung menyerobot perkataan Nessa.

Padahal Nessa berharap kalau ia bisa berada di acara ini. Daripada berada di rumah dengan Angga yang otaknya tak bisa dibilang baik-baik saja. Palingan di rumah ia akan mengomel.

"Baiklah kalau memang itu mau kamu," ujar Surya.

"Yaudah, kita berdua balik dulu."

Angga menarik pergelangan tangan Nessa agar segera berlalu pergi dari sana.

"Tunggu dulu," tahan Nessa membuat langkah laki-laki itu terhenti seketika.

Angga sebenarnya sudah kesal. Tapi, ia paksakan untuk tetap mengumbar senyumannya. Ia juga tak ingin kalau kedua orang tuanya curiga tentang hubungannya dan Nessa.

"Apalagi, sih, Sayang ..." Kini giliran Angga yang bersikap lebay.

"Pamit dulu sama Mama Papa."

"Kan udah."

"Salim."

"Hah?"

"Sebagai anak, kita harus hormat sama kedua orang tua. Salah satunya ya mencium punggung tangan keduanya saat hendak pergi. Astaga! Jangan bilang kalau selama ini, Om, eh ... maksudnya, kamu nggak pernah melakukannya?"

Ia bingung harus memakai panggilan apa pada Angga. Manggil dengan kata 'Sayang' setiap saat, tentunya itu bukanlah hal yang aman untuk pemikirannya. Bisa-bisa ia terkena anemia karena mengalami muntah darah setiap menggunakan panggilan itu.

Surya dan Emily sedikit tertegun mendengar perkataan Nessa. Keduanya berpikir, sepertinya Angga tak salah pilih menjadikan Nessa sebagai pendamping hidupnya.

"Ma, Pa ... aku balik duluan, ya." Nessa mencium punggung tangan keduanya sebagai tanda hormat. "Aku mau di sini, tapi, ya ... begitulah," tambah Nessa sambil melirik Angga.

"Jangan melihatku seperti itu," komentar Angga tak suka.

"Tentu saja. Ayo, salim dulu," suruh Nessa.

Geram. Baru saja menjadi istrinya sudah membuat peraturan aneh. Tapi kalau tak ia lakukan, malah nantinya semua jadi curiga.

Angga melakukan apa yang disuruh Nessa. Ia mencium punggung tangan kedua orang tuanya. Meskipun raut wajahnya sudah menunjukkan kalau itu dilakukannya karena terpaksa.

Berbeda dengan Ekspressi Surya dan Emily. Ada rasa haru yang keduanya rasakan. Seumur-umur, tak pernah mereka dapatkan perlakuan seperti ini dari Angga. Tapi sekarang lihatlah, lewat gadis SMA yang tiba-tiba datang ke kehidupan putra mereka, semua dibuat jadi nyata.

"Sudah, kan, ayo pulang." Langsung saja Angga membawa Nessa pergi dari sana. Meninggalkan Emily dan Surya, begitupun para undangan. Niat awal ini adalah sebuah acara pernikahan, tapi lihatlah, malah lebih seperti acara makan-makan saja.

Senyum sumringah terpancar dari bibir Emily melihat kepergian putra dan menantunya.

"Aku menyukai gadis yang menjadi menantu kita," gumamnya.

"Ya ... sepertinya ini adalah awal yang baik. Kita lihat, bagaimana selanjutnya," balas Surya sambil menyeruput minuman yang ia ambil dari baki yang barusan dibawakan oleh pelayan.

---000---

Angga membawa Nessa menuju mobil dengan paksa. Terlihat sekali dari caranya menggenggam pergelangan tangan gadis itu dengan kasar.

"Om, lepasin aku!" Nessa menghentakkan tangannya hingga terlepas dari cengkeraman Angga. Terlepas, tapi Angga langsung mengunci dirinya di depan pintu mobil hingga membuatnya tak bisa kemana-mana.

"Aku kan sudah pernah bilang. Meskipun kita menikah, jangan kamu mengurusi dan merecoki kehidupanku! Tapi lihat, baru beberapa saat yang lalu kita menikah, kamu seolah mengabaikan itu semua!"

Nessa tersenyum sinis di hadapan Angga sambil bersidekap dada.

"Aku hanya membuat kebiasaan burukmu itu jadi lebih baik. Terlebih jika itu menyangkut orang tuamu yang nyatanya sekarang adalah mertuaku."

Tangan Angga mengepal. Ia benar-benar emosi mendapati Nessa yang sudah berani membantahnya.

"Tenang saja, Om. Aku tak akan merecoki kehidupanmu yang lain. Hanya masalah sikapmu pada kedua orang tuamu yang aku tak suka. Sisanya, aku tak mau tahu," tambah Nessa menyingkirkan tangan Angga yang menghambat jalannya. Setelah lolos, ia segera masuk kedalam mobil. Entah dapat keberanian dari mana dirinya bisa bersikap seperti itu pada Angga. Yang jelas, setelah mengeluarkan komentar-komentar itu hatinya lumayan lega.

Meskipun dalam keadaan kesal, Angga tetap masuk ke dalam mobil. Ya gimana lagi, ini kan mobilnya. Mau marah besar pada Nessa? Sepertinya tak mungkin ia lakukan. Karena bisa dikatakan saat ini dia adalah kehidupannya. Bukan dalam masalah hati, ya. Tapi tentang kelangsungan hidupnya yang akan terjamin. Otomatis semua harta warisan akan jatuh ke tangannya, bukan panti asuhan ataupun yang lain.

Tak ada pembicaraan ataupun sepatah katapun yang keluar dari mulut Nessa ataupun Angga, bahkan hingga sampai di rumah. Nessa memilih turun lebih dahulu dan segera menuju kamar.

Sampai di dalam kamar, Nessa langsung mencopot hels yang menyiksa kakinya dari tadi dan melemparnya sembarangan. Ia berbaring di kasur, sambil terisak. Ayolah ... sejujurnya ia tak sekuat yang terlihat. Jauh di sana, hanya ada kesedihan yang selalu membayang-bayanginya.

"Kenapa semua jadi begini, sih," isaknya sambil memeluk guling. "Diculik sama tua bangka, dipaksa nikah sama Om Angga. Coba aja kalau aku bisa membayar uang-uang itu, mungkin semua ini nggak akan terjadi. Nggak akan ada pernikahan, nggak akan ada Omelan dan bentakan."

Setelah mengganti pakaian di kamar mandi, ia hendak kembali merebahkan tubuhnya di kasur.

"Nessa ..." Angga memanggil Nessa sambil mengetuk pintu kamarnya. Tapi, ia tak menjawab, karena tak ingin bertemu dulu dengan laki-laki itu. Pkikirannya masih berantakan. Terlebih pada sikap Angga padanya yang terlalu berlebihan jika dekat dengan orang lain. Dia seolah tak memikirkan perasaannya yang diperlakukan seperti itu.

"Buka pintunya, aku mau bicara."

"Nanti saja, Om ... aku mau istirahat

dulu," elak Nessa dari dalam kamar.

"Baiklah ...."

Tak terdengar lagi panggilan itu. Nessa kembali dalam lamunannya hingga tanpa ia sadari ternyata dirinya sampai terlelap.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel