Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Ancaman diri sendiri.

Stela melihat handphone masih on, secara otomatis Leonal mendengar pertikaian putrinya dengan seseorang yang ternyata adalah komandan tampan.

"Halo, Stela...! Apa kamu mendengar Papa?"-Leonal.

Stela berusaha menghindar, seperti kehilangan sinyal.

"Ya, Pa... Aku tidak mendengar! Nanti aku akan menghubungimu kembali, karena saat ini aku akan melakukan rapat besar!"

Stela menutup telfonnya, menarik nafas panjang, mencari keberadaan sang komandan yang sangat menyebalkan.

"Dasar laki laki aneh!" Stela menuju ruangannya dengan menggerutu.

Saat memasuki ruangan, yang dia tinggal beberapa hari, karena pernikahannya dengan William, seketika sudah berubah, menjadi ruangan ajudan sang komandan.

Sontak Stela semakin menantang, wajahnya kembali garang, menatap satu persatu orang suruhan Adrian.

"Ngapain kalian disini? Apakah aku meminta kehadiran kalian? Sama sekali aku tidak membutuhkan kalian untuk mengawasi semua kegiatanku!" tegas Stela sedikit membentak.

Adrian tertawa, mendengar celotehan gadis itu diruangan para pengawal pribadinya.

"Baby," kecupnya pada leher Stela tanpa perasaan sungkan.

"Oooogh no....!!"

"Lama lama aku bisa gila, memiliki komandan seperti anda Tuan Adrian....!"

"Simpan wajah mesum mu...!"

Stela semakin bersuara keras kearah Adrian, membuat pria tegap itu semakin senang dan bersemangat.

"Lebih baik, kamu mengikuti aturan ku, baby. Kita akan mengadakan rapat besar mencari keberadaan William dan Stefan. Aku yakin kamu mengetahui, dimana keberadaan mereka."

Adrian menarik tangan Stela, menuju ruangannya, bersama para petinggi.

Stela seketika gugup saat melihat para petinggi yang hadir disana, "Apa apaan ini? Kenapa aku harus masuk kedalam situasi ini? Ini akan mengancam kehidupanku seratus persen, berada dalam ancaman mereka."

Adrian meminta Stela untuk duduk disampingnya, "Duduklah baby? Atau mau duduk dipangkuan ku?"

Stela mendengus kesal, memilih duduk lebih jauh dari sang komandan gila namun memiliki wajah tampan.

Semua mata tertuju pada Stela, saat mereka memberikan semua berkas target operasi utama. Tertulis nama William Danu Barata dan Stefan Leonal Alkhairi, yang menjadi pusat perhatian para petinggi, karena merupakan gembong narkoba terbesar sekelas internasional.

Stela menelan salivanya kasar, matanya membulat tertuju pada sang komandan.

"Stela, apakah kamu mengenal kedua pria ini?" tanya salah seorang pejabat tinggi bintang dua yang duduk dihadapannya.

Stela mengangguk, "Izin komandan. Ya, saya mengenal mereka, tapi saya tidak tahu keberadaannya saat ini."

Para pejabat tinggi negara berbisik antar mereka, menunggu keputusan dari Adrian yang turut berperan penting untuk menangkap mafia kelas kakap nomor satu di dunia.

"Kita akan melakukan perjalanan, menyamar sebagai orang biasa, saya harap, Nona Stela bisa bekerja sama dengan team detektif internasional, untuk menjebak dan membawa mereka kembali kesini. Apakah kamu tahu hukuman untuk mereka?" tanya salah satu pejabat pada Stela.

Stela mengangguk, "Hukuman mati komandan."

Adrian tertawa, mengangguk kearah wanita muda itu, "Ini akan menjadi sangat menyenangkan, baby," dia bergumam dalam hati, melirik kearah Stela, memberikan ciuman dari kejauhan.

Stela hanya terdiam, tertunduk lesu mendengar ancaman hukuman bagi mantan suami dan saudara kembarnya.

"Apa yang harus aku lakukan?" Stela berteriak keras dalam hati.

Stela semakin bingung, bukan dia tidak mengetahui sepak terjang saudara kembarnya, melainkan itu hanya seperti mata rantai yang sulit untuk diputuskan.

Stefan yang selama ini memilih tinggal bersama kekasihnya di Napoli Italia, tanpa mau kembali ke Jakarta, karena perdebatan panjangnya dengan Leonal beberapa waktu lalu.

Sementara William, adalah seorang pria yang mengaku sebagai pengusaha, dan juga sangat mengenal dekat Stevie dan Steiner yang memilih tinggal di Jerman.

"Kenapa mereka tidak pernah jujur pada ku? Siapa sebenarnya Stefan? Dia adalah saudara kembar yang sangat baik. Apakah aku harus menjadi bagian informasi di team ini, untuk membunuh saudara sendiri? Ooogh Tuhan....!!!!"

Air matanya menggenang dikelopak mata, membayangkan apa yang akan dia sampaikan pada keluarganya.

Stela hanya melamun selama berada di ruang rapat, bersama para petinggi. Tanpa mau memikirkan perasaan mereka, melainkan hanya memikirkan perasaan keluarga, tentang saudara kembarnya Stefan.

"Sepertinya aku sedang memakan buah simalakama...!"

Selama didalam ruangan yang luas itu, bersama para petinggi lainnya, mata Stela menatap kearah Komandan Adrian.

Mereka berdua saling tersenyum, seketika jemari mungil itu, mencari informasi tentang Jenderal bintang dua Adrian Martadinata, melalui handphone pintar miliknya.

Perlahan Stela menscrol layar handphone dengan jari telunjuknya, namun tidak ada tertulis tentang data diri lengkap yang menunjukkan bahwa pria itu berstatus single, ataupun memiliki hubungan dengan wanita lain.

Menurut para rekan kantornya, ada Komandan mereka yang memiliki istri, bernama Lauren Bennett pengusaha, bahkan orang nomor tiga di Marsedez Benz. Namu hingga saat ini, data lengkap komandan tersebut, masih tertutup rapat.

Tepat pukul 14.00 waktu setempat, mereka menutup rapat pertemuan hari itu.

Secara garis besar disebutkan, bahwa Stela dan Adrian, akan menjalani masa dinas selama berbulan-bulan keberbagai negara, untuk melakukan penyamaran dan penangkapan resmi kepada William dan Stefan, yang menjadi target utama operasi mereka.

Pelan Stela menarik nafas panjang, melirik kearah Adrian.

"Izin komandan, bagaimana jika saya menyatakan mundur dari team informasi ini? Saya tidak sanggup menghadapi tantangan, yang akan mengancam keselamatan saya dan keluarga. Bagaimanapun ini akan berdampak pada kesehatan kedua orang tua dan juga keluarga besar saya," Stela menundukkan wajahnya.

Adrian tertawa, mendengar pernyataan Stela saat ini. Dia sangat paham, bagaimana perasaan gadis yang tengah duduk dihadapannya.

"Apakah kamu siap, jika kamu dijadikan pemancing? Come on baby, ini adalah pekerjaan. Kamu akan naik pangkat, bahkan keluargamu akan mengakui kehebatan mu, sebagai seorang informan," Adrian meyakinkan Stela.

Seketika gadis itu melihat sekelilingnya, meyakinkan semua orang tidak ada disana, hanya ada dia dan sang komandan.

"Dengar komandan brengsek! Saya mesti berhadapan dengan saudara kembar, dan mantan suami. Ini tidak fear! Kenapa kalian tidak mencari orang lain, jangan saya. Mungkin akan lebih baik begitu, karena saya akan menutup mata dan telinga saya, jika mendengar hukuman mati. Ini hukuman mati! Bukan seumur hidup!" Stela menggeram, semakin menantang wajah Adrian.

Adrian terdiam, wajahnya memerah. Baru kali ini ada anggotanya yang berani menyatakan dia adalah seorang komandan brengsek.

"Kenapa kamu sangat membenci saya? Apakah saya kurang melindungi kamu?" Adrian mengalihkan pandangannya.

Stela menggeleng, "Jika anda mau memasukan saya pada team anda, untuk memata matai keluarga sendiri, lebih baik saya berhenti dan menyatakan mundur. Saya tidak akan sanggup menghadapi semua, karena saya yang akan menjadi bulan bulanan. Saya permisi!"

Stela berdiri tegak, dengan mantap menuju pintu ruangan yang tertutup rapat.

Seketika, Adrian menahan lengan Stela, agar tidak meninggalkannya sendiri diruangan luas itu.

"Kita akan bahas ini. Percayalah, saya tidak akan pernah menjebak orang lain. Saya hanya ingin, kamu ikut dalam team pencarian pada Will? Apa kamu tidak mau tahu, kenapa dia menceraikanmu, atau bahkan kenapa dia menghilang, setelah bercerai darimu. Hanya itu, untuk urusan Stefan, kita bisa pikirkan saat sudah berhadapan dengannya. Tolong jangan ajukan pengunduran diri, karena saya butuh wanita cerdas sepertimu, baby." Adrian berusaha melunakkan hati gadis keras kepala, yang masih menantangnya.

Stela menunduk, "Saya mulai meragukan kemampuan pribadi. Biarkan saya sendiri, saya tidak ingin melanjutkan pembahasan tentang William ataupun Stefan."

Stela melepaskan lengannya dari genggaman erat tangan Adrian, membuka pintu dengan sangat kasar.

Adrian terdiam, menarik nafas dalam, "Ternyata dia tidak bisa ditebak, bahkan sangat sulit diyakinkan dengan iming iming naik jabatan. Apa karena dia berasal dari keluarga kaya?" Dia tersenyum tipis, mengikuti langkah kaki Stela dari belakang.

Stela benar benar dipusingkan dengan keadaan, yang sangat menggangu pikirannya.

"Apa aku harus menghubungi Stefan?" Stela meraih handphone miliknya, mencari nomor telepon saudara kembarnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel