Pustaka
Bahasa Indonesia

Fake Love

50.0K · Tamat
A L F I C T
30
Bab
6.0K
View
7.0
Rating

Ringkasan

Dia membenciku. Beberapa kali pun aku mencoba, dia tetap akan membenciku entah sampai kapan pun itu.

GAYRomansaTeenfictionKeluargaSalah PahamMenyedihkan

Bab 1

Aku terdiam, menatap takut sosok pria yang lebih tinggi dariku menatapku datar dengan tangan yang masih setia mencengkeram kuat kerah baju ku dan membuat ku sedikit berjinjit untuk menyamakan tinggi ku dengannya agar tidak tercekik karena cengkeramannya.

"Kan aku udah bilang, kamu jangan pernah berani-berani masuk kamar aku! Ngerti nggak sih!?" bentaknya yang sontak membuatku terpejam dengan bibir yang menahan tangis.

Dia Devan. Kakak ku, dia berumur 11 tahun saat ini. Dan aku 9 tahun. Aku tidak apa yang membuat Devan begitu membenci ku dari lahir hingga sekarang. Dia tidak pernah memberitahu ku alasannya, yang ada dia selalu marah dan selalu menjauhi ku jika aku mendekat kepadanya.

Sepertinya dia memang membenci sedari aku lahir. Dia bahkan tidak pernah menyebut nama ku, kata adik pun tidak pernah terucap. Jangankan itu, dia saja tidak pernah berbicara denganku jika saja aku tidak membuat masalah dengannya seperti sekarang ini.

Aku takut. Aku sangat takut padanya, dia sudah mengancam ku dari sejak aku mengerti bicara dan perkataan lawan bicara ku. Dia selalu melarang ku untuk mendekatinya, berbicara dengannya, bahkan kalau bisa jangan pernah muncul di hadapannya. Aku yang masih kecil tidak paham dan hanya menanggapinya dengan anggukan walaupun aku tidak mengerti dan malah melakukan hal yang dilarangnya.

Akibatnya aku akan kena bentakan, pukulan, bahkan lebih parahnya dia akan melakukan ancaman terbesar. Yaitu membunuhku.

Aku sudah seringkali mengadukan hal ini pada Ayah, namun dirinya hanya menanggapi ku dengan senyuman getir lalu pergi meninggalkan ku begitu saja tanpa mengucapkan kata-kata yang mungkin bisa menenangkan ku walaupun itu hanya berupa satu kalimat.

Aku tidak tau apa yang salah, tapi itulah yang terjadi setiap kali aku mengacaukan ataupun melanggar salah satu peraturan yang Devan berikan untukku.

Hanya Bibi Mina lah yang selalu berpihak padaku. Dia akan membelaku jika dirinya melihat ku tengah di marahi oleh Devan, untunglah Devan tidak melawan dia hanya akan berdecih lalu pergi meninggalkan ku bersama Bibi yang menangis kencang.

Aku bersyukur karena memiliki Bibi di rumah ini. Bagiku dia sudah seperti sosok Ibuku yang mana aku sendiri tidak pernah tau bagaimana sosok Ibu kandungku itu. Yang aku tau, Ibuku sudah pergi dan tidak akan pernah kembali lagi. Setidaknya itu yang Bibi katakan saat aku bertanya.

Tapi kali ini sepertinya aku sedang bernasib sial. Aku yang penasaran dengan isi kamar Devan malah memasuki ruangan itu dan mendapatkan dirinya yang tengah mengenakan baju bola kesayangannya. Awalnya kupikir dia sudah pergi, karena setiap Sabtu sore dia akan pergi bermain bola di lapangan bersama teman-temannya. Ya mungkin aku benar, tapi sepertinya waktunya saja yang salah karena malah aku kedapatan olehnya dan langsung saja diri ku di bentaknya lalu menarik ku masuk ke dalam kamarnya.

Dia menyudutkan ku ke dinding dengan tangan yang mencengkram erat kerah baju ku, matanya menatap ku tajam dengan raut wajah yang penuh aura kemarahan. Aku takut, tubuhku sudah bergetar, jantungku bahkan berdetak sangat kencang. Aku sudah ingin menangis sekencang-kencangnya. Namun aku tidak akan melakukannya di depan Devan. Dia akan sangat membencinya, yang ada nanti perbuatannya terhadapku akan bertambah parah.

"Jawab aku. Apa maksud kamu masuk-masuk ke kamar aku, hah!?" bentaknya lagi.

Aku yang tadinya mengigit bibir ku kini dengan susah payah menjawab pertanyaannya karena sudah di bentak seperti itu.

"A-aku, hanya penasaran, Kak." jawabku yang malah keceplosan memanggilnya dengan sebutan Kakak yang mana hal itu sangat di bencinya jika di ucapkan secara langsung olehku.

Aku memejamkan mataku bersiap untuk menerima pukulannya yang tepat mendarat di pipi ku setelah aku memejamkan mata.

"Jangan pernah manggil aku, Kakak. Aku bukan Kakak mu!" ucapnya dengan tegas, dan satu pukulan kembali melayang di tempat yang sama.

Kali ini aku tidak bisa menahan tangisku, air mata ku sudah mengalir deras di kedua pipiku. Walaupun begitu aku tetap berusaha untuk menahan isakan ku agar tidak keluar dan membuat Devan bertambah marah. Namun sepertinya hal itu percuma, karena saat ini Devan berkata kalau dirinya sangat kesal.

"Kamu benar-benar bikin aku kesal. Aku sampai nggak tau harus melakukan apa untuk hukum kamu yang udah lancang kayak gini. Sekarang aku jadi telat main bola gara-gara kamu. Kali ini kamu nggak akan aku maafkan!" ucapnya yang tentu saja dengan nada yang menakutkan.

Aku menggeleng kuat mendengar itu, "Maafin aku, Devan. Aku nggak bakal masuk kamar kamu lagi. Aku janji, aku mohon maafin aku." ucapku berusaha agar di maafkan olehnya.

Dan sepertinya memang sudah tidak ada kata maaf lagi bagiku. Karena saat ini dia menghempaskan tubuhku ke atas kasurnya dengan posisi tengkurap yang sempurna, setelahnya dia dengan cepat melepaskan celana ku yang hanya mengenakan celana pendek. Dia melepaskannya dengan mudah, karena celana yang ku kenakan memang sangat mudah untuk di lepaskan.

Aku tidak mengerti apa yang akan Devan lakukan, aku hanya diam sambil dengan pasrah menerima akibat yang telah ku perbuat. Apalagi hari ini hanya ada kami berdua di rumah, Bibi sedang pergi begitu juga dengan Ayah. Jadi yang bisa ku perbuat hanyalah menerima apapun yang akan Devan inginkan termasuk dengan rasa sakit yang kurasakan di bagian belakangku saat merasakan sebuah benda keras yang masuk ke dalam saluran pembuangan ku.

Aku menjerit kencang, air mata ku bertambah karena rasa sakit yang kurasakan. Beberapa kali aku mengucapkan kata ampun namun tidak pernah sekalipun Devan mengindahkan permohonan ku itu. Dia hanya memaju-mundurkan benda itu dengan cepat di belakang ku sampai akhirnya kurasakan semburan kuat yang masuk ke dalam saluran itu. Dan detik berikutnya dia pun mencabut benda itu dari belakangku yang disusul dengan lemasnya diriku yang perlahan memejamkan mata karena merasakan pusing yang tiba-tiba menyerang kepala ku.

Setelahnya seluruh pandangan ku gelap, dan aku tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya.