Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

9. Semak-semak

Wajah Elya memanas mendapat ciuman dari Bariqi. Bukan memanas karena tersipu atau pun terbawa perasaan, melainkan memanas karena rasa marah. Bariqi tersenyum puas, pria itu menatap hpnya yang kini ada gambar dirinya tengah mencium Elya.

“Bariqi!” desis Elya mengepalkan tangannya dengan kuat. Elya mengangkat tangannya dan meninju pipi Bariqi dengan kuat.

Jrot!

“Akhh!”

Brukk!

Tubuh Bariqi ambruk tepat di semak-semak yang ada di bawah tumbuhan apel. Tinjuan Elya sangat kuat membuat Bariqi tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.

“Siapa yang mengijinkan kamu menciumku, hah?” teriak Elya menduduki perut Bariqi yang kini jatuh telentang. Elya meninju lagi pipi Bariqi, tidak hanya meninju, gadis itu juga mencekik Bariqi.

Sebisa mungkin Bariqi menahan teriakannya. Di seberang sedang banyak orang dan ibu-ibu grub senam tengah bertamasya, kalau ia berteriak, sudah pasti dikira ia aneh-aneh dengan Elya. Apalagi kini mereka berada di semak-semak.

“Elya, jangan begini. Kita selesaikan dengan damai,” bisik Bariqi.

“Selesaikan dengan damai bagaimana maksudmu, hah? Kamu menciumku, siapa perempuan yang rela pipinya sudah tidak perawan, apalagi yang mengambil bajingan sepertimu,” pekik Elya mencekik lebih kencang leher Bariqi.

“Sakit, Elya.”

“Aku tidak peduli. Aku akan memutuskan lehermu.”

“Akhhh … nanti kamu dipenjara.”

“Aku tidak peduli!” teriak Elya.

Bariqi terbatuk-batuk karena cekikan Elya yang semakin kencang. Bariqi mendorong tubuh Elya dan mengganti posisi dirinya yang di atas.

“Apa yang kamu lakukan?” pekik Elya saat kini dirinya yang ditindih Bariqi di semak-semak. Elya menatap sekelilingnya yang isinya semak-semak rimbun di samping tumbuhan apel.

Suara orang berjalan terdengar di telinga Elya dan Bariqi. Kedua orang itu saling berpandang-pandangan. “Gawat, ada yang mendekat,” bisik Bariqi. Posisi keduanya sungguh ambigu dan membuat siapapun yang melihat akan berpikir yang tidak-tidak.

“Minggir!” titah Elya mendorong dada Bariqi. Bariqi ingin bangun, tapi suara ibu-ibu terdengar membuat Bariqi kembali merendahkan kepalanya.

“Tidak aman,” bisik Bariqi.

“Kalau ketahuan kita tumbruk-tumbrukan di sini pasti banyak yang mikir aneh-aneh,” ucap Elya.

“Kalau kita keluar sekarang, mereka juga pasti mikir aneh-aneh,” jawab Bariqi semakin merendahkan tubuhnya hingga wajahnya tepat berada di ceruk leher Elya. Elya memejamkan matanya merasakan embusan napas sang bos yang terkenal galak itu.

“Eh itu ada apel yang besar.” Suara salah satu perempuan terdengar di telinga Bariqi dan Elya.

Tadi Bariqi melihat ibu-ibu dengan seragam yang sama bertuliskan ‘Tim Senam Ibu-ibu Bumiaji.’ Bariqi yakin kalau yang datang sekarang adalah ibu-ibu milenial grub senam, tapi saat pulang beli gorengan.

“Apelku yang tadi,” bisik Elya malah memikirkan apel besarnya.

“Husst diam. Kalau kamu berisik kita bakal ketahuan di sini,” ucap Bariqi memperingati. Bariqi menggeser tubuh Elya dengan mudah agar semakin masuk ke rerumputan.

“Tubuhku gatal, Mas,” adu Elya.

“Tahan sebentar.”

“Digigit semut, sakit,” pekik Elya tertahan. Buru-buru Bariqi menutup bibir Elya dengan telapak tangannya agar gadis itu tidak berteriak.

Elya memberontak, gadis itu berusaha mendorong tubuh Bariqi karena lehernya terasa sakit seperti digigit semut. Apalagi pahanya yang mulai gatal-gatal, Elya menebak ada ulat atau semut kecil yang membuat gatal.

“Kayak ada suara orang di semak-semak. Suaranya kayak ada kresek-kresek begitu,” ucap salah satu ibu di gerombolan ibu-ibu tamasya. Dengan kompak semuanya menatap ke sekeliling.

Mendengar ucapan itu membuat Bariqi semakin menggeser tubuhnya, tetapi yang ada malah membuat suara kresek-kresek terdengar nyaring. Bariqi dan Elya memejamkan matanya, takut ketahuan tengah berada di semak-semak. Elya berjanji pada dirinya sendri setelah ini ia akan menghajar Bariqi habis-habisan karena sudah menyusahkannya. Bagi Elya, ini semua salah Bariqi. Kalau saja Bariqi tidak menciumnya, dia juga tidak akan mendorong tubuh Bariqi hingga mereka terjatuh di semak-semak.

Elya menatap ke kakinya, kakinya terasa tidak nyaman, seperti ada rasa geli-geli yang menggelitik. Elya merutuki bulu kaki Bariqi yang sangat lebat yang membuat kakinya merasa tidak nyaman meski ia memakai celana panjang. Bulu kaki Bariqi memang sangat lebat meski tidak selebat Elya. Meski perempuan, Elya juga mempunyai bulu kaki dan tangan yang lebat membuat Bariqi sering menggodanya kalau gadis itu napsuan.

Tiba-tiba Bariqi merasakan ada sesuatu yang mengerayangi kakinya, pria itu menolehkan kepala ke arah kakinya dan menemukan sesuatu yang berbulu.

“Akhhh ulat!” Bariqi memekik kencang dengan menghempaskan ulat berwarna merah untuk menjauh. Bariqi memeluk tubuh Elya dengan erat karena ketakutan. Elya yang sudah lemas karena sejak tadi ditindih pun kini harus kembali merasakan beratnya tubuh Bariqi.

“Akhhh!” Elya ikut terpekik karena merasa sesak.

“Sudah pasti di semak-semak itu ada orang. Ayo ke sana. Pasti anak-anak muda yang tengah kasmaran tapi tidak modal, makanya memilih ke semak-semak daripada ke hotel,” ucap seorang perempuan dengan kaos belakangnya bertuliskan nama ‘Putri.

“Ayo kita lihat,” ajak yang lainnya.

Bariqi dan Elya kalang kabut, Elya berusaha menutupi wajahnya dengan tangannya. Gadis itu juga mendorong Bariqi agar mereka keluar dari sana.

“Nah ini orangnya. Heh Mas, Mbak, kalau mau aneh-aneh itu jangan di tempat umum. Ini kebun apel bukan untuk maksiat,” ucap salah satu ibu.

“Keluar kalian, ngapain di semak-semak segala. Yang cewek juga mau-mau saja diajak ke semak-semak, kalau digigit semut bisa bentol.”

“Yang cowok juga gak modal.”

“Pasti habis aneh-aneh.”

Ucapan-ucapan itu terus menghardik Bariqi dan Elya. Bariqi menolehkan kepalanya menatap ibu-ibu itu. Sontak mereka membulatkan matanya dengan sempurna.

“Loh anaknya Bu Putri!” pekik mereka dengan kompak.

Bu Putri yang disebut pun ikut membulatkan matanya. Ia terkejut melihat anak muda yang ada di semak-semak tengah tindih-tindihan itu adalah anaknya sendiri.

Bariqi segera berdiri, tidak lupa pria itu membantu Elya untuk ikut berdiri juga. Bariqi mengusap seluruh tubuhnya yang terasa sangat gatal, begitu pun leher Elya yang sudah memerah karena semut.

“Bariqi, apa yang kamu lakukan di sini, Nak?” tanya Putri mendekati anaknya. Wajah Putri seraya disiram air comberan karena ulah anaknya. Tadi dia ikut menghardik, tetapi ia tidak tahu kalau yang di semak-semak adalah anaknya sendiri.

“Bu, Maaf. Untuk semuanya saya minta maaf, saya tidak ngapa-ngapain di sini. Tadi hanya kecelakaan saja, kami jatuh ke semak-semak karena kami bertengkar. Selebihnya tidak ada apa-apa, kami bertahan di semak-semak karena takut banyak yang berpikir negatif, tapi jadinya malah seperti ini. Saya berani bersumpah kalau kami tidak melakukan tindakan aneh-aneh. Saya permisi.” Elya mengoceh panjang kali lebar dengan satu tarikan napas. Gadis itu segera menerobos para ibu-ibu itu dan berlari meninggalkan Bariqi.

Sumpah demi apapun Elya ingin menutup wajahnya dengan panci saking malunya dengan kejadian hari ini. Kini pasti banyak orang yang mengira ia tengah melakukan tindakan tidak senonoh dengan Bariqi.

“Elya, tunggu!” Bariqi berteriak mengejar Elya. Putri yang melihat anaknya kabur pun segera mengikuti anaknya itu.

“Elya jangan kabur. Leher kamu merah semua, sini aku obatin!” teriak Bariqi. Teriakan Bariqi mungkin biasa saja, tapi bagi ibu-ibu yang mendengar, jelas mereka akan berpikir yang tidak-tidak.

Elya menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, kini ia ditatap oleh orang-orang yang tengah berwisata di sana. Mulut Bariqi bukan hanya kejam dan pedas, tapi juga lemes.

Bariqi menarik tangan Elya dan memaksa Elya berhenti, tetapi gadis itu menepis tangan Bariqi dengan kasar.

“Aku sudah memetik banyak apel dan tergeletak di sana. Cepat ambil dan bayar semuanya, aku tunggu di mobil. Ingat ya, aku tidak akan memaafkanmu masalah ini!” pekik Elya mendorong tubuh Bariqi dengan kasar.

Putri membulatkan matanya melihat sang anak didorong oleh seorang gadis kecil. Selama ini, Putri tidak pernah melihat satu pun perempuan yang berani kasar dengan anaknya, tetapi kali ini ia melihat ada satu perempuan yang berani.

Bariqi menuruti ucapan Elya, pria itu kembali mengambil keranjang apel yang tadi dibawa Elya. Putri semakin membeo saat anaknya menurut ketika disuruh ambil keranjang apel. “Bariqi, apa dia Elya?” tanya Putri dengan antusias. Bariqi tidak menjawab, pria itu melenggang kabur setelah mendapat keranjang apelnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel