Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2. Byantara

Kia merasakan seperti ada sekelumit memorinya yang hilang karena kepalanya yang sangat pusing akibat alkohol.

Yang ia ingat terakhir kali, adalah ketika Bartender tampan itu menghajar Si Baju Hitam. Lalu Kia membisikkan kalimat dengan nada mesra penuh rayuan kepada lelaki itu, yang memintanya untuk membawa gadis itu pergi sejauh mungkin agar tidak ada yang bisa menemukan mereka.

Lalu... lalu??

Kia mengerang pelan, saat tikaman rasa sakit yang menghujam kepalanya terasa sangat nyeri bagaikan ribuan jarum tajam menusuk kulitnya. Gadis itu pun perlahan membuka mata, dan tersentak kaget.

Karena sepasang mata sekelam malam dan sedingin es, tengah beradu pandang dengannya. Sontak saja Kia menatap kondisi dirinya dan lelaki yang masih berpakaian lengkap. Oh, mereka belum melakukan apa pun.

Gadis itu mengenyit. "Uhm... Si Bartender kan?" Tanyanya sambil berusaha memijat pelipisnya yang sakit.

"Ini dimana?" Tanya Kia lagi, setelah menyadari bahwa dirinya tengah terbaring di atas sebuah ranjang empuk berukuran besar, di dalam sebuah kamar yang luas dengan tata letak dan perabotan seperti di dalam sebuah hotel mewah.

Lelaki yang duduk di samping ranjang itu tidak menjawab. Ia pun seketika berdiri, tapi hanya untuk bergerak menaiki ranjang dan mendekat ke arah Kia.

"Boleh saya membantu memijat kepala Anda? Mungkin saya bisa sedikit meringankan rasa sakitnya."

"Memangnya kamu bisa memijat?" Tanya Kia skeptis.

"Sedikit. Saya pernah belajar totok urat syaraf untuk pengobatan," sahut lelaki itu sembari mengedikkan bahunya, yang membuat perhatian Kia pun seketika tertuju pada bongkahan otot biseps yang tercetak di lengan kemeja putihnya.

Lelaki itu telah melepaskan rompi coklat emas sebagai salah satu seragam yang dikenakan oleh pekerja club. Dan kini ia pun hanya mengenakan kemeja putih lengan panjang yanh digulung sebatas siku, serta celana panjang coklat tua.

"Hm... baiklah. Lagipula kepalaku juga sudah sakit. Kalau-kalau kamu malah membuatnya semakin sakit pun tidak masalah," cetus Kia meremehkan.

Gadis itu pun beranjak untuk duduk, dan Si Bartender bergerak ke belakang Kia. Kedua tangannya terjulur untuk mulai memijat lembut dimulai dari ubun-ubun gadis itu dari belakang.

"Aaaahh... pijatanmu ternyata benar-benar enak sekali," erang Kia sembari memejamkan mata merasakan jemari kokoh lelaki itu yang bergerak memutar memijat kepalanya.

Tanpa sadar dan karena terlena, Kia pun kini telah menyandarkan bagian belakang kepalanya di dada lelaki itu.

"Siapa namamu?" Tanya Kia dengan suara yang agak serak karena rileks dan sedikit mengantuk.

"Byantara," sahut lelaki itu dengan suara beratnya yang maskulin. "Apa pijatannya tidak terlalu kuat, Nona? Perlu saya pelankan?"

Kia hanya menjawab dengan mengguman pelan dan kedua manik yang masih tetap terpejam, menyuarakan kalimat tak jelas yang bermakna bahwa ia cukup menikmatinya.

"Sebaiknya Nona tiduran agar lebih rileks," saran lelaki itu, yang kemudian dituruti oleh Kia.

Gadis itu kembali mengguman pelan saat Byantara bukan hanya memijat kepalanya, tapi juga bahu dan lengannya.

Namun saat Byantara hendak kembali memijat bagian kepala Kia, tiba-tiba saja gadis itu memegang tangannya, membuat gerakannya sontak terhenti.

Byantara pun mengangkat alisnya yang lebat, bertanya tanpa suara atas sikap Kia.

Gadis itu menyunggingkan senyum yang secantik bidadari, membuat jantung Byantara berdebar.

"Byan." Kia mengucapkan satu kata dengan suara lembut namun sangat seksi, membuat perhatian Byantara terpaku pada bibir sensual yang menggiurkan itu.

"Aku akan memanggilmu Byan," lanjut Kia sambil beranjak untuk kembali duduk. Dengan gestur menggoda, gadis itu sengaja mendekatkan wajahnya dengan wajah Byan tanpa menanggalkan senyum di wajahnya. Hal yang sangat ia sadari menjadi salah satu senjata untuk menaklukkan para lelaki ke dalam pesonanya.

"Pijatanmu sensasional sekali, Byan. Aku suka. Bagaimana jika kamu menjadi pemijat pribadiku saja, hm?"

Byan masih diam saja ketika Kia menggodanya, meskipun Byan yang biasanya benci jika ada wanita yang menggodanya. Tapi untuk kali ini, Byan tidak menepis tangan Kia yang mulai merayap di dadanya untuk meraba otot-ototnya.

Ia justru ingin tahu, sejauh mana wanita cantik ini membuatnya terhanyut. Ia ingin tahu sejauh mana wanita penggoda dengan mata sayunya yang seolah memancarkan kesedihan itu akan membuatnya terbawa.

"Kenapa kamu diam saja, Byan? Apa kamu tidak menyukaiku," bisik Kia di telinga Byan. "Apa aku kurang menarik?"

Byan menyentak tangan nakal Kia yang mulai membuat napasnya memburu. Sial. Kenapa begitu cepatnya gadis ini membuatnya terangsang??

"Aku belum tahu namamu."

Kia tertawa kecil mendengar Byan yang mulai mengucap aku-kamu alih-alih saya-Anda/Nona. Kilat gairah yang berbayang begitu jelas di wajah tampannya tak bisa dipungkiri lagi jika lelaki itu sedang menahan sekuat tenaga hasratnya.

"Kia. Namaku Kia," sahut gadis itu, dengan sengaja memberikan satu kecupan lembut di bibir Byan. "Well, sekarang kita sudah tahu nama masing-masing. Lalu selanjutnya apa?" Pancingnya.

"Kia," ulang Byan sembari menatap manik indah sayu milik Kia. "Nama yang secantik pemiliknya," puji lelaki itu sembari tersenyum. "Apa kamu yakin akan melakukannya denganku, Kia?"

Gadis itu pun mengangguk. "Kamulah yang ditunjuk oleh botol birku, jadi sangat fair. Lagipula kamu sangat tampan dan juga mahir memijat," cetus Kia seraya melayangkan kerlingan nakal. Gadis itu meraih ujung gaunnya, menaikkannya ke atas dengan perlahan dan seksi, hingga akhirnya gaun hitam ketat itu pun terlepas dan ia lemparkan begitu saja ke sembarang arah.

Tatapan lelaki normal Byan pun sontak tertuju pada tubuh berlekuk sempurna yang lagi-lagi membuatnya menelan ludah. Seperti yang sudah ia duga, Kia memang sangat indah.

Kulitnya putih, mulus tanpa cela. Lembut dan meleleh seperti mentega ketika disentuh. Dadanya bulat penuh dan tampak sangat menggiurkan. Lekukan pinggulnya membuat pikiran seorang lelaki akan melayang ke langit ke tujuh saat menatapnya.

Gadis ini masih mengenakan bra dan panties hitam, membuat Byan tak sabar untuk segera melucutinya.

"Aku sudah melepas bajuku, sekarang giliranmu."

Byan tersadar dari lamunannya saat mendengar suara lembut Kia. Tiba-tiba saja timbul keinginannya untuk ikut serta dalam permaian saling menggoda ini.

"Kalau begitu, bagaimana jika kamu saja yang melepasnya?" Tanya Byan dengan alis lebatnya yang terangkat.

Kia menelengkan kepala dan menggigit bibirnya. "Oke. Akan kulakukan."

Jemari lentik itu pun mulai menari di bagian depan kemeja putih Byan. Kia sengaja menggoda dengan berlama-lama membuka kancing kemeja Byan, membuat lelaki itu semakin terbakar dalam gairahnya sendiri.

"Lupakan." Byan menarik tangan Kia dari kemejanya yang sudah setengah terbuka. "Aku bisa gila karena menunggunya," desis lelaki itu, yang langsung memagut bibir lembut Kia dengan tekanan kuat demi melampiaskan gelora yang membuat kinerja otaknya melumpuh.

Kia menyambut ciuman Byan dengan sama berhasratnya. Selain Alex Guntoro sialan, Kia baru merasakan hasrat yang membuatnya pusing hanya kepada lelaki ini. Byantara.

Byan memindahkan kecupannya di leher jenjang Kia saat napas gadis itu mulai memburu. Dengan penuh nafsu, Byan menghisap kulit putih lembut itu kuat-kuat, membuat Kia merintih lirih antara sakit dan nikmat.

Lelaki itu lalu mendorong Kia dengan kuat, hingga gadis itu pun tak pelak jatuh dan kembali terbaring di atas kasur.

Dengan tidak sabar, Byan segera membuka lebar kemejanya tanpa melepaskan kancingnya lagi, membuat robekan besar di material kain itu dengan kancing-kancingnya yang lepas dan jatuh berhamburan ke atas ranjang serta sebagian terhempas ke lantai.

Kia tersenyum kagum melihat bongkahan otot liat yang menghiasi tubuh kokoh Byan. Lelaki ini pasti sangat menjaga kebugaran tubuhnya, terlihat dari daging padat tak berlemak dan abs sempurna.

Byan segera mengambil posisi menelungkup di atas Kia, dengan menumpukan kedua sikunya di atas kasur agar tubuh besarnya tidak membebani tubuh seksi yang jauh lebih mungil darinya itu.

"Kamu tahu, Kia? Bukan ujung botol bir yang membuatku menjadi teman tidurmu malam ini, tapi takdir," cetus Byan sembari melayangkan kecupan-kecupan kecil di sepanjang tulang selangka Kia yang menyembul cantik.

"Takdir ya?" Kia tersenyum dan menutup kedua matanya menikmati bibir Byan yang sibuk menyecap tubuhnya. "Benar. Takdir. Sebuah algoritma dari hukum sebab-akibat."

Byan tak lagi dapat mendengar perkataan Kia, karena sedang sibuk membuka bra gadis itu. Manik legamnya berbinar takjub melihat bukit yang indah, padat dan bulat dengan puncaknya yang berwarna pink menggemaskan.

Jemari Kia mencengkram kepala Byan, tenggelam di dalam kelebatan rambut tebal lelaki itu. Suara desahannya yang mengalun sensual membuat Byan pening karena semakin tenggelam dalam gairah.

"Uh... Byan..." Kia serasa melayang saat jemari lelaki itu yang semula berada di dadanya, kini mulai merayap turun ke perutnya yang datar, mengusap pinggang ramping sehalus sutra.

Lalu turun dan terus turun... hingga akhirnya berhenti di tujuan utamanya.

Awalnya Byan mengusap-usapnya lembut, sebelum kemudian satu jarinya menelusup masuk ke dalamnya. Dan mulai bergerilya.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel