Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 – Creepy Danger

“Kau jahat! Kau tega mengotoriku!” Entah keberanian dari mana Camelia melangkah maju, dan langsung memukul dada bidang Dominic sekuat tenaganya. Tak sanggup menahan air mata, Camelia menangis sekeras mungkin di depan Dominic. Tangis yang tersirat betapa menderitanya gadis itu. Kulit Camelia begitu putih, menangis sesegukan membuat wajah, hidung, dan matanya sangat merah.

“Apa kau sudah gila?!” Dengan satu tangan kokoh Dominic, pria itu menangkup kedua tangan Camelia kasar. Menatap Camelia tajam, menusuk, layaknya pembunuh berdarah dingin. Hal tergila dalam hidup Dominic adalah dia tak mengerti akan maksud dari ucapan konyol Camelia.

“K-kau sudah menghamiliku! Kau tega! Kau jahat!” isak Camelia sesegukan dan berusaha meronta kala Dominic mencengkram tangannya. Sayangnya, tenaga Camelia hanya bagaikan kapas untuk Dominic. Tangan Camelia tak bisa lepas dari jerat Dominic.

“Apa maksud ucapanmu, Sialan! Siapa yang menghamilimu!” bentak Dominic menggelegar dan keras hingga membuat bahu Camelia bergetar akibat terkejut.

Tanpa sadar, jarak Dominic dan Camelia sangatlah dekat. Bahkan tangis Camelia mulai mengecil kala tubuh Dominic kian merapat ke tubuhnya. Seketika itu juga, Camelia merasakan jantungnya berpacu dengan cepat tak karuan. Pipi Camelia memerah menahan rasa sulit untuk diungkapkan.

“K-kau sudah menciumku. Sebentar lagi pasti aku akan hamil. Kau jahat!” Air mata Camelia kembali berlinang kala mengatakan.

Sepasang iris mata cokelat Dominic melebar mendengar ucapan konyol Camelia. Sorot mata tajam bagaikan harimau yang ingin membunuh musuh. “Apa kau ini berpura-pura bodoh untuk menarik perhatianku, hah?! Aku bahkan tidak bernafsu melihatmu!” serunya dengan nada tinggi.

“A-aku—”

Dominic menghempaskan tangan kedua tangan Camelia ke udara, sedikit menjauh dari Camelia. “Aku tidak memiliki waktu berbicara denganmu! Gunakan otakmu sebelum kau berbicara denganku!” Tak lagi memedulikan, Dominic melangkahkan kakinya tegas meninggalkan Camelia begitu saja. Terlihat raut wajah Camelia muram dan sedih. Air mata gadis itu pun mulai menetes jatuh kala Dominic pergi. Camelia tersudut. Wanita itu seolah berada di ambang kesengsaraan yang tak berujung.

***

Hari sudah gelap. Langit di luar menunjukan keindahan bulan dan bintang. Sayangnya, keindahan malam berbeda dengan wajah Camelia yang kacau. Gadis itu duduk di kamar dengan wajah yang takut dan gelisah. Tangan Camelia menyentuh perutnya yang masih rata itu. Perasaan berkecamuk membuat hati Camelia tak tenang.

“Camelia, tolong kau antarkan—” Perkataan Hedy terpotong melihat Camelia duduk di ranjang kamar dengan keadaan mata yang sembab seperti habis menangis. Ditambah wajah Cemelia menunjukan gadis itu telah memiliki masalah besar.

“Camelia, kau kenapa?” Hedy mendekat, dan duduk tepat di samping Camelia. Mata Hedy menatap Camelia dengan tatapan penuh khawatir.

“Hedy, kau di sini?” Camelia menatap Hedy yang duduk di sampingnya. Gadis itu tak menyadari kalau Hedy masuk ke dalam kamarnya.

“Kau kenapa, Camelia? Apa kau memiliki masalah?” tanya Hedy dengan nada yang cukup serius. Iris mata Hedy menunjukan sedikit kekhawatirannya pada Camelia.

Camelia terdiam sebentar. Dalam keadaan seperti ini, Camelia butuh seseorang untuk menjadi teman untuk bercerita. “Hedy, aku dan Tuan Dominic sudah berciuman. Pasti sebentar lagi aku hamil, Hedy. Tapi tadi saat aku mengatakan aku hamil pada Tuan Dominic, dia malah marah besar padaku. Apa yang harus aku lakukan, Hedy? Usiaku masih sangat muda. Aku belum siap menjadi seorang ibu.”

Kening Hedy berkerut dalam. Raut wajah Hedy berubah menjadi bingung akan ucapan Camelia. “Tunggu, Camelia … apa maksud dari ucapanmu?” tanyanya tak mengerti.

Camelia menggigit bibir bawahnya. “Kalau sudah pernah berciuman pasti akan hamil, kan?”

Mata Hedy terperanjat terkejut, melebar dan bibir pun menganga. Hedy meyakinkan bahwa ucapan konyol Camelia itu salah didengar telinganya. Tapi tidak, semua kata-kata Camelia sangatlah jelas, hingga membuat Hedy sampai nyaris tak mampu berkata-kata.

“Astaga, Camelia! Sejak kapan berciuman bisa membuat seorang wanita hamil?!”

“Waktu aku kecil, mendiang ibuku yang mengatakan berciuman akan membuat wanita menjadi hamil. Jadi aku sangat takut, Hedy.”

“Ya Tuhan!” Hedy menjerit tak percaya. “Dan sampai detik ini ucapan mendiangmu itu, kau masih percayai, Camelia?” Hedy menatap Camelia dengan tatapan yang luar biasa kaget.

“Aku akan terus percaya pada ucapan ibuku, Hedy,” jawab Camelia polos.

“Camelia, apa kau tidak pernah belajar tentang biologi?”

“Tidak, Hedy. Aku tidak mengambil mata pelajaran itu.”

“Ck! Oke, apa kau tidak pernah menonton film dewasa?”

“Film dewasa yang berisikan tentang hubungan romantis? Itu maksudmu, Hedy?”

“Bukan, Camelia. Film dewasa yang menunjukan keintiman pria dan wanita bahkan sampai melakukan hubungan suami istri.”

“Aku tidak pernah menonton film yang kau maksud, Hedy. Film yang aku tonton hanya film berisikan tentang wawasan luas antar negara saja. Aku dilarang ayahku menonton film seperti yang kau maksud.”

“Astaga, hidupmu menyedihkan sekali. Lalu apa kau belum pernah memiliki kekasih?”

“Tidak, Hedy. Aku tidak pernah memiliki kekasih. Aku dilarang dekat dengan pria.”

Hedy memijat kepalanya pusing luar biasa. Kepala Hedy benar-benar seakan tertusuk. “Camelia, dengarkan aku … berciuman tidak akan pernah bisa membuat wanita hamil. Kelak kau akan mengerti caranya bagaimana. Sekarang aku sulit menjelaskan padamu karena pasti kau juga tidak akan paham.”

“Kau yakin, Hedy? Aku dan Tuan Dominic sudah berciuman. Aku takut hamil,” ucap Camelia polos dengan mata yang memancarkan jelas ketakutannya.

“Kalau berciuman bisa membuat hamil, sudah berapa ratus kali aku hamil.” Hedy medesah frustrasi. “Camelia, berciuman itu tidak membuat hamil. Ucapan ibumu pasti bermaksud menjaga dirimu dari pria-pria berengsek di luar sana. Tapi percayalah padaku, berciuman tidak akan membuatmu hamil.” Hedy melanjutkan lagi ucapannya menjelaskan.

“Jadi aku salah.” Camelia menggigit bibir bawahnya malu pada dirinya sendiri.

Hedy menghela napas dalam. “Yasudah, lebih baik kau antarkan kopi espresso untuk Tuan Dominic. Dia berada di ruangan khusus-nya di sebelah kanan di lantai dua. Kau ketuk pintu lalu letakan kopi di depan ruangan saja. Ada meja di depan ruangan. Tidak usah masuk.”

Camelia mengangguk patuh merespon ucapan Hedy. Berikutnya, Camelia bangkit berdiri, melangkah menuju dapur membuatkan kopi untuk Dominic. Beruntung, Camelia sudah pernah diajari oleh Hedy bagaimana membuatkan kopi dan teh yang sering Dominic konsumsi. Jadi paling tidak, Camelia tidak melakukan kesalahan.

Di lantai dua, Camelia mengendarkan tatapannya mencari ruangan yang dimaksud oleh Hedy. Lalu ketika Camelia menemukan ruangan yang dimaksud oleh Hedy, Camelia melangkahkan kakinya menuju ke ruangan tersebut.

Camelia hendak meletakan cangkir kopi ke atas meja, namun suara berisik dari dalam kamar membuat rasa penasaran Camelia ingin tahu apa yang ada di dalam ruangan itu. Dengan penuh keberanian dan hati-hati, Camelia membuka pintu kamar itu. Namun…

Suara tembakan terdengar membuat cangkir di tangan Camelia jatuh ke lantai. Pecahan cangkir itu terpencar di lantai. Tampak tubuh Camelia bergetar ketakutan. Wajahnya pusat pasi melihat Dominic menembak seseorang pria tepat di kepala hingga membuat pria itu mati mengenaskan.

Jantung Camelia ingin berhenti. Ketakutan menjalar dalam dirinya melihat dengan mata kepalanya darah memenuhi lantai. Detik itu juga, Camelia berlari sekuat mungkin meski kaki sangat lemah melihat Dominic telah membunuh seseorang.

Setibanya di kamar, Camelia mengambil ponselnya. Tangannya sampai bergetar hebat. Benak Camelia terngiang bagaimana kejamnya Dominic membunuh seseorang. Bahkan raut wajah Dominic sama sekali menunjukan tak memiliki rasa iba sedikit pun.

Camelia mencari nomor ayahnya, lalu berusaha untuk mengetik …

*Dad, tidak usah mencariku. Jangan datang, Dad. Aku akan berusaha melarikan diri. Aku mohon kau tidak usah datang mencariku. Kau bisa dalam bahaya. Tetaplah bersembunyi, Dad.*

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel