Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3 : KITA MENIKAH

Jantung Nesia seketika berdetak menggelepar oleh rasa takut karena ancaman yang dilontarkan oleh dua laki-laki tinggi besar serupa bodyguard itu.

‘Siapa dua orang ini? Mengapa dia mengancamku seperti ini? Apakah mafia-mafia yang di film itu benar-benar ada?Apa salahku sehingga harus berurusan dengan mereka?’ Nesia masih saja bertanya-tanya dalam hati.

“Apa? Membunuh saya? Memangnya salah saya apa?” tanya Nesia keras, berharap ada yang melihatnya.

Namun semua orang sepertinya sedang fokus di depan dan juga ruang karyawan sehingga tak ada yang melihat bahwa Nesia sedang dalam bahaya.

“Sebaiknya Anda tidak melawan!” tegas yang satunya lagi.

“Tapi, Pak?” protes Nesia.

Protes Nesia seketika berhenti ketika salah seorang dari mereka mengeluarkan pistol yang terselip di pinggangnya dan menempelkannya pada pinggang Nesia. Seketika, Nesia semakin gemetar dan keringat dingin mulai terasa muncul di tubuhnya.

“Ikut dengan saya!” perintah salah satu dari mereka yang berkulit sedikit gelap.

“Oke … oke! Tapi kemana, Pak?” tanya Nesia dengan takut.

“Sebaiknya Nona tidak banyak tanya,” jawab yang satunya yang berkulit sedikit bersih.

Meski sebenarnya Nesia ketakutan, namun dia tak bisa menolak. Gadis itu melangkah mengikuti kedua laki-laki misterius itu dengan langkah kaki yang sepertinya nyaris luruh karena saking takutnya. Nesia benar-benar tak menyangka bahwa hari ini sia akan mendapatkan kesialan seperti ini.

‘Mungkinkah ajalku akan tiba hari ini?’ tanya Nesia dalam hati. Air matanya mulai merebak. ‘Bang Vino, kalau aku mati hari ini, aku ingin kamu tahu bahwa bagaimanapun aku masih mencintaimu. Meski kita sudah memutuskan untuk berpisah, tapi aku masih mencintai kamu.’ Nesia masih saja merapal kalimat cintanya dalam hati. Berharap akan ada keajaiban yang bisa membuatnya hidup sedikit lebih lama.

“Saya akan dibawa kemana, sih, Pak? Apa salah saya?” tanya Nesia menoleh ke arah kedua orang misterius yang berjalan di sisi dan kanannya itu.

“Kami tidak berhak menjawabnya, Nona!” jawab salah seorang diantara mereka yang terus menghela Nesia menuju ke sebuah ruangan yang Nesia hafal betul bahwa itu ruang rias.

Dan benar saja, mereka berdua menghela Nesia memasukinya. Di sana, sudah menunggu seorang perias yang sepertinya profesional beserta asistennya, dan beberapa orang yang berpakaian sama dengan dua orang yang membawanya tadi.

Namun ada yang membuat Nesia semakin tak mengerti adalah ketika dia melihat calon pengantin laki-laki —yang wajahnya terpampang di depan gedung tadi— yang kini berada di ruangan yang sama dengannya saat ini.

‘Mengapa dia ada di sini? Bukannya dia seharusnya Lalu dimana mempelai perempuannya? Mengapa periasnya malah bengong? Dan pengantin laki-lakinya? Mengapa harus menatapku seperti itu? Apakah ada yang salah denganku?’ tanya Nesia dalam hati kemudian menunduk untuk mengamati dirinya sendiri.

Semua mata yang ada di ruangan itu menatap Nesia dengan sorot mata tajam. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka melihat dia orang itu membawa Nesia ke tempat ini. Lalu tanpa diduga, si pengantin laki-laki mengedikkan kepalanya, seolah memerintahkan agar asisten tukang rias itu membawa Nesia untuk ke kamar mandi.

“Mari, Nona,” ajak perempuan yang sepertinya masih muda itu.

“Kemana, Mbak?” tanya Nesia dengan maksud menolak.

“Anda harus mandi, karena waktu sudah hampir habis,” ujar si asisten.

Nesia menoleh ke arah dia orang misterius tadi seolah bertanya apa yang akan mereka lakukan padanya itu. Kedua laki-laki itu mengangguk bersamaan, sehingga Nesia terpaksa menatap ke arah asisten perempuan tadi dan mengikuti langkahnya.

“Ini ada apa sebenarnya, Mbak?” tanya Nesia ketika mereka tiba di depan kamar mandi yang memang tersedia di dekat ruang rias itu.

“Nona sebaiknya segera mandi agar tukang make up bisa bekerja secepatnya. Waktunya sudah semakin singkat,” jawab si asisten.

“Tapi mengapa saya harus dirias?” tanya Nesia lagi kali ini dengan pekikan yang tertahan.

“Saya tidak tahu. Tugas saya hanya mendampingi boss saya yang akan merias anda. Selebihnya mereka yang akan memberitahunya pada Nona,” jawab si asisten.

“Sebaiknya Anda segera mandi, Nona. Agar tidak membuang waktu,” kata seorang lelaki misterius itu tiba-tiba mendatangi Nesia dan si asisten.

“Tapi, Pak. Mengapa saya harus diperlakukan seperti ini? Tidak bolehkan saya tahu apa yang akan terjadi dan kalian lakukan pada tubuh saya? Bahkan seandainya saya akan dibunuh, setidaknya saya tahu alasan mengapa saya harus mati, kan?” tanya nesia dengan kesal karena semua orang sepertinya sedang bermain teka teki.

Salah seorang diantara pengawal itu meraba pistol yang terselip di pinggangnya membuat nesia seketika menghentikan ocehannya dengan wajah pucat.

“Oke … oke! Saya akan mandi.” Nesia mencegah apapun yang akan dilakukan oleh laki-laki misterius itu. Kemudian dengan wajah pucat segera masuk ke dalam bilik mandi sambil menenangkan jantungnya yang berdetak.

Sejujurnya Nesia ingin berteriak minta tolong atau menangis sejadi-jadinya. Akan tetapi dia tak yakin akan ada yang menolongnya. Jikapun ada, mungkin mereka juga tak akan berani mengingat banyak penjaga aneh yang ada di ruangan ini.

“Nona! Saya harap Anda segera menyelesaikan mandi karena waktunya sudah hampir tiba,” suara si penjaga kembali terdengar dibarengi dengan suara gedoran di pintu kamar mandi.

“Iya, saya mandi!” jawab Nesia dengan kesal.

Tak ada hal lain yang bisa dilakukannya lagi selain mengikuti perintah orang-orang aneh itu. Kecuali dia sudah tak sayang dengan tubuhnya. Tak butuh lama, Nesia segera menyelesaikan mandinya kemudian keluar. Itupun sudah disambut tatapan mata penuh horor dari dua penjaga yang tadi ada di menggedor pintunya.

“Silahkan Nona mengikuti asisten perias itu tanpa banyak bertanya. Karena boss kami sangat tidak menyukai perempuan yang banyak bicara,” ujar salah satu penjaga itu.

Nesia menatap sengit padanya.

“Memangnya apa peduli saya dengan bos kalian yang suka atau tidak suka? Kalau boleh jujur, saya juga tidak suka dengan tindakan pemaksaan yang kalian lakukan ini!” ujar Nesia sedikit sengit.

Namun jelas kedua penjaga itu tak peduli dengan apapun yang dikatakan Nesia, karena akhirnya mereka tetap mendorong Nesia agar duduk di kursi dan segera tukang rias itu menanganinya.

“Jadikan dia semirip mungkin dengan Dona, Ren!” Calon mempelai pria yang sejak tadi hanya mengawasi dalam diam itu kini bersuara.

Seketika Nesia menatap laki-laki itu, yang bahkan tak mau repot-repot untuk balik menatapnya. Dan itu sudah cukup menyebalkan. Sebenarnya Nesia sudah hendak mengkonfrontasi laki-laki itu, namun bisikan si perias senior membuat Nesia mengurungkan niatnya.

“Sebaiknya Nona tidak banyak melawan. Saya tahu siapa dan bagaimana beliau. Jika Nona masih sayang dengan nyawa Nona, sebaiknya Nona ikuti saja apa yang beliau katakan. Saya juga akan melakukan apa yang beliau perintahkan,” ujar si perias dengan suara rendah.

“Tapi saya tidak mengenalnya dan tidak mengerti mengapa saya harus dirias, bahkan dibuat mirip dengan Dona. Bukankah Dona adalah pengantin siang ini?” tanya Nesia dengan suara yang juga rendah.

Si perias tersenyum.

“Saya rasa mereka akan menjelaskannya nanti. Untuk saat ini, mari bekerja sama agar pekerjaan saya selesai tepat waktu,” pinta di perias.

Mau tak mau Nesia mengangguk.

Tak menunggu lama, perias itu sudah menyelesaikan pekerjaannya dengan hasil yang sempurna. Kegesitannya bekerja membuat semua kliennya puas dengan pekerjaan dan hasil kerjanya.

Setelahnya, si perias mengenakan pakaian pengantin untuk Nesia. Meski sedikit kepanjangan, namun itu tidak masalah karena tidak begitu kelihatan.

“Selesai, Tuan,” lapor si perias kepada mempelai laki-laki.

Laki-laki tinggi dan gagah itu bergerak mendekati Nesia yang sudah selesai dirias. Laki-laki itu manggut-manggut seakan puas dengan hasil yang diberikan si perias. Setelah dirasa pas, laki-laki itu mengulurkan tangannya pada Neia.

Nesia tidak menyambutnya karena dia tak tahu apa maksud laki-laki itu mengulurkan tangan padanya.

“Apa maksud semua ini, Tuan?” tanya Nesia dengan berani.

Laki-laki tampan itu tersenyum sinis.

“Ikut denganku ke aula depan. Kita menikah!” Laki-laki itu menjawab tegas.

“APA?!”

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel