Bab 3. Perawan
Lyra, berlutut dengan kedua tangan terkepal erat, menahan gemetar yang menyelimuti seluruh tubuhnya. Ia begitu sial, botol anggur yang dipecahkannya ternyata amat mahal. Satu botol anggur itu, setara dengan tiga bulan gaji, di dua tempat kerjanya.
"KAU MERUSAK PESTA KAMI!" raung seorang pemuda, teler.
Lyra semakin menundukkan kepala, ia tidak berencana membalas tatapan mereka semua. Biasanya pelayan yang berbuat salah, akan menebus kesalahan mereka menggunakan tubuh. Mungkin, untuk sebagian orang, ini adalah hal biasa. Namun, tidak bagi Lyra yang sama sekali buta terhadap hubungan pria dan wanita.
Seumur hidupnya, dihabiskan dengan bekerja dan bekerja. Ia sudah begitu menderita, jadi Lyra tidak berharap hidupnya dapat lebih buruk lagi.
PRANGGG!
Gelas kosong, dilempar tepat di samping Lyra. Serpihan gelas, mengenai tubuhnya. Beruntung, pakaian mampu melindungi kulitnya dari serpihan beling itu.
"Jika kamu tidak punya uang, maka layani kami malam ini," ujar salah seorang pria yang lebih tua dengan tatapan mesum.
Tidak ada yang menolongnya. Ini kehidupan nyata, bukan novel roman picisan. Di mana dalam karya fiksi, akan ada seorang pria gagah berani dan kaya, yang datang menolong. Tidak ada.
Tamu lain di ruangan itu, tertawa senang. Seakan sedang menonton pertunjukan, seru. Bahkan mereka bersorak-sorai, begitu gembira di atas penderitaannya.
"Ayolah, lepaskan rompi itu dan buka beberapa kancing kemeja. Naik ke atas meja dan menarilah! Kami akan memberimu uang. Siapa tahu, jika terkumpul itu dapat digunakan membayar ganti rugi," seru tamu lainnya.
Supervisor klub, hanya berdiri diam di sudut ruangan. Semua pekerja di klub ini, memiliki kehidupan yang sulit. Jadi, tidak ada yang akan bertindak layaknya pahlawan, hanya untuk menolong rekan kerja. Ia hanya berharap, Nyonya Amy Kwan segera tiba.
Melihat Lyra yang berlutut dan menunduk dalam, tangan mereka mulai mendorong kepalanya. Menuntut tanggapan darinya, untuk semua ucapan penuh hinaan itu.
Takut! Ya, Lyra begitu ketakutan. Ia miskin, bahkan setiap hari harus mencemaskan sisa beras di rumah.
"Selamat malam, Tuan dan Nona."
Suara khas milik Amy Kwan, menarik perhatian semua orang. Siapa yang tidak mengenal janda cantik itu. Selain cantik, wanita itu adalah seorang janda yang kaya raya. Terkenal di dunia gelap dan disegani.
"Amy, bagaimana kamu dapat mempekerjakan gadis bodoh seperti itu?" raung salah seorang tamu, yang merupakan putra pejabat. Pejabat korup.
Amy dengan malas, menatap ke arah seorang pelayan yang berlutut dan menundukkan kepala.
"Angkat kepalamu!" perintah Amy, dingin.
Lyra, memiliki harapan tipis untuk terbebas dari masalah. Apalagi, jika Nyonya Kwan turut turun tangan. Mungkin, ia akan berakhir dipecat dengan setumpuk hutang. Amy Kwan terkenal kejam dan perhitungan. Itu yang membuatnya mampu mengelola bisnis gelap, miliknya.
Dengan sisa keberanian yang dimiliki, Lyra mengangkat wajah dan menatap Nyonya Kwan.
Untuk sesaat, tatapan mereka bertemu. Lyra selalu kagum dengan penampilan sempurna Nyonya nya itu dan kali ini, ia kembali terpana.
Sedangkan Amy, menatap mata indah pelayan itu yang berwarna hazel. Lampu di ruangan ini telah dinyalakan, jadi mereka dapat melihat dengan jelas.
Amy mulai menilai wajah gadis yang berlutut di hadapannya. Mata hazel, hidung dan bibir mungil, wajah berbentuk apel, semua itu sesuai.
"Berdiri!" perintah Amy, dingin.
Menelan ludah, Lyra berusaha mematuhi perintah Nyonya nya itu. Butuh usaha keras, untuk dapat berdiri tegak dan tidak terjatuh.
"Buka ikatan rambutmu!" perintah Amy, kembali.
Walaupun tidak tahu mengapa, Lyra tetap patuh. Ia tidak ingin terlibat masalah lagi.
Melepaskan ikatan sanggul, rambut Lyra tergerai.
Hmmm, bahkan warna rambut juga sesuai, hitam legam dan Amy tahu, itu adalah warna rambut alami.
"Dari siapa kamu mendapatkan warna mata itu?" tanya Amy.
"A-Apa? Mata? Oh, aku mewarisi dari mendiang ayahku. Beliau berasal dari negara-"
"Cukup!" perintah Amy, memotong ucapan Lyra.
"Satu pertanyaan terakhir dan berikan jawaban jujur! Sebab, jika kamu berbohong, aku juga akan tahu pada saatnya nanti!" tegas Amy.
Lyra, mengangguk. Ia bahkan harus menggigit bibir bagian bawah, agar giginya yang bergemeletuk tidak terlihat.
Amy Kwan, merasa bersemangat. Apakah Dewi keberuntungan berada di pihaknya? Gadis di hadapannya, memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan permintaan sang taipan. Hanya saja, satu hal yang Amy tidak yakin gadis itu memilikinya. Satu hal yang amat berharga bagi seorang wanita. Jadi, sebelum terlalu bersemangat, Amy harus memastikan hal itu terlebih dahulu.
Melangkah menghampiri Lyra dan berhenti tepat di hadapan gadis itu. Amy menunduk sedikit dan berbisik tepat di telinga Lyra, bertanya, "Apakah kamu masih perawan?"
"Ya."
BRAVO! batin Amy. Namun, ia harus terlihat tenang.
"Tidak berbohong? Jika kamu berani berbohong, maka aku akan membuat kamu membayar, melebih apa yang mereka tuntut!" bisik Amy, kembali.
"Tidak! Aku tidak berbohong," jawab Lyra, apa adanya.
Amy langsung mundur satu langkah dan menatap ke arah para tamu, yang terlihat begitu penasaran.
"Maaf, karena ketidaknyamanan ini. Karena kesalahan pelayan ini, aku akan menggratiskan semua minuman kalian dan aku akan meminta pelayan, mengantar 10 botol minuman seperti itu dan wanita, tentunya," ujar Amy Kwan. Ia harus mengeluarkan sedikit modal, untuk mendapatkan keuntungan lebih.
Semua bersorak gembira dan seketika, melupakan keberadaan Lyra Yee. Lampu disko dan musik, dinyalakan. Semua kembali berpesta, bahkan lebih liar.
Lyra, mengikuti sang Nyonya dan turun ke lantai bawah, tepatnya ke ruang kantor. Sang supervisor juga ikut serta, karena perintah dari Amy Kwan.
Di ruang kerja yang dipenuhi dengan perabotan mewah, Lyra dan sang supervisor berdiri tidak jauh dari meja kerja besar. Ya, Amy Kwan duduk di kursi, di balik meja kerja megah itu. Menyalakan rokok dan mulai menghisapnya.
Kepulan asap, ditiup keluar dari bibir merah itu, sebelum bertanya, "Siapa namamu?"
"A-Aku, Lyra Yee."
"Baik, Lyra. Ceritakan tentang dirimu, keluargamu. Dan kamu, pastikan apa yang diucapkan Lyra adalah kenyataan!"
Amy, ingin tahu latar belakang Lyra Yee. Ia tidak bisa asal menawarkan gadis ini kepada sang taipan. Bayaran mahal, tentu menuntut kualitas sempurna dan Amy, bertugas memastikan hal tersebut. Jadi, ia meminta sang supervisor untuk memastikan apakah yang diucapkan Lyra adalah benar.
Kehidupan di pinggiran yang kecil ini, membuat semua orang saling mengenal dan tahu aib, setiap keluarga.
"Ayahku, seorang imigran dan ia meninggal dalam kecelakaan, tepat di hari aku dilahirkan. Ibu, membesarkan aku seorang diri, sebab aku juga tidak memiliki kakek dan nenek. Setelah tamat sekolah, aku memutuskan untuk bekerja, sebab ibuku tidak lagi mampu bekerja karena sakit," ujar Lyra. Seperti itulah kehidupannya. Miskin. Ia dan ibunya saling bergantung. Lyra bersyukur sang ibu bekerja mati-matian untuk membesarkannya dan ia tidak perlu berakhir di panti asuhan.
Jadi, saat ibunya sakit, Lyra menghapus semua impiannya. Dengan nilai akademis yang sempurna, sebenarnya memberi kesempatan baginya untuk mengecap bangku kuliah. Namun, keadaan tidak mendukung dan ia berakhir seperti ini.
