Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 7: My Obsession

Carl

Dalam perjalanan, aku menelpon dokter Anastasia yang merupakan dokter pribadi tante Rhea, sekaligus adiknya. Aku sudah menghubungi ambulance rumah sakit akan tetapi, mereka tidak merespon. Aku tak tega melihat keadaan Elena yang terluka dan berdarah seperti ini. Entah apa yang menyebabkan dia hampir menabrak mobilku. Apa dia baru saja mabuk berat lalu, menyetir? Dimana pengawalnya.

"Kau sudah menghubungi Sam?" Tanyaku pada Dex yang sedang fokus menyetir, "Sudah Tuan, dia akan segera datang ke rumah sakit."

"Mengapa dia membiarkan Elena menyetir sendirian?"

"Sam mengatakan dia sedang pergi ke toilet ketika Nona Elena pulang dengan mobilnya."

"Kunci mobilnya? Seharusnya Sam yang membawanya?"

"Nona Elena menyimpan kunci mobilnya sejak datang di acara pesta, Tuan. Jadi, dia bisa pergi kapan saja tanpa Sam."

Entah apa yang terlintas di dalam pikiran Elena sehingga, dia memutuskan untuk pulang sendirian di tengah jalanan yang sepi. Seseorang bisa saja menyakitinya terutama ketika dia sedang mabuk, dia bisa dengan mudah diperdaya. Entah siapa pria yang menyakitinya hingga membuatnya seperti ini. Siapapun lelaki itu, aku pasti akan menemukan namanya.

Dokter Anastasia sudah menunggu di depan ketika kami sampai. Dia membawa Elena ke ruang tindakan untuk merawat lukanya. Aku memutuskan untuk tidak menelpon kedua orangtuanya karena tak ingin membangunkan mereka tidur. Aku tak akan berlama-lama di sini karena aku tak ingin siapapun curiga meskipun ini semua adalah kebetulan. Kebetulan kami melintasi jalan yang sama hanya saja Dex menyetir lebih pelan daripada kecepatan mobil Elena.

Hatiku berkecamuk tak mereda, rasa khawatir menggebu dalam diriku ketika aku menatap tubuhnya yang lemah di atas ranjang. Dokter menutup lukanya dengan perban di beberapa bagian tubuhnya. Aku ingin segera mendengar dokter Anastasia mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Aku sangat khawatir namun, aku tak boleh berlebihan.

"Carl Foster, Tuan Foster maksudku, terima kasih karena sudah menyelamatkan keponakanku dan membawanya kemari." Dia melepas maskernya, wajahnya terlihat penat.

"Sama-sama, tante. Bagaimana keadaanya?" Tanyaku sedatar mungkin meskipun hati ini ingin sekali memeluknya, melihatnya membuka mata dan mengatakan bahwa dia merasa lebih baik.

"Elena dia mengalami beberapa luka salah satunya di pelipis kepalanya, lengan kirinya dan di kakinya beberapa. Tidak ada yang patah, jangan khawatir. Dia akan bangun besok pagi. Setelah dia pulih, dia bisa kembali ke rumah."

"Dan aku sudah menghubungi kedua orangtuanya, mereka akan datang kemari, aku rasa mereka masih dalam perjalanan. Elena akan dipindahkan ke ruang pribadi." Jelasnya lebih lanjut, aku hanya mengangguk paham.

"Kau bisa menjenguknya besok pagi, Carl. Aku yakin kau butuh istirahat setelah pekerjaan hari ini yang cukup melelahkan." Aku tersenyum tipis mengiyakan kalimatnya.

"Baiklah, aku akan pulang. Aku akan kembali besok untuk menjenguk Elena." Dia mengangguk lalu, pamit karena harus berjaga.

Aku melihat Elena masih tertidur lemah dengan balutan perban di beberapa titik tubuhnya. Para perawat mendorong ranjangnya untuk membawanya ke ruang pribadi. Aku hampir meneteskan air mataku akan tetapi, aku mencoba sekuat tenaga untuk membendung air mataku karena tak ingin ada yang melihatnya termasuk Dex. Setelah Elena berlalu, aku dan Dex memutuskan untuk pulang. Sebenarnya, aku tak ingin pulang sebab Grace sudah pasti menungguku, ada perasaan tidak nyaman di dalam diri ini ketika bertemu dengan Grace.

Biasanya Grace akan tidur di sofa karena terlalu mengantuk menungguku terlalu lama. Dex akan membangunkannya dan memintanya untuk tidur di kamarnya akan tetapi, kali ini jauh berbeda. Dia terdengar tertawa bersama kedua orangtuaku. Aku melihat pemandangan yang tak biasanya. Waktu sudah menunjukkan pukul 2 pagi dan mereka belum kunjung tidur. Besok memang hari minggu akan tetapi, biasanya Mama dan Papa akan tidur karen masih harus bekerja di hari minggu.

"Mengapa kalian masih belum tidur?" Aku menghampiri mereka agar mereka tidak mempertanyakan mengapa aku mengabaikan Grace, "Kami menunggumu pulang sembari membicarakan tentang cucu kami nanti yang lucu dan menggemaskan." Papa tersenyum tipis dengan harapan dia akan segera menggendong seorang bayi dari kami.

"Dia pasti akan menggemaskan," ucap Mama menambahkan.

Dalam hatiku bergumam, "Aku baru saja menidurinya sekali dan mereka sudah berharap memiliki seorang cucu," Namun, tidak ku katakan sebab mereka akan memintaku untuk berusaha lebih keras agar Grace cepat hamil.

"Dan kau darimana, Carl? Ini sudah larut malam dan kau baru saja pulang. Kau harus pulang lebih awal sebab kau punya keluarga. Jika kau punya anak kau harus pulang sebelum jam makan malam." Ucap Mama bertanya sekaligus menasehati ini itu.

"Aku baru saja dari rumah sakit," Sontak mereka melotot terkejut ke arahku, "Apa kau baik-baik saja?" Tanya Mama khawatir

"Aku baik-baik saja," jawabku singkat, "Lalu, apa yang kau lakukan di rumah sakit sampai selarut ini?" Tanya Mama.

"Mobil Elena hampir menabrak mobilku, dia menghindar dan menabrak pembatas jalan jadi, aku dan Dex membawanya ke rumah sakit setelah kami menelpon ambulance dan tidak ada respon." Jelasku, mereka lebih terkejut.

"Apa? Elena? Bagaimana bisa? Bagaimana keadaannya sekarang?" Wajah Mama dan Papa kini tampak begitu khawatir sebab Elena adalah keponakan tersayang mereka.

"Dia baik-baik saja, dokter Anastasia bilang kita bisa menjenguknya besok pagi."

"Oh syukurlah! Aku akan menelpon Rhea, dia pasti di rumah sakit sekarang." Keduanya menghindar sibuk menelpon orangtua Elena.

Aku memutuskan untuk naik ke atas dan istirahat. Hari ini cukup melelahkan, aku hampir tak bisa bernapas. Namun, setidaknya mendengar keadaan Elena yang baik-baik saja membuat hatiku merasa lega meskipun aku masih begitu ingin bertemu dengannya dan berbincang sama seperti malam itu. Dia adalah gadis yang dingin dan berani. Dia sangat attractive dan menyenangkan. Aku tak pernah bertemu sosok seperti dirinya sebelumnya. Dia adalah wanita pertama yang mengisi hatiku yang telah kosong setelah hampir satu dekade.

Elena adalah seorang wanita yang mampu membuatku hampir tak berkedip ketika menatap kedua matanya yang berwarna hijau. Dia membuatku ingin tau segala hal tentang dirinya terutama pria yang sudah membuatnya menangis bahkan tubuhnya terluka saat ini. Dia sudah membuatku mabuk, terlena akan keindahan dirinya yang tiada tara. Aku tak bisa berhenti memikirkan dirinya. Ingatanku selalu membawaku pada malam dimana kami bertemu setelah sekian lama.

"Besok aku ingin kita menjenguk sepupumu, kau terlihat khawatir tentangnya?" Grace menarik selimutnya dan tidur di sampingku.

"Baiklah, kita akan pergi bersama." Aku mengecup keningnya lalu, tidur.

Pagi-pagi sekali Grace sudah bangun lebih awal untuk memasak di dapur. Dia sesekali memeriksa ke kamar untuk memastikan aku sudah bangun atau belum. Grace bekerja sebagai seorang dokter anak, dia sangat menyanyangi anak-anak. Dia juga merupakan aktivis "Saving life" yang merupakan sebuah komunitas yang mencegah dan membantu orang untuk mengurungkan niat bunuh diri. Aku rasa Elena juga merupakan aktivis di komunitas yang sama, aku pernah mendengar dia membahas tentang hal itu dihadapan rapat keluarga.

"Carl, kau harus lebih banyak berusaha. Kau harus rajin-rajin untuk menidurinya." Aku duduk dengan tenang menatap wajah Mama yang berseri-seri.

"Dia butuh waktu untuk menaruh hatinya pada seorang wanita, Stella. Apa yang sudah terjadi selama 6 bulan terakhir sebenarnya cukup menjawab." Ucap Papa pasrah.

"Tapi, kau tidak boleh menyerah Carl, kau pasti bisa mencintai Grace. Dia adalah wanita yang baik, lihat semua ini di tengah kesibukannya dia tetap memasak sarapan untuk kita."

Grace tersenyum sembari menyajikan makanan di piringku, "Itu bukan masalah besar, Ma. Aku bisa melakukannya setiap hari sebab aku menyukainya." Dia duduk di sampingku dan mulai menyantap sarapannya.

Aku sudah terlanjur menaruh hati pada Elena. Aku hanya menginginkan Elena sembari mempertanyakan kepada diriku sampai kapan pernikahan ini akan berakhir. Jelas aku tak ingin membicarakan hal ini dihadapan kedua orangtuaku, aku tak ingin merusak mood mereka yang terlihat sangat baik pagi ini. Aku tetap diam mengabaikan pembicaraan mereka seorang bayi yang akan menjadi pewaris selanjutnya. Aku sama sekali tak mengerti mengapa mereka begitu terobsesi memiliki seorang cucu dari Grace.

Aku tidak pergi ke kantor karena harus menemui Marvin. Setelah itu, aku ingin menemui Allan sebelum pergi menjenguk Elena bersama keluargaku. Aku ingin berbicara berdua dengan Elena, menculiknya ke suatu tempat agar kami bisa berbicara berdua. Aku benar-benar telah jatuh cinta kepadanya, aku bahkan meminta Dex untuk menghubungi Sam setiap saat untuk memastikan Elena baik-baik saja. Aku tak ingin ada yang menyakitinya.

"Phillipus Alex Brown, dia adalah kekasih Nona Elena. Mereka sudah berhubungan selama 2 tahun lebih. Mereka memang sengaja menyembunyikan hubungannya sebab Phillip khawatir kedua orangtuanya tak merestui hubungannya dengan Elena."

"Mengapa begitu?" Aku duduk dengan santai dihadapan Marvin yang sedang mengotak-atik catatannya.

"Phillip sudah dijodohkan dengan seorang gadis sebelum dia berpacaran dengan Elena. Sebenarnya, dia hanya mencintai Elena akan tetapi, dia tak bisa mengambil resiko dengan menikahi Elena." Aku mengepalkan kedua tanganku, geram mendengar fakta itu.

"Jadi, dia memilih menikah dengan gadis itu dan hanya menjadikan Elena sebagai pelampiasannya. Phillip tak ingin melakukan itu akan tetapi, dia sama sepertimu, terjebak oleh cinta Elena." Aku menatapnya sinis.

"Aku jelas berbeda dengan Phillip, Marvin."

"Apapun alasannya, perselingkuhan adalah hal yang salah, Tuan Foster. Jika tidak ada yang lain, aku akan pergi."

"Baiklah, terima kasih. Aku akan menelponmu nanti jika aku butuh sesuatu."

"Baiklah, Tuan." Dia keluar dari ruanganku.

Aku rasanya ingin merusak semua hal yang ada di hadapanku saat ini. Bisa-bisanya Phillip hanya mempermainkan Elena, rasanya aku tak sabar untuk bertemu dengannya dan menghajarnya sampai habis. Aku mencoba untuk meredam amarahku, aku tak boleh dikuasai oleh amarah saat ini terutama ketika aku akan bertemu dengan sahabatku, Allen. Aku sudah menunggunya sembari mengerjakan laporan akan tetapi, dia tak kunjung datang.

Tadinya, aku berniat bertemu dengannya di luar akan tetapi, dia merubah tempatnya dan ingin bertemu aku di kantor saja. Dasar suka merubah-rubah jadwal, aku sangat tak suka dengan sikapnya yang tak pernah konsisten, meskipun begitu dia tetap sahabatku ketika sedang kuliah dulu.

"Carl, apa kabar?" Aku menyambutnya dengan senyuman tipis ketika dia datang terlambat, "Baik-baik, saja Tuan Crawford." Jawabku datar.

"Aku minta maaf, kau tau ada beberapa hal tentang beberapa wanita di kapal yang perlu aku urus." Aku mengangguk paham, "Kau ingin minum apa? Aku akan memesan." Kataku menawarinya.

"Seperti biasa,"

"Kau tak pernah berubah, Allen." Aku memanggil Esther untuk memesan anggur merah dan beberapa cemilan untuk tamu spesial kali ini.

"Aku sudah membaca email dan pesanmu, kau terdengar begitu sengsara." Dia terkekeh geli, "Apakah itu lucu menurutmu?" Tanyaku sinis.

"Aku hanya bercanda, kau tau aku tak suka terlalu kaku ketika berbicara jadi, relax saja. Ini bukan pertama kali kita bertemu."

"Aku akan melakukan ini dan dia adalah targetnya. Kau hanya perlu mempersiapkan segala keperluannya. Pastikan semuanya sempurna jangan sampai ada celah sedikitpun." Dia menyimpan foto dan catatan ke dalam sakunya.

"Itu mudah, kau hanya perlu menyerahkan kepadaku. Jadi, bagaimana istrimu?" Aku terdiam mendengar pertanyaannya yang tidak cukup penting, "Bahkan setelah semalam, kau masih melirik gadis lain. Aku pikir kau bisa menerima Grace sepenuh hati." Ucap Allen sembari meneguk teh hangat yang baru disajikan.

Aku menuangkan anggur merah ke dalam gelasnya, aku tau dia tidak suka teh akan tetapi, itulah Allen, dia selalu menghormati pemberian tuan rumah. "Dia adalah satu-satunya wanita yang membuat aku tergila-gila. Soal Grace, aku menidurinya atas perintah kedua orangtuaku, aku tak ingin mereka mengoceh tentang ini dan itu." Jelasku padanya.

"Bagaimana jika dia hamil?" Aku melotot terkejut mendengar pertanyaannya, "Siapa?" Tanyaku kembali untuk memastikan.

"Istrimu,"

"Dia akan melahirkan lalu, aku akan menceraikannya, sederhana saja, Allen."

"Kau akan menyakiti perasaannya, Carl."

Aku meneguk anggur merah di gelasku, "Dia memilih untuk jatuh cinta pada pria yang telah mengabaikannya selama 6 bulan terakhir. Dia memilih untuk mengungkapkan perasaannya dan tau jawaban yang sama bahwa aku tak mencintainya."

"Dia tau itu menyakitinya, tapi, dia tetap memilih itu dengan harapan bahwa aku akan melakukan hal yang sama." Tambahku.

"Jika bukan sebab warisan, aku tak akan menikah dengannya. Dia adalah wanita yang dipilih oleh kedua orangtuaku, bukan pilihanku, Allen." Jelasku lagi.

"Bagaimanapun keadaannya, aku akan tetap memilih Elena sebagai gadis yang ku cintai. Aku akan mendapatkan dia bagaimanapun caranya."

Dia mengangkat alisnya sebelah, "Lalu, bagaimana dengan Elena? Apakah dia akan melakukan hal yang sama sepertimu atau dia adalah kau kepada Grace?"

Aku menyipitkan mataku dan mencoba memahami kalimatnya, "Aku pasti akan mendapatkannya, Allen. Bagaimanapun caranya, Elena akan menjadi milikku."

"Aku yakin kau bisa menyingkirkan yang menghalangi semua itu akan tetapi, tantangan terbesarmu adalah Elena sendiri."

"Jangan jatuh pada obsesi gilamu, Carl. Kau sudah menikah dengan Grace, dia adalah istrimu. Kau sudah memilihnya, berjanji kepadanya ketika kau memutuskan untuk setuju menikah dengannya. Obsesimu akan Elena aku rasa terlalu berlebihan sampai kau melakukan hal sejauh ini." Allen mencoba memperingatkanku akan tetapi, aku tak peduli dan tetap meminta dia melakukan sebagaimana semestinya.

To be continued...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel