BAB 14 Misi Rahasia
“Semuanya berkumpul...!!” Pak Anton sebagai Pembina OSIS sekaligus guru Sosiologi memberikan perintah.
“Sekarang saya akan membagikan kelompok dan kalian akan menyebar disini untuk membantu pekerjaan para warga yang akan ke kebun, sekaligus kalian boleh berjalan-jalan.” Aku mendengar suara Pak Anton dari dalam kamar dan tertarik untuk ke ruang tamu dan melihat barisan dihalaman.
“Sekarang kalian boleh menyebar, nanti akan didampingi pengurus OSIS.” Pak Anton kembali menjelaskan, sejujurnya aku ingin ikut karena kelihatannya menarik bermain di kebun sekaligus membantu warga apalah daya dengan kaki terluka seperti ini.
“Kenapa keluar?” Sebuah suara muncul dari arah belakangku, sekarang aku memang berada di pintu ruang tamu mendengar suara bariton yang padahal sudah ku ketahui siapa pemiliknya tapi masih berpengaruh mengguncang jantungku.
“Eh?” Kataku terkaget.
“Di kasih waktu istirahat bukan buat jalan-jalan.” Ucap laki-laki itu menatap sinis, aku yang tak berani, kembali memperhatikan ubin di bawahku.
“Saya antar.” Ia berjalan lebih dulu didepanku
“Kakak gak ikut ke kebun?” Tanyaku karena sepertinya semua orang sudah akan berangkat sisa beberapa kelompok yang belum.
“Saya mau temani kamu.” Ucapnya singkat, padat dan sangat jelas masuk ke dalam indera pendengaranku dan dan berefek sangat tidak baik, kembali membuat tubuhku membeku dan udara di Villa ini terasa sangat panas sungguh dua perasaan yang bertolak belakang tapi memang ini yang kurasakan kembali sesak saat bersamanya, jadilah aku hanya terdiam.
“Ayo!” Ajaknya tapi…
“Kenapa masih disini Vano? Kamu ini kan OSIS harusnya menemani anak-anak yang lain bukan asik pacaran dengan adik kelas!” Bentakan Bu Melly, guru kimia yang juga pembimbing OSIS.
PACARAN? 7 huruf itu terasa asing bagiku tapi mengapa sekarang kedengaran menarik.
“Sunny sakit bu, gak ada yang nemenin.” Kak Vano menatap Bu Melly malas.
“Teman dekat kamu siapa?” Tanya bu Melly yang sontak mengagetkanku.
“Della, Bu… Anak IPA 1.” Ucapku mengarahkan pandangan ke halaman, Bu Melly akhirnya melangkahkan kaki ke arah anak-anak IPA 1 yang sedang berkerumun, tak lama terlihat ia menemukan Della, sepertinya mereka membicarakan sesuatu.
“Harusnya jangan bilang kamu punya teman dekat, gak jadi saya temenin deh.” Ucapnya lalu pergi menyusul gerombolan anak-anak yang bersiap ke kebun, aku mengernyit heran sekaligus bingung dengan perilakunya.
*******
Berakhir dengan Della dikamar membuat pikiranku berkelana karena ucapan Kak Vano, maksudnya dia mau menemaniku? Astaga mengapa aku baru menyadarinya sekarang.
“Eh tadi Kak Arthur duduk sebelah aku loh.” Ucapnya mengerling nakal, aku yang mendengar perkataannya langsung membalik badan, antara kaget atau merasa tidak terima.
“Giliran bahas cowok cepet deh.” Ucapnya memutar bola mata, aku mengacuhkan.
“Aku tanya semua tentang pangeranku, dan kamu tau gak aku dapet banyak banget info.” Ucapnya bertepuk tangan seperti anak kecil yang mendapat permen.
“Kak Vano itu suka warna biru, dia itu gak suka minum es sama alergi pedas, dia itu suka banget green tea, lulus dari SMA dia bakal kuliah di salah satu Universitas terkenal di Jakarta katanya sih dia dapet beasiswa karena saking pinternya, terus dia itu tinggal gak jauh dari rumah kita berdua Sun, dan dia punya adik cewek yang masih SD kelas 3, dan yang paling penting dari itu semua kamu tahu apa? Dia JOMBLO!” Della meloncat riang ke sana kemari.
“Aku ulangi ya Sun, dia JOMBLO!” Ucapnya semakin riang, aku kaget melihat mengapa sahabatku menjadi seperti orang gila sekarang. Ada yang aneh dengan perasaanku yang juga berjingkrak senang mendengar informasi terakhir Della, ada perasaan lega.
“Itu informasi seneng buat aku, dan informasi seneng buat kamu adalah Kak Arthur tanyain semua tentang kamu loh. Kayaknya menurut feeling aku nih dia suka kamu loh.” Ucapnya mencolek daguku, mendengar penuturan itu mukaku seperti terkena sinar matahari tapi jauh lebih panas sehingga rasanya terbakar.
“Astaga sahabatku blushing? Aduh lagi jatuh cinta ya?” Della kembali mencolek dagu ku.
“Dell, apa sih colek-colek emang aku sabun colek?” ucapku kesal. Kemudian terjadilah perang bantal di antara kami sampai Della menyerah, karena tidak tega melihat kakiku.
“Anak-anak pasti masih pada lama, main UNO yuk.” ajak Della mengeluarkan dari tasnya dan aku mengikuti keinginannya.
*******
Ketika makan siang tiba, aku dan Della beranjak keluar kamar, aku merasa kakiku sudah baik-baik saja ditambah tadi ada beberapa sie P3K yang sangat baik dari anggota OSIS, mereka benar-benar merawatku.
Acara akan dilanjutkan dengan seminar dengan mengangkat beberapa tema, kemudian kami diminta untuk duduk berkelompok, namun sebelum menuju kepada sesi itu, kami dipersilakan untuk makan terlebih dahulu. Aku memilih makan di balkon, matahari terlihat terik siang ini namun hawa sejuk membuat semuanya tampak lebih menenangkan.
“Sudah makan?” Tanya seseorang yang tiba-tiba ada disampingku.
“Sudah kak.” Jawabku singkat.
“Gimana tadi ke kebunnya?” tanyaku yang memang penasaran dengan suasana kebun, karena aku benci keheningan.
“Asik, cuacanya gak panas pas banget buat berkebun, mungkin karena masih pagi juga.” Ucapnya menatap langit. Aku mengangguk sebagai tanda aku menyetujui.
“Lihat pelangi tadi siang?” Tanyanya.
“Lihat, bagus ya.” Jawabku mencoba untuk tak meliriknya.
“Kalau kamu pengen melihat pelangi kayak tadi siang, kamu harus bisa bertahan di saat hujan pagi hari.” Ucapnya menunjuk ke arah langit.
“Bisa gak kalau pengen pelanginya ada tanpa ada hujan?” Tanyaku melihat arah tangannya.
“Gak bisa Sun, mereka satu paket kalau salah satu gak ada kurang pas kalau menurut saya.” ucapnya tersenyum dan menurunkan tangannya.
“Yah, gak asik banget kalau gitu.” Ucapku mendengus kecewa dan dia hanya terkekeh melihat ekspresiku.
Kak Vano memperpendek jarak diantara kami, ia memakai tudung pada hoodienya, kemudian aku ingin menengok ke arahnya. “Jangan menengok! Tetap arahkan pandangan lurus ke depan.” Ucapnya tegas membuatku terkejut.
“Agent Sunny.” Aku menautkan kedua alisku, benar-benar bingung apa yang Kak Vano lakukan.
“Saya punya misi rahasia.” Dengan suara baritonnya ia tampak meyakinkan, aku kira ini sesuatu yang serius.
“Apa?”
“Kamu mau bergabung?” aku terkekeh, kemudian mengerti dia ingin bercanda.
“Saya serius, kesempatan tidak datang dua kali, kamu ikut?” tanyanya lagi.
“Ikut.” Jawabku.
“Bagus.”
“Kakinya sudah sembuh?” Tanyanya melihat ke arah luka di lututku.
“Udah kok, cuman agak kaku dari tadi soalnya tiduran doang.”
“Bagus kalau gitu, berarti bisa jalan?” Dia menatapku saat ini.
“Bisa.” Aku gugup karena di perhatikan terus.
“Oke nanti malam kita jalan. Kita akan mulai melakukan misi rahasia ini, tidak semua orang bisa melakukannya, hanya orang-orang terpilih, kamu salah satunya. Sehabis makan malam, kita akan bertemu, persiapkan dirimu.” Aku sangat sulit menahan tawa ini tidak pecah, kenapa dia jadi selucu ini.
“Kemana?” tanyaku bingung.
“Tempat yang saya cukup senang ketika ada disana.” Aku hanya bisa terdiam, mengapa perasaan ini semakin rumit saat bersama Kak Vano aku bahkan tidak memikirkan Kak Arthur, dan saat bersama Kak Arthur aku tidak begitu memikirkan Kak Vano, sebenarnya siapa yang aku sukai? Aku belum bisa menjawabnya.
“Sampai bertemu nanti Agent Sunny, terimakasih sudah bergabung.”
“Sama-sama Agent Vano.” Balasku tertawa kecil.
“Saya turun dulu.” Aku lihat dia juga tersenyum.
Aku melihat punggungnya berlalu dengan perasaan senang tak terkira jadi ini yang Della rasakan saat melihat dia? Perasaan Della? Sepertinya Della tidak akan marah, kami kan hanya berteman dan siapa tahu aku bisa cari tahu tentang Kak Vano lalu memberi tahu Della, atau justru aku bisa mengenal Kak Vano lebih dalam? Apa aku bisa artikan ini sebagai sebuah isyarat bahwa Kak Vano ingin aku lebih kenal dengannya? Dengan semua tentang ‘Vano’?
