Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Dua

"Aku mendengar kabar bahwa kau berada di rumah sakit. Apa kau baik-baik saja?" tanya Allen yang segera menghampiri Ariadne. Raut wajah pria itu juga terlihat menjadi lebih cemas saat Ariadne tidak kunjung menjawab. Tangannya terulur dan menyentuh pipi gadis itu.

"Aku baik-baik saja," jawab Ariadne.

"Bukan aku yang sakit, tapi Safira."

Wajah Allen terlihat lega. Ia bahkan tersenyum kecil berniat untuk menenangkan gadis di depannya itu.

"Tenanglah, Safira gadis yang kuat. Dia pasti akan baik-baik saja."

Ariadne hanya mengangguk. Tuan Hans menepuk bahu Allen dan berkata ingin berkata ingin bicara sebentar. Seolah baru menyadari kehadiran dari ayah gadis yang dicintainya, Allen segera meminta maaf.

"Tidak apa, yang terpenting adalah kita bicara saja," ucap Tuan Hans yang kemudian mengendikkan kepala, memberi isyarat agar ia dan Allen bicara di tempat lain. Keduanya kemudian berjalan menjauh. Ariadne hanya diam melihat pada keduanya.

***

Saat Allen kembali, Ariadne masih di sana. Tuan Hans kemudian berjalan masuk ke kamar tempat Safira dirawat. Pria berparas tampan dengan kulit kecoklatan dan hidung bangir tersebut berdiri diam di samping Ariadne. Keheningan terjadi antara keduanya. Untuk pertama kalinya dalam hubungan mereka, mereka tidak saling bicara.

"Aku tahu ayahku pasti meminta untukmu bersama Safira," ucap Ariadne pelan. Setelah beberapa saat, ia akhirnya menguatkan diri untuk mengatakan hal tersebut.

"Itu semua hanya sementara. Aku sudah menjelaskan pada ayahmu kalau aku tidak bisa dengan Safira. Yang kucintai adalah dirimu. Tidak mungkin untuk dengan gadis lain. Kurasa ayahmu bisa menerima itu."

Mendengar penjelasan itu, Ariadne hanya diam. Allen mungkin tidak tahu bahwa itu adalah rencana untuk memisahkan hubungan mereka. Allen adalah seorang yang baik, tidak mungkin untuk dia menolak permintaan dari Tuan Hans.

"Baiklah, kalau kau sudah memutuskan, lakukan saja sesuai keinginanmu," ucap Ariadne akhirnya. Allen diam sesaat kemudian memeluk gadis itu.

***

Ariadne tahu Allen tidak memiliki perasaan khusus pada Safira. Namun ia juga tidak merasa nyaman melihat Safira terus saja mendekat dan bersikap manja pada Allen. Hal itu juga diketahui sang ayah. Pria itu kemudian menyuruhnya untuk berlibur. Ariadne tidak ingin berburuk sangka, tetapi ia menduga bahwa Nyonya Renata yang menyarankan itu untuk menjauhkan dia dari pandangan Allen.

"Kau akan pergi?" tanya Allen. Ariadne mengangguk. Saat ini mereka bertemu di sebuah taman yang menjadi tempat favorit mereka. Safira sempat melarang Allen pergi. Ia memegang tangan pria erat sembari menitikkan air mata. Namun Nyonya Renata kemudian menyuruh dia untuk membiarkan Allen pergi.

Ariadne hanya mengangguk dalam diam.

. "Lalu kapan kau akan kembali?" tanya Allen.

"Secepatnya aku akan kembali. Ini hanya liburan sebentar saja," jawab Ariadne setelah beberapa saat.

"Baiklah, kau boleh pergi, tapi kau harus berjanji untuk cepat kembali. Aku akan menunggumu," ucap Allen sambil menggenggam tangan Ariadne.

***

Itu adalah kebohongan terbesar yang pernah dilakukan Ariadne. Ia tidak ingin pergi, tetapi juga tidak bisa menolak. Setelah pesiar berlangsung beberapa hari, ia lalu mendengar kabar pertunangan dari Allen dan Safira. Hati Ariadne remuk redam. Ia ingin percaya dan meyakinkan diri bahwa Allen terpaksa melakukan itu semua. Namun kesedihan tidak bisa terelakkan bersarang di dalam hatinya. Ia tetap saja merasa Allen ternyata telah mengkhianati dirinya apalagi pria itu bahkan tidak bisa untuk dihubungi.

Ariadne memejamkan mata sejenak sambil tetap berdiri di geladak kapal tersebut. Air matanya tetap saja mengalir tanpa tertahankan. Akan tetapi, ia memutuskan untuk mengabaikan saja hal itu.

Angin bertiup makin kencang dan suasana telah menjadi gelap karena hari telah berubah malam. Ombak yang bergulung di lautan juga tampak keras memukul dinding bawah perahu. Meski begitu, hal itu tidak terlalu terasa bagi para penumpang. Mereka tampak tetap saja menikmati aktivitasnya. Ariadne sendiri memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Suasana riuh orang-orang yang tengah mengadakan pesta di kapal, ia tidak ingin membaur dengan mereka meski ada yang mengajak. Saat ini ia hanya ingin sendiri saja.

Dari salah satu kamar tampak seorang perempuan muda berlari keluar. Gadis tersebut hampir saja menabrak Ariadne. Seorang pria juga keluar dari kamar yang sama dan justru dia yang menabrak Ariadne. Pria itu jatuh di atas tubuh Ariadne. Ariadne sendiri terlalu terkejut. Tangan dia bahkan berada pada dada bidang pria tersebut.

"Kau sedang apa? Pergi dari atasku!" gertak Ariadne sambil berusaha mendorong pria tersebut. Namun pria bermata elang itu justru mencekal tangannya.

"Sangat cantik. Aku pasti sangat beruntung bertemu denganmu," ucap pria itu sambil tersenyum. Senyum yang begitu manis dan membuat wajah dengan rahang persegi tersebut menjadi lebih tampan, tetapi itu tidak membuat Ariadne terpesona. Ia kembali hendak mendorong pria itu dengan tangan satu lagi. Namun pria tersebut justru kemudian berdiri. Selain gagah berotot, ternyata dia cukup jangkung juga. Ariadne yang ikut berdiri bahkan harus mendongak untuk melihat padanya. Wajah pria tersebut menyiratkan bahwa ia adalah seorang yang suka bermain-main. Belum lagi kancing pakaian yang dikenakan seluruhnya terbuka tanpa rasa canggung membuat Ariadne makin yakin bahwa pria itu menang bukan pria baik-baik. Tidak mau terlibat masalah dengan orang semacam itu, Ariadne memutuskan untuk pergi dari sana.

"Kau mau pergi begitu saja?" tanya pria tersebut sambil segera menyusul Ariadne dan menghadang di depan gadis itu.

"Lalu? Apa yang kauinginkan?"

"Ck, kau telah merusak kesenanganku. Jadi kau harus menggantinya."

"Apa maksudmu?"

Pria itu melangkah maju sambil bertolak pinggang.

"Temani aku malam ini!"

Nada menggoda yang berada pada ucapan pria tidak tahu malu itu membuat hati Ariadne bergejolak marah. Segera ia mengangkat tangan untuk menampar pria tersebut, tetapi lagi-lagi tangan dia dicekal.

"Aku sangat suka dengan perempuan yang agresif," bisik pria itu pada telinga Ariadne. Ia kemudian segera menarik gadis itu dalam pelukan. Ariadne segera meronta dan ternyata pria tersebut juga melepaskan dia. Seringai terukir pada wajah tampannya. Ariadne kemudian segera pergi setelah menatap tajam. Ia tahu tidak ada gunanya menanggapi pria macam itu.

"Kau berutang padaku, Nona. Kau menolak menemaniku malam ini. Itu artinya besok, kau harus menemani aku," tukas pria tersebut.

"Jika kau masih menolak juga, aku akan terus menagih hingga kau mau untuk menemani aku."

Ariadne terus melangkah tanpa berhenti ataupun menoleh. Meski begitu, dalam hati ia merutuk. Bagaimana ia bisa terlibat dengan pria yang seperti itu?

'Pokoknya kami tidak boleh bertemu lagi. Apa pun caranya, aku tidak akan melibatkan diri dengan pembuat masalah itu,' gumamnya dalam hati. Namun, pada hari-hari berikutnya, Ariadne menyadari bahwa hal itu lebih mudah dikatakan daripada dilakukan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel