Bab 6
"Mas..! Udahan belum pamitannya, yang lain kasian nih.. nungguin mas doang..!!" Omel seorang bapak supir yang hendak aku tumpangi angkotnya, sambil mengeluarkan kepalanya lewat pintu mobil tak berkaca bergambar kartun seorang perempuan.
Penumpang lain pun semuanya melihat dan melirik dengan tatapan sinis ke arahku. Bahkan ibu-ibu yang sebelumnya naik dengan barang bawaan se abrek-abrek, ikut menggerutu lirih di dalam angkot seperti ingin menelanku.
"Mama nggak mau nganterin dika..? Dika masih pengen bareng mama.. bentar lagi kan kita LDR.." dengan santainya aku merengek di depan orang-orang sinis tersebut sambil memegang tangan mama.
"Udah.. cepet sana naik, kasian yang lain pada nunggu loh.. !" ucap mama malu-malu dilihat banyak orang.
Hari itu aku berangkat karena liburan telah usai. Aku diantar mama sampai ke pangkalan angkot terdekat. Yah.. memang bukan hari perpisahan, melainkan hari menuju penantian. Menanti orang yang sangat kucintai datang dan menjengukku dengan segala kerinduan yang lama terpendam.
Di dalam angkot terasa sumpek dan panas, kebanyakan yang menaikinya hanyalah orang-orang yang bekerja dan punya usaha dagang di pasar.
Sampai saat pak supir menghentikan laju angkot tersebut untuk menjemput seorang penumpang.
"Cantik sekali" batinku, melihat wanita berkerudung yang baru saja naik dan duduk tepat dihadapanku.
la membawa sebuah tas koper kecil.
Wajahnya putih bening, ayu tanpa make-up.
Tapi.. aku yang sedang dilanda cinta pada waktu itu, tidak begitu tertarik dengan kecantikannya.
Yang ada didalam bayanganku hanyalah wajah mama saat itu.
"Turun dimana dek..?" tanya pak supir setelah hampir sampai tujuan akhir dari rute angkotnya.
"Saya turun di depan stasiun ya pak," jawab wanita didepanku tersebut dengan suara anggun nan lembut.
Sama seperti tujuanku. Dan yang lebih kebetulannya lagi, setelah itu kita menaiki kereta yang sama dan tempat duduk kami pun sejajar berseberangan.
Iseng-iseng, aku menanyakan kemana tujuannya dong.. Dan..
Waah... ini sih, bukan kebetulan lagi, tapi super paling kebetulan namanya.
Gadis yang barusan kuketahui bernama Davina, hendak menuju ke kota yang sama, berkuliah di universitas yang sama, dan berasal dari kampung yang sama pula.
Sebenarnya beda desa sih, dan beda kontrakan tentunya.. beda jurusan juga.. hehe.
Sampai di kontrakan, aku langsung buka hp untuk menelpon mama, bisa dibilang juga sebagai laporan khusus buat seorang cowok yang sudah mempunyai pasangan.
Kemudian tidur setelah mendapat ucapan mesra dari mamaku.
~ ~ ~
Rasanya rindu sekali, padahal baru 3 hari jauh dari mama. Tapi sering berkomunikasi dengan mama malah membuat rasa kangenku semakin besar.
Aku mulai melakukan hal yang tidak biasa bahkan belum pernah aku lakukan sebelumnya, seperti meminta mama mengirim foto lewat hp, menunjukkan tubuh nya lewat videocall, dan yang lebih parah adalah kita melakukan seks via telepon.
Saat itu aku belum menyadari bahwa sifat dan kepribadianku berubah akibat hilangnya keperjakaanku oleh mamaku sendiri. Rupanya seks membuatku ketagihan, serta ingin melakukannya lagi dan lagi.
Seminggu telah berlalu, dan mama pun datang menemuiku sesuai janjinya.
"Hai sayang..!" sapa mama menyangking tas kecil.
Ada yang beda dari mama, hari itu ia mengenakan dress ketat berwarna maroon kehitaman sepanjang paha. Rambutnya dibikin sedikit bergelombang, dengan make-up natural, begitu anggun dipandang.
"Makasih ya mah.. udah dateng," ujarku mengajaknya masuk.
Ketika balik badan setelah aku mengunci pintu, mama sudah berdiri didepanku, menatapku tajam, lalu mengalungkan tangannya di leherku.
"Sayang.. Mulai sekarang jangan panggil mama lagi ya, panggil sayang aja.." ucap mama mendekatkan bibirnya ke arah bibirku.
Saat hendak kucium, mama menarik mundur kembali, kemudian menyodorkan bibirnya lagi, lalu menariknya kembali mengerjaiku.
Mama tertawa genit melihatku reaksi kesalku.
"Kamu kangen banget ya sayang..?" tanya nya.
"Iya sayang.. kamu juga kan?" jawabku mengiyakan pinta mama untuk memanggilnya sayang.
"Hihi.. dasar nakaaallll.. !!" katanya mencubit gemas kedua pipiku, lalu pergi ke kamar.
Spontan aku mengejarnya, menyergap pinggang mama dari belakang lalu mengangkatnya.
"Aaaawwww.. lepasiiin, dasar anak nakaaall.." ucapnya sambil senyum-senyum dan berontak.
"Biarpun nakal, tapi kamu suka kan..?" ujarku menurunkan tubuhnya lalu menggelitik pinggang mama yang sekaligus pacarku itu.
Mama pun membalas menggelitikku, lalu berlari kecil mengitari ruang tamu dan aku pun mengejarnya.
Suara tawa kami berdua kala itu benar-benar membekas dalam ingatanku. Indah sekali, bahkan terlalu indah untuk dikenang.
Setelah mulai merasa lelah berlarian sambil tertawa, kita berdua pindah ke dalam kamar, menyalakan AC lalu berguling-guling diatas ranjang tanpa memakai baju, saling melilit tubuh masing-masing, serta saling menghisap bibir layaknya dua ekor ular yang sedang bergelut.
Kemudian menyatukan dua alat vital kita berdua, mengeluarkan carian kenikmatan bersama, di iringi dengan goyangan dan merdunya suara desahan.
Berpindah dari kamar, aku dan mama melakukannya lagi di dalam kamar mandi.
Hingga kami berdua kelelahan kemudian tertidur berpelukan.
~ ~ ~
Sayang sekali esok harinya mama harus pulang untuk mengurus rumah dan suami yang telah mengkhianatinya.
Sempat terfikir olehku untuk menyuruh mama bercerai dengan papa, lalu menikah denganku.
Agar aku dan mama bisa selalu bersama dan bahagia.
Tapi setelah kupertimbangkan lagi, mungkin hal tersebut terlalu ila kalau dilakukan. Yang ada martabat keluarga kami akan hancur karenanya.
Pelukan hangat serta kecupan mesra dibibir, didepan bemper mobil mama, menjadi adegan berpamitan yang dramatis nan romantis.
Tidak peduli orang lain melihat kami ataupun tidak.
Di tempatku, tidak ada rasa takut ketahuan siapapun. Selain daerahnya yang sepi, tetangga-tetangga disini juga tidak begitu peduli dengan apa yang orang lain lakukan.
Ditambah dengan status mama sebagai seorang ibu didalam kartu keluarga, membuatnya bebas menginap di kontrakanku, tanpa harus lapor ke ketua RT/RW setempat.
Kemesraan kami pun terus berlanjut, kita selalu bermesraan dan bersetubuh setiap minggunya, mama tidak pernah menyuruhku memakai alat kontrasepsi ketika menggaulinya. Aku pun tak tahu alasnya. Hingga suatu hari hal tersebut menjadi tanda tanya bagiku.
Aku berencana menanyakannya di minggu ke-empat, namun mama tidak bisa datang hari itu karena sedang datang bulan.
Pekan selanjutnya mama juga masih belum bisa datang...
Mungkin ada kesibukan di kampung.
Ketika kutanyakan padanya, ia hanya menjawab nanti dan nanti.
Dua puluh satu hari semenjak saat itu, mama tidak pernah lagi menjengukku, aku hanya bisa menahan rindu, dan keinginan untuk bercinta. Menyebabkan timbulnya rasa gelisah dalam diriku. Menanti kehadiran mama yang tak kunjung datang. Tak tau apa penyebabnya, belakangan ini mama sering menolak menemuiku dengan berbagai macam alasan.
Mungkinkah aku melakukan kesalahan?
Ataukah papa curiga lalu melarang mama?
Memikirkannya membuat perasaan makin tak menentu. Aku merasa begitu hampa dan kehilangan saat itu. Kubuka handphone lalu menelepon Bagus, awalnya aku bermaksud ingin mencurahkan apa yang kurasakan, tetapi jadinya malah terhibur oleh kelucuanya.
Belum sempat bercerita.
"Hai dik.. Kamu udah tidur belum?" Kulihat pesan whatsapp dari Ivana di malam itu juga.
Kalau tidak salah, kata temen-temen kampus selama ini dia masih mengharapkanku, kuladeni saja deh. Daripada terus-terusan merasa kesepian. batinku
"Belum..nggak bisa tidur gue. Ada apa Van?" balasku.
"Emm.. tumben, biasanya tidur cepet kamu?" lanjutnya.
"Iya nih, nggak tau kenapa rasanya gelisah mulu.." ujarku menuntun ke pembahasan berikutnya.
Sampai akhirnya kita ngobrol, dan bercanda ria melalui telfon, ternyata orangnya asyik juga.
Kita pun mulai merencanakan untuk pergi berdua. Aku sengaja memberinya harapan untuk mendapatkanku.
Lalu aku dan Ivana pun menjadi jadi lebih dekat, sering jalan bareng, makan dan nonton bareng.
Kalau dilihat lebih dekat, Ivana cukup cantik. Kulitnya berwarna sawo matang, dan wajahnya mulus kencang.
Karena memang sering berolahraga dan hobinya bersepeda.
Rambutnya ikal dan lumayan panjang sedada.
Hanya itu yang bisa ku gambarkan tentang Ivana, selebihnya tertutup karena orangnya tomboi dengan pakaian serba kebesaran yang ia sering kenakan.
Beberapa hari dekat dengan Ivana, akhirnya aku menembaknya, dan kita pun pacaran. Walopun tanpa rasa cinta.
Gairah dan nafsu yang bergejolak dalam diriku mendorongku untuk melakukan niat tidak baik, memanfaatkan Ivana yang tergila-gila denganku.
Hanya untuk melampiaskan hasrat, karena mama tak kunjung datang.
Kalo mama nggak bisa, mungkin doi bakalan mau kuajak tidur di rumahku. Begitulah niat buruk dalam pikiranku.
