
Ringkasan
Bariqi Galanga, seorang executive chef yang sangat galak. Dalam satu bulan, pria itu bisa berganti asisten delapan belas kali. Saking galaknya, banyak orang yang angkat tangan dengan pria itu. Hingga, Bariqi tertarik dengan seorang gadis yang bekerja di bagian potong sayur. Dengan wewenangnya, Bariqi menjadikan gadis itu sebagai asistennya. Elya Rembulan, gadis berusia dua puluh tahun yang bekerja keras demi menyekolahkan adiknya. Gadis malang itu harus merelakan cita-citanya pupus demi sang adik. Saat diangkat menjadi asisten chef membuat Elya sangat senang, karena sudah pasti gajinya akan naik. Setidaknya bisa menambah pemasukannya. Namun, siapa sangka kalau menjadi asisten chef tidak seenak yang Elya pikirkan. Elya harus menderita karena Bariqi yang senantiasa menyiksanya. "Hidupmu adalah milikku!" kata-kata itu yang selalu Bariqi ucapkan untuk mengancam Elya.
1. Bumiaji
Hari senin bisa dikatakan sebagai hari yang menyebalkan untuk sebagian orang. Pasalnya di hari senin adalah hari awal mulai bekerja setelah weekend. Namun, beda dengan Elya. Gadis berusia dua puluh tahun itu paling membenci hari sabtu minggu, tapi mendambakan hari senin. Karena di hari sabtu dan minggu, pekerjaannya sangat padat, bahkan untuk makan secuil roti isi saja dia tidak bisa.
Elya, salah satu gadis beruntung di antara pekerja lainnya di hotel Crown Sunflower, Bumiaji, Batu. Elya hanya lulusan sekolah menengah atas di salah satu sekolah kejuruan di Tulungagung. Hanya bermodalkan nekat, Elya melamar kerja di Hotel Crown Sunflower, Batu. Karena hanya lulusan sekolah kejuruan, Elya diterima di bagian Food and Beverage menjadi juru potong sayur. Setiap hari, puluhan kilo wortel, kubis, terong yang Elya potong. Satu tahun bekerja, Elya diangkat menjadi Asisten Executive Chef. Ternyata pangkat yang dia kira tinggi bisa membuatnya bahagia lahir batin, ternyata yang ada ngenes lahir batin. Elya selalu menjadi tempat bosnya meluapkan kekesalannya.
“Kon iku ngene ae ora iso. Otak buat mikir, tangan buat kerja.” Satu kalimat yang biasa bosnya ucapkan pun selalu terlintas di otak Elya. Artinya ‘Kamu itu begini saja tidak bisa, otak dibuat mikir, tangan dibuat bekerja’
Terkadang Elya ingin menjambak, menghantam, bahkan menendang executive chef yang selalu semena-mena kepadanya. Dia bernama Bariqi Galanga. Pria lajang berusia dua puluh tujuh tahun yang terkadang sifatnya seperti anak TK. Tidak jarang Bariqi memukul pundaknya berkali-kali tanpa sebab seraya mengatakan membencinya. Namun kalau membenci kenapa Bariqi tidak kunjung memecatnya, kadang Elya juga bingung.
Sebejad-bejadnya seorang laki-laki, baru Bariqi lah yang paling bejad menurut Elya, tidak jarang juga Bariqi menyuruhnya membeli pengaman. Pernah sekali Elya ke minimarket, dan kebetulan sekali kalau kasirnya teman sendiri. Semula bibirnya ingin mangap beli pengaman, tapi pada akhirnya dia membeli coklat karena malu. Sungguh pengalaman yang memalukan.
Elya tidak tahu betul apakah bosnya itu suka main wanita, tapi yang dia tahu bosnya sering menyuruhnya membeli alat pengaman. Kalau tidak dituruti, jelas dia tidak akan mendapat uang bonus.
Di hari minggu ini, Elya sibuk berkutat dengan mashed potatoes yang dia masak. Perempuan itu tampak tidak terlalu semangat mencampurkan kentang yang sudah halus dengan susuu. Semalam Elya begadang membuat komik, tapi di jam dua pagi dia sudah harus bangun untuk bekerja.
Bekerja di bidang food and beverage harus siap dengan segala konsekuensinya termasuk kerja lembur bagai kuda. Apalagi Elya adalah asisten chef executive. Saat bos mengatakan “Ada Orderan” Mau tidak mau harus siap sedia.
Elya tidak pernah menyangka kalau hidupnya akan terjebak di lingkaran para koki tampan. Di dapur, ada tiga belas orang koki, semua laki-laki kecuali Elya. Para chef laki-laki itu kisaran berumur dua puluh dua tahun sampai bapak tiga anak. Sedangkan Elya sendiri yang paling kecil dan sering dizolimi oleh Bariqi. Elya merantau dari Tulungagung ke Batu demi mendapatkan uang yang lebih banyak.
Jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang, Elya selesai mengerjakan tugasnya. Gadis itu terduduk di bawah meja stainless steel dan mengurut lehernya yang terasa sakit.
“Ahhh akhirnya selesai juga,” ucap Elya melepas apron yang dia gunakan. Perut Elya sangat keroncongan, sejak pagi dia tidak sempat sarapan karena banyaknya masakan yang harus dia masak. Di hari minggu ada orderan paket wedding dengan seribu tamu, alhasil tim dapur lah yang kopat-kapit untuk menyiapkan segala masakan yang diminta,
“Elya, ngapain kamu di situ?” teriak suara laki-laki yang membuat Elya mengepalkan tangannya. Elya mendongak, melihat wajah Chef Bariqi yang sangat garang bediri tidak jauh dari dirinya.
Chef Bariqi, pria berusia dua puluh tujuh tahun yang otoriter, semaunya sendiri, kepala batu dan possesive. Elya bisa mengatakan Bariqi possessive karena pria itu selalu mengaturnya, mengekangnya, dan marah bila dia dekat dengan koki lain. Alasannya bukan karena Bariqi suka dengan Elya, melainkan karena pria itu tidak mau Elya meninggalkannya sebagai asisten. Meski Bariqi kesal dengan tingkah Elya yang cuek, tapi tanpa Elya dia juga kesusahan.
“Semua sudah beres, Chef. Aku capek, mau istirahat sebentar sebelum pulang,” jawab Elya.
“Siapa yang menyuruh kamu pulang?” tanya Bariqi dengan tajam.
“Aku sendiri,” jawab Elya.
“Tidak ada pulang. Kamu harus ikut aku, kerjaan kamu belum selesai!” tegas Bariqi.
Kalau Bariqi sudah bilang demikian, fikss kesengsaraan akan menghampiri Elya. Pasalnya Bariqi selalu semena-mena saat di luar jam kerja. Menyuruhnya menemani karaoke, menemaninya memancing, menemaninya main golf, futsal dan lain-lain. Elya benar-benar merasa menjadi asisten pribadi. Elya menutup wajahnya tanda dia kesal. Bariqi hanya menatap asistennya yang tingginya tidak lebih dari seratus lima puluh tiga itu.
Membuat Elya marah dan kesal adalah tujuannya. Sejak Elya datang ke dapur ini, Bariqi sudah menandai perempuan itu kalau perempuan itu tidak boleh lepas dari matanya. Elya gadis lugu dan cueknya melebihi tujuh orang. Bahkan kopi panas kalau didekatkan ke Elya, langsung dingin seketika. Itu lah yang membuat Bariqi sangat penasaran dengan sosok Elya. Biasanya cewek kalau melihatnya memakai baju koki langsung terpesona kepadanya, sedangkan Elya? Jangankan terpesona, mau melihat wajahnya selama tiga detik saja Elya tidak pernah sudi.
“Elya, sini!” titah Bariqi menyuruh Elya berdiri.
“Chef, aku lapar. Belum sarapan sejak pagi dan ini sudah masuk di jam makan siang,” keluh Elya.
“Makanya kamu ke sini!” tegas Bariqi lagi. Elya berdiri, tapi perempuan itu tidak menghampiri Bariqi, Elya malah pergi meninggalkan pria itu. Elya ingin segera ke tempat loker, mengambil tasnya, memasukkan kartu untuk cek-clock dan segera pulang. Namun belum sempat menuju ke tempat cek-clock, Bariqi sudah menarik tangannya dan menyeretnya paksa.
“Ahhh … aku mau dibawa ke mana?” teriak Elya dengan kencang.
“Diam!” desis Bariqi membawa Elya keluar dari pintu belakang untuk menuju ke parkiran khusus karyawan.
“Aku mau pulang, Chef!” pekik Elya lagi.
“Tidak boleh pulang sebelum aku senang,” jawab Bariqi dengan enteng.
***
Bariqi memasukkan Elya dengan kasar ke mobilnya. Elya berteriak sembari memberontak, gadis itu bak menjadi korban pemerkosaan saat Bariqi sudah memasukkan-nya dalam mobil dengan paksa. Namun seperti biasa Bariqi tidak pernah menganggap, pria itu menutup pintu mobil dengan kencang hingga membuat Elya tersentak. Elya mengusap dada-nya dengan pelan. Hati Elya isinya hanya umpatan kekesalan untuk Bariqi, manusia dengan ekspresi datar.
Bariqi, pria yang menurut para pekerja di Hotel Crown Sunflower adalah pria tampan. Sebenarnya Elya mengakuinya. Paras Bariqi, gaya rambut Bariqi, persis dengan aktor idola Elya, Dylan Wang. Namun kekesalannya dengan Bariqi membuat sisi plus pria itu musnah di mata Elya. Setiap hari, Bariqi tidak pernah bersikap baik kepada Elya. Setiap hari Bariqi selalu menebar aura negatif dan menistakan asistennya yang sebetulnya sangat dia butuhkan kehadirannya.
Elya melirik Bariqi yang mulai memasukkan kunci mobilnya ke tempatnya. Saat itu juga Bariqi menatap Elya. Baru-buru Elya memalingkan wajahnya. Elya tidak sudi bila Bariqi berpikir dia mengagumi pria itu, yang ada kepala Bariqi segede balon udara.
Bariqi mendekati Elya, pria itu mencondongkan tubuhnya mendekati Elya.
"Mau apa?" tanya Elya sedikit mundur. Elya takut kalau Bariqi berbuat macam-macam.
Bariqi mendengus, pria itu menarik sabuk pengaman dengan kasar dan memasangkan untuk Elya.
"Kamu pikir aku tertarik sama kamu? Rata kayak tembok," sinis Bariqi. Elya membulatkan matanya dengan bibir yang menganga lebar.
"Heh, ngatain cewek kayak gitu. Kamu sudah gak sopan!" ucap Elya memukul lengan Bariqi dengan kencang. Bariqi mengaduh sebentar sebelum memilih menjalankan mobilnya keluar dari area parkiran. Kalau dia terus menimpali perdebatan, yang ada Elya semakin ganas. Posisinya sedang di mobil, kalau Elya menerjang dan memukulinya, dia tidak bisa mengendalikan dirinya.
"Astagfirullah lapar banget," keluh Elya menyandarkan tubuhnya ke kursi mobil bosnya. Elya mengusap-usap perutnya. Sungguh nelangsanya hidup yang dijalani Elya. Sudah di mess makan pas-pasan, jauh dengan orang tua, dan kini dinistakan oleh chef yang seharusnya mengayominya.
"Makan banyak gak gemuk-gemuk, buat apa makan," ucap Bariqi.
"Emang situ makan banyak gemuk? Enggak juga, kan?" tanya Elya dengan kesal.
"Tapi aku tinggi," bela Bariqi.
"Percuma tinggi kalau sukanya nistain orang. Biar kena karma baru tahu rasa," cibir Elya.
Bariqi menjalankan mobilnya dengan cepat, pria itu sesekali melirik Elya yang terus mengusap perutnya. Bunyi perut keroncongan pun tertangkap di telinga Bariqi. Tidak berapa lama, Bariqi membelokkan mobilnya di kawasan restoran seafood yang ada di Pakisaji. Mata Elya membulat sempurna saat melihat tulisan Seafood yang sangat besar. Kecintaan Elya dengan seafood membuat gadis itu segera turun saat mobil sudah berhenti meski belum dipersilahkan.
Bariqi pun segera turun menyusul Elya. Elya sudah ngacir untuk Memesan makanan.
"Mbak satu porsi nasi dan udang asam manis," ucap Elya.
"Mbak ralat, dua porsi," ucap Bariqi menimpali.
"Tambah apa lagi?"
"Udang saus pedasnya dua porsi, minumnya lemon tea dua," kata Bariqi.
"Totalnya seratus sepuluh ribu," ujar Kasir setelah mentotal semua pesanan Elya dan Bariqi. Bariqi mengeluarkan dompetnya dan menyerahkan uang seratus ribuan dan sepuluh ribuan satu lembar.
"Waah dibayarin," batin Elya menatap Bariqi yang dompetnya selalu tebal.
Elya tahu betul apa saja isi dompet Bariqi, pasalnya saat menyuruhnya membeli sesuatu, Bariqi langsung memberikan dompetnya. Duit Bariqi bikin mata Elya merah karena terkena sinar Senyumnya Pak Soekarno dan Pak Hatta yang ada di uang ratusan ribu. Selain itu, ada beberapa kartu ATM yang Elya tebak isinya bukan kaleng-kaleng. Dari segi materi, Bariqi menang. Tapi kalau segi sikap, Bariqi minusnya banyak. Namun herannya Elya, cewek Bariqi banyak.
"Kenapa lihatin aku?" tanya Bariqi setelah memasukkan kembali dompetnya. Elya segera memalingkan wajahnya, gadis itu segera menuju ke salah satu bangku yang ada di sudut ruangan. Elya mendudukkan dirinya seraya menarik napas dalam-dalam. Besok adalah hari senin, dan Elya jadwalnya off. Elya tersenyum seorang diri membayangkan dia akan berkencan ria dengan Didi, nama kasur empuknya.
Bariqi mengambil duduk di depan Elya. Pria itu menatap Elya yang tersenyum seorang diri. Menurut Bariqi dan beberapa pria di hotel mereka bekerja, Elya lah yang paling tidak cantik di antara para pekerja di sana. Di dapur sendiri, Elya adalah perempuan satu-satunya, sedangkan di staff hotelnya kebanyakan perempuan yang cantik-cantik. Bahkan penampilan Elya sangat biasa saja. Namun anehnya, banyak yang berbondong mendekati Elya. Setiap hari yang dibahas di grub chat para pekerja cowok, adalah Elya. Sikap Elya, kebiasaan Elya, selalu menjadi topik hangat untuk grub chat mereka. Bariqi tidak pernah menimpali, pria itu hanya menyimak pembahasan.
Menurut Bariqi, Elya memang tidak cantik, tapi saat senyum Elya sangatlah manis. Mungkin itu daya pikat yang bisa ditonjolkan Elya.
Elya berkulit sawo matang dengan mata bulat, rambut yang banyak dan tinggi yang tidak seberapa. Jauh beda dengan selera Bariqi yang harus putih, mulus, dan berhidung mancung.
Diam-diam Bariqi menatap senyum Elya yang makin mengembang. Andai ada beberapa rekan kerja yang lain di sini, sudah pasti mereka menggegerkan suasana karena melihat senyum lebar Elya yang jarang tersungging.
Brakkk!
"Astagfirullah," ucap Elya mengusap dadaanya saat Bariqi menggebrak meja dengan kencang.
"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri? Aku malu kalau sampai orang lain mengira kamu sinting," oceh Bariqi.
"Besok aku libur. Jangan suruh aku kerja mendadak. Aku mau kencan," ucap Elya.
"Siapa yang mengijinkan kamu kencan? Kamu besok ada kerjaan. Liburnya diundur," ucap Bariqi dengan spontan.
"Ya gak bisa gitu, dong. Aku sudah menantikan hari senin selama enam hari, dan sekarang disuruh mundur lagi liburnya, aku gak rela,” oceh Elya dengan marah.
“Rela gak rela, kamu harus kerja besok. Gak ada kencan-kencanan, peraturan baru untuk anak FNB, tidak boleh pacaran!” tegas Bariqi. Elya mengernyitkan dahinya mendengar penuturan Bariqi, belum sempat Elya protes, seorang pelayaan datang seraya membawa pesanan mereka.
“Makasih, Mas,” ucap Elya pada pelayaan laki-laki itu.
“Gak usah genit!” desis Bahtiar menendang kaki Elya dari bawah meja membuat Elya ingin menendang balik Bariqi sampai pria itu ke mars dan tidak kembali lagi ke Bumi. Karena makhluk Bumi hanya untuk manusia normal, tapi Bariqi sama sekali tidak normal.
Pelayaan itu undur diri dengan perasaan yang tidak enak. Pria itu mengira kalau Bariqi dan Elya adalah sepasang kekasih yang tengah bertengkar.
Elya ingin mengambil satu piring berisi nasi dan udang, tapi bariqi segera menepis tangan Elya.
“Ini pesananku, kenapa kamu mau memakannya?” tanya Bariqi. Elya menatap Bariqi dengan mulut yang menganga.
“Kan ini yang pesan aku,” ucap Elya.
“Kan yang bayar aku. Semua makanan ini adalah milikku. Sekarang tugas kamu, kupasin udangnya untukku. Aku gak mau membawa kamu dengan cuma-cuma,” oceh Bariqi menyodorkan udang-udang ke depan Elya.
Elya mengepalkan tangannya dengan erat, kalau bisa, ia akan menghantam kepala Bariqi sampai kepala pria itu lepas dari tempatnya.
“Cepat kupasin!” titah Bariqi.
“Gak mau, mending aku pulang dari pada mengupas udang untuk manusia abnormal kayak kamu. Aku tidak peduli kalau tidak hormat dengan atasanku sendiri, karena kamu juga memperlakukan orang lain dengan semena-mena!” oceh Elya menatap tajam Bariqi.
“Elya, kupasin! Satu udang aku kasih lima ribu, ini ada dua puluh udang, seratus ribu cash buat kamu,” ucap Bariqi.
Mendengar kata uang membuat mata Elya berkedut. Oh tidak, kelemahan Elya ada pada uang. Elya memburu kertas merah itu untuk menambah pemasukannya.
“Kamu mau atau tidak? Kesempatan tidak datang dua kali,” kata Bariqi lagi.
Elya kembali mendudukkan dirinya, perempuan itu mengambil udang-udang besar itu dan mulai mengupasnya. Dalam hati, Elya menyumpah serapahi Bariqi dengan segala jenis sumpah serapah.
“Awas saja kalau aku sudah kaya, banyak uang, punya suami pengusaha terkenal, bakal aku ganti injak-injak kamu,” batin Elya menatap Bariqi dengan mata tajamnya.
Bariqi menatap Elya yang mengupas udang dengan wajah yang syarat akan amarah. Dalam hati Bariqi tersenyum, ia merasa menang sudah berhasil menistakan gadis di hadapannya.
“Nih, sudah semua. Aku mau pulang!” ketus Elya.
“Tunggu!” cegah Bariqi.
“Apa lagi? Kalau kesabaranku sudah habis, aku pastikan kepala kamu akan aku jadiin tumbal pesugihan di gunung wilis,” ucap Elya.
“Karena aku baik, sekarang kamu yang makan!” ucap Bariqi yang membuat Elya lagi-lagi harus melongo.
“Cepat makan! Aku tidak mau kamu menyebar gosip bahwa Chef Bariqi menelantarkan anak buahnya. Sungguh memalukan,” sinis Bariqi.Perut Elya yang sudah luar biasa lapar pun membuat gadis itu segera duduk dan memakan satu porsi nasi udang dengan lahap. Perempuan itu tidak jaim makan dengan lahap meski ada pria di hadapannya. Lagi pula, Bariqi sudah tahu semua kejelekannya dari A sampai Z. Mulai dia yang sering ngupil saat di parkiran ketika akan pulang, dia yang suka mengemut biji mangga, dia yang sering ingusan saat makan pedas dan lain-lain.
“Pelan-pelan saja makannya. Kayak orang gak makan tujuh hari saja,” ucap Bariqi.
“Beras di mess sudah habis, susu di mess sudah habis, camilan semua habis, hanya makan kacang goreng yang aku bawa dari Tulungagung. Mana tanggal gajian masih lama. Kapan hidup tidak ternistakan seperti ini? Memang paling enak tuh gak usah kerja keras, tapi nikah sama anak tunggal kaya raya,” oceh Elya masukkan udang ke mulutnya.
“Jangan menghalu. Orang biasa saja belum tentu mau sama kamu kok minta anak tunggal kaya raya,” sinis Bariqi.
“Enak saja. Di dunia ini gak ada yang gak jatuh cinta sama Elya. termasuk kamu, aku pastikan kamu cinta sama aku. Kalau kamu udah cinta, aku gak mau sama kamu. Mampus kamu!” oceh Elya.
“Meski di dunia ini hanya tersisa kamu, lebih baik aku jadi perjaka tua!” kesal Bariqi.
“Pegang ucapan kamu sendiri, jangan sampai kamu benar-benar jatuh cinta sama aku. Karena aku gak selera sama cowok kayak kamu!” ketus Elya.