Selingkuh Dengan Ayah Mertua (Bagian 6)
Dicintai secara membabi-buta merupakan anugerah terindah yang kehadirannya teramat membanggakan untuk setiap wanita, tak terkecuali bagi Laritta.
Setelah bertahun-tahun menjadi istri dengan berbagai kasus perselingkuhan, wanita yang kini resmi menganut paham poliandri bersama ayah mertuanya itu, akhirnya dapat mengembalikan seluruh kebahagiaan yang pernah direnggut paksa darinya.
Frans, ayah mertua yang juga menjadi suaminya itu, memperlakukan Laritta layaknya ia adalah satu-satunya wanita yang mendiami hatinya.
Ketika Laritta menginginkan bulan madu yang istimewa, Frans bahkan tak segan untuk mengubah rute dari perjalanan bisnisnya.
Tak hanya rela meninggalkan pekerjaannya, Frans bahkan sampai menggelontorkan belasan juta USD demi menyewakan privat pulau untuk Laritta.
“Are you happy?”
Laritta menganggukkan kepala sebelum kemudian menghamburkan diri ke dalam pelukkan ayah mertua, ah, bukan, tapi suami keduanya.
Deburan ombak dan desau angin menjadi lagu pengiring sore hari mereka. Keduanya tengah menunggu para pekerja yang ditugaskan untuk mengisi seluruh pesanan mereka.
Selain menempati pulau itu hanya untuk mereka berdua, dalam beberapa hari kedepan, Frans akan mengundang para sahabatnya untuk memperkenalkan Laritta.
Ia akan menggelar privat party dengan mengumumkan status Laritta yang tak lagi hanya sebagai menantu perempuannya.
Terdengar gila memang. Namun hal itu Frans lakukan untuk membuktikan cinta dan keseriusan yang ia miliki dalam membangun hubungan terlarang mereka.
“Ahh, Hon..” Laritta mendesah karena Frans mengulum cuping telinganya.
Wanita itu meminta Frans untuk menahan diri sampai para pekerja villa meninggalkan pulau yang mereka sewa.
“Too long, Mih. Papi pengen.”
Laritta melepaskan cubitan mautnya ke pinggang Frans.
“Dasar suami nakal… Kalau mereka tiba-tiba kelar, terus kesini buat pamitan gimana?”
Laritta bukannya tak ingin. Sebagai wanita yang juga tergila-gila kepada Frans, liangnya akan selalu siap untuk menerima kenikmatan yang diberikan oleh batang besar berurat milik kekasihnya.
“But I want you so bad, Sayang. I've been holding it in for two hours.” Ucap Frans, memelas.
Frans menyesal. Andai ia jika para pekerja akan memakan waktu selama ini, ia pasti tak akan mengajak Laritta untuk menuruni kapal.
Mengingat itu, bola mata Frans mengedar.
Pria itu menatap Lamborghini 63 miliknya yang diapit megah oleh tiga mini yacht milik pengelola pulau.
“I know what we have to do, Sweety..” Tanpa aba-aba, Frans mengangkat tubuh Laritta. Pria itu meminta Laritta untuk melingkarkan kakinya agar tak terjatuh.
“Pih! Kamu nggak mau ngajakin Mami gituan kolong dermaga kan?”
Frans rasanya ingin tertawa. Namun ia sekuat hati menahannya agar wanita kesayangannya itu bertambah panik.
“Papiih! Mami nggak mau, Pih!!”
Laritta meronta karena mengira Frans benar-benar akan mengajak dirinya bersetubuh di bawah dermaga.
Rontaan itu melemah sesaat Frans menginjakkan kakinya menaiki anak tangga.
“Loh?” Pekik Laritta kecil, terdengar begitu menggemaskan di telinga Frans.
“Aku nggak segila itu, Sayang..”
Laritta pun memeluk batang leher Frans. Wanita itu menempel seperti bayi koala di besarnya tubuh sang kekasih hati.
Memasuki ruang kemudi yacht pribadinya, Frans yang tak ingin berjauhan pun, memilih untuk memangku Laritta.
“Hon, jangan bilang kalau kamu…” tanya Laritta menggantung dengan picingan, menatap kedua bola mata Frans.
Frans pun terkekeh. Ia lalu merunduk, mengecup bibir Laritta.
“Yes, Sweety.. I wanna fuck you in the middle of the sea..”
“Ihhh, Papih.. Hurry up!” Laritta merengek manja sebelum kemudian membisikkan kalimat yang membuat Frans segera menghidupkan mesin yacht-nya.
Bersama menantu kesayangannya, jiwa Frans seperti ditarik mundur, menuju masa-masa dimana dirinya masih memiliki banyak hasrat dan energi.
Jiwa mudanya kembali menyemburkan bara api yang menyala-nyala, menjadikannya sebagai pria paruh baya penuh energi yang siap untuk membahagiakan setiap detiknya kebutuhan batin kekasihnya.
“Capt… Jangan lupa, kasih tahu mereka buat langsung pergi aja.” Laritta berucap sembari melancarkan aksinya dengan menerjunkan kecupan-kecupan basah di leher Frans.
“Got it, Mam..”
Berkat ulah istri cantiknya yang teramat pandai dalam mengaktifkan sensor birahinya, nafas yang semula tenang, kini terdengar kian cepat.
“Honeyh…”
Genggaman Frans pada roda kemudi yacht, mengencang.
Seruan lirih dengan desahan diakhir kalimat istri terlarangnya itu, membuat batang berurat di tengah-tengah selangkangan Frans, berdenyut semakin kuat.
“Holdh onh, Laritthh….”
“Nggak bisah, Honeyh….”
Di pangkuan Frans, Laritta menggeliat, membuat bumper belakangnya yang seksi, menekan gundukkan daging mengembang di dalam celana pantai yang dikenakan Frans.
“I’m wet, Honeyh. Really wet, ahh…”
Kepala yang terhubung dengan batang leher Frans pun ikut berdenyut.
Mereka belum lama berlayar. Yacht yang mereka tumpangi pun belum sepenuhnya meninggalkan bibir pantai. Hal ini akan membuat para pekerja yang telah menyelesaikan pekerjaannya, menyambangi yacht untuk berpamit dan melaporkan hasil pekerjaan mereka.
Frans jelas tak ingin kesenangan yang mereka sesap terganggu oleh laporan tak penting para pekerja pulau. Untuk alasan itulah, Frans akhirnya bertanya, apakah sang istri sudi memimpin percintaan mereka dengan ia yang akan tetap fokus mengemudikan yacht.
“Yeahh, Honeyh..”
Sebelum menarik diri dari pangkuan Frans, Laritta mendaratkan bibirnya, menuntut ciuman singkat yang begitu panas.
Keduanya saling melumat dengan Laritta yang jauh lebih aktif dalam menggerakkan bibir dan lidahnya.
“Honey…”
Frans meneguk ludah saat Laritta dengan gerakannya yang pelan, menurunkan kimononya hingga memperlihatkan tulang selangkanya yang indah.
Dengan kimono yang menggantung di antara siku-siku tangannya, Laritta merunduk untuk meraih karet yang melingkari pinggang Frans.
“Angkat pantat kamu, Hon… Aku mau bebasin kesayanganku biar dia bisa masuk ke sarangnya.”
Laritta yang merunduk, membuat Frans dapat menyaksikan indahnya puncak gunung yang tak lagi melekat pada penutupnya.
Celah yang memperlihatkan puting kemerahan Laritta itu, dimanfaatkan Frans untuk merogoh bongkahan payudara kesayangannya.
“Honeyhh..”
Dengan tangan kanannya yang menyelesaikan pekerjaan Laritta pada celana pantainya, Frans lalu menarik tubuh Laritta melalui bongkahan payudara yang masih tergenggam di tangannya.
Alhasil, Laritta pun bangkit dan tubuhnya terjatuh ke pelukannya.
“I will switch the steering wheel to autopilot mode… After that, aku akan membuat seluruh yacht ini penuh dengan desahan kamu.”
Sambil memeluk Frans, Laritta menantang dengan nakalnya. “Uhh.. Mauuhh…”
Untuk mempercepat pekerjaannya, Frans membopong tubuh Laritta layaknya karung dan mengamankan kekasih nakalnya itu agar tak mengganggu dirinya.
Ia harus memfokuskan diri untuk memilih koordinat pemberhentian yang membuat kapal keduanya aman dari terjangan ombak.
Sampai di dek tengah, Frans pun menurunkan Laritta ke atas sofa.
Sembari mengusap permukaan panties Laritta yang melembab, Frans, “buat diri kamu banjir, Sweetheart. Setelah semuanya selesai, aku akan langsung menusuk lubang ini dan menjadikannya tempat untuk menampung benihku.”
Pria itu meraih tangan Laritta, lalu menggantikan jari-jarinya dengan milik sang kekasih.
“Yeah, Honeyhh.. Jangan lama-lama, anghh….”
Satu kecupan Frans bubuhkan, tepat di pinggir bibir kemaluan Laritta yang menyembul di sela-sela permainan jari-jari wanitanya.
“Shit!!” Maki Frans, kemudian berlari karena tak sanggup melihat raut menggairahkan yang tercetak jelas di wajah cantik Laritta.
“Eunghh, Honeyhh… Sinihh, Honhh..”
“Arrghh, Lariiithh!!”
Laritta tak bisa menahan tawanya setelah mendengar teriakan penuh rasa frustasi kekasihnya.
“Awas saja kamu!!”
