Bagian 14 : Merindu.
"Kenapa belum tidur?" Suara itu membuatku menengok. Neina berjalan kearahku sambil membawa nampan berisi dua gelas cairan berwarna coklat, lalu menaruh nya di nakas. "Aku membuat coklat panas, untuk sekedar menghangatkan tubuh" Lanjutnya lalu duduk disampingku dan aku mengangguk.
"Kamu tau, dijam seperti ini dia selalu bergerak, kadang berputar dan aku selalu marah-marah." Kenangku sambil tertawa getir. Segera kuusap cairan bening yang dengan lancang sudah menetes dipipiku.
"Apa kamu terganggu dengan itu?" Respon Neina membuatku terperangah. Gadis ini memang teman cerita yang sangat baik.
"Aku selalu marah Nei, dia benar-benar nakal. Tapi asal kamu tau, jika aku menyanyikan lagu 'Adik Bobo', dia dengan pintar langsung berhenti bergerak." Takjubku dan perempuan itu dengan serius menyimak ceritaku. "Tapi kadang Adik hanya berhenti sejenak, lalu kembali berputar tidak jelas," sungutku sambil memanyunkan bibir, bercerita tentang adik memang tidak akan ada habisnya, terlalu banyak kenangan dengan nya. Walau di trimester akhir adik jarang sekali menendang, tetapi untuk sekedar bergerak dia masih sangat aktif dan itu begitu aku rindukan sekarang. Disaat hal itu tidak mungkin lagi terjadi.
"Lalu apa yang kamu lakukan, jika dia masih berputar saat kamu sudah menyanyikan lagu untuknya?" Kepo perempuan itu membuatku tersenyum, entah kenapa aku senang sekali bercerita tentang adik.
"Aku mengetuk perutku sambil marah-marah, aku keluarkan seluruh keluh kesahku. Kadang adik langsung diam, mungkin dia tau aku lelah." Kenangku sambil tersenyum manis. "Kadang Aku meminun obat tidur, itu kulakukan jika adik sudah keterlaluan," lanjutku lirih, entah kenapa aku merasa menyesal telah melakukan hal bodoh itu.
"Ayo ikut aku ke balkon." Perempuan itu menarikku pelan, dan entah kenapa dengan patuh aku mengikutinya.
"Kamu menyuruhku bunuh diri?" tanyaku polos membuat perempuan itu refleks menyentil kepalaku. Aku mengerucut kesal sambil mengusap-usap bagian yang terkena sentilan.
"Kamu liat keatas, Adik disana. Dia bahagia melihat kamu merindukan nya. Dia berucap 'Mama berdoa lah jika kamu merindukan ku'," bisik Neina membuat mataku seketika memanas, kupandang langit malam yang penuh dengan bintang dengan perasaan bergemuruh. "Dia bisa melihat kita Naraya, Dia sangat bahagia melihat kamu merindukan nya. Dia bahagia bahwa ternyata kamu menyayanginya" Sambung perempuan itu sambil merangkul bahuku, dan saat itu juga air mataku luruh. Ya Allah adik, saya sangat merindukan mu.
*
"Sakit banget?" Neina memperhatikan ku sambil sesekali meringis dan aku terkekeh geli. "Dih malah ketawa, dasar aneh." Perempuan itu mencibir dengan ekspresi kesalnya.
"Udah kebiasaan jadi gak sakit, apalagi ini alat pemeres nya kelihatan mahal jadi enjoy aja sih," jawabku sambil melepaskan Breast pump, lalu menuangkan hasilnya ke wadah khusus yang sudah disediakan.
"Lumayan dapet satu kantong pagi ini, Skyla pasti kenyang." Seru Neina sambil mengambil kantong itu lalu memasukan nya ke dalam freezer.
"Dikasihin langsung aja si, kenapa harus dimasukin frezeer?" Dahiku mengernyit, rumah Skyla bahkan hanya berjarak satu nomor dari apartemen ini.
"Zahwa pergi tadi pagi, katanya mau ke rumah teman nya." Jawab Neina sambil menaruh kantong asi itu ke dalam frezeer. Zahwa adalah ibu Skyla, Wanita itu menetap di Amerika karena ikut suaminya. Dua bulan yang lalu wanita itu juga melahirkan, sama sepertiku. Bedanya bayinya lahir dengan selamat, sedangkan aku tidak. Asi Zahwa sama sekali tidak keluar, berbanding terbalik denganku yang sangat lancar. Maka, dengan senang hati aku memberikan asi ku untuk gadis mungil itu. Memang dari awal melahirkan aku rajin memeras asiku, maka dari itu sampai sekarang asiku masih sangat lancar. Aku bersyukur dengan ini aku bisa membantu orang lain.
"Kamu udah lama ya, jadi ibu susuan Skyla?" Neina menatapku ingin tau dan aku hanya kujawab dengan anggukan. "Berarti Zahwa udah tau duluan dong kalau kamu kesini habis melahirkan?" Lanjut perempuan itu ingin tau.
"Satu minggu setelah aku tinggal disini, hampir setiap malam aku mendengar suara tangis bayi. Aku pasti terbangun dan yang kurasakan adalah payudara ku yang terasa kencang. Aku biasa masuk ke kamar mandi lalu memerasnya secara manual dan hal terbodohnya adalah aku membuang nya" Aku meraup wajahku saat kata-kata terakhir itu meluncur dari mulutku. Astafirullah, kenapa aku begitu bodoh membuang asiku sendiri?
"Kamu membuang asimu?" Naina menatapku tidak percaya dan aku mengangguk lemah.
"Malam itu, aku memeras asiku seperti biasa lalu kumasukan gelas. Biasanya aku langsung membuang nya di kamar mandi. Tapi entah malam itu, aku merasa aneh. Aku keluar melihat Zahwa ditaman belakang sedang menenangkan Skyla." Ceritaku panjang lebar dan perempuan itu menyimak dengan seksama. "Aku merasa kasian, lalu aku menghampirinya. Zahwa dengan lancar bercerita bahwa dari awal asi nya tidak mau keluar, sudah dipancing dengan segala macam tapi tetap saja hasilnya nihil. Entahlah disaat itu aku ikut terhanyut dengan cerita Zahwa, dan tanpa sadar aku menceritakan semua nya kepada nya. Dan dari obrolan itu aku menawarkan untuk mencoba menyusui Skyla, tetapi saat dicoba bayi cantik itu ternyata menolak putingku. tetapi syukurlah dia tetap mau asi dariku walau lewat botol"Sambungku sambil mengenang kejadian beberapa minggu lalu, Bagaimana akhirnya aku menjadi ibu susuan anak secantik Skyla.
"Bahkan anak itu senang sekali jika melihatmu. Dia mengerti kalau kamu penghasil susunya" Goda Neina memecah keheningan yang sempat terjadi. Benar, bayi mungil itu selalu tertawa jika melihat ku dan entah kenapa itu membutku bahagia. Sayang sekali aku belum berani menggendong nya.
"Kamu tidak ingin pulang?" Tanya Neina tiba-tiba membuatku langsung menatapnya bingung. "Setidaknya, hubungi keluargamu. Kamu memiliki orangtua bahkan suami Nay." Lanjutnya sambil mengusap pelan bahuku.
"Naraya ..."
"Aku akan menghubungi mereka, tapi bukan sekarang. Lagi pula tidak akan ada yang mencariku." Mataku terpejam, bayangan kejadian saat aku melenyapkan adik pun langsung menari-nari dikepalaku. "Aku membunuhnya Nei, aku pembunuh" Tangis ku pecah, sebuah tangan langsung merengkuh ku dalam pelukan nya.
***
Bayi perempuan itu menangis sangat kencang. wajah putihnya berubah menjadi merah seketika. Seorang lelaki tampak menimbang bayi mungil itu, tetapi bukan nya berhenti, bayi itu malah semakin menangis, membuat lelaki dewasa itu ikut menitihkan air matanya.
"Haus ya sayang cup cup," lirih lelaki itu sambil menghapus kasar air matanya, ditimang nya putri semata wayangnya dengan sayang.
"Tidak mau minum susunya, ya?" Perempuan paruh baya itu mendekati lalu dibalas gelengan lemah oleh lelaki berkaos merah itu, Karan.
"Susu nya kok baunya aneh, Nak?" Bu Fatima bertanya sambil mencium bau cairan putih yang berada dibotol.
"Ini susu soya, adik alergi susu sapi." Lelaki itu menjawab dengan wajah sendu.
"Persis Nara dulu, waktu bayi dia full minum asi karna dia juga alergi susu sapi. Tapi adik kasian sekali dia, mau minum apa jika bukan susu ini?" Mama berucap lirih sambil membelai pipi mulus adik, dan aku terdiam.
"Coba biar mama yang minumkan" Wanita paruh baya itu mengulurkan tangan nya untuk mengambil bayi perempuan yang terus saja merengek karena haus.
"Anak cantik, minum ya sayang." Dengan lembut wanita itu berusaha memasukan dot ke mulut kecil bayi digendongan nya.
"Oek oek oek." Bayi itu menangis keras, menolak sesuatu yang berusaha menerobos mulut nya.
"Adik tidak mau, Ma, bagaimana?" Lelaki itu berkata lirih, matanya mulai berkaca. Para lelaki bisa terlihat kuat dimata siapa saja, tetapi ketika dihadapkan pada orang yang begitu dia cintai, kelemahan nya pun seketika terlihat.
"Tidak apa, adik mungkin baru penyesuaian. Dicoba pelan-pelan kamu harus sabar ya nak" Wanita paruh baya itu tersenyum lembut kepada menantu nya. "Biar mama bawa keluar adik, mungkin jika sambil diajak jalan dia mau meminum susunya" Lanjut wanita paruh baya itu membuat lelaki dewasa itu mengangguk lemah.
"Kamu mandi dulu nak, terus makan malam. Bunda kamu masakin makanan favorite kamu loh" Bu Fatima berusaha tersenyum sambil menatap sedih menantu nya. "Kamu harus kuat, kalau kamu menyerah kasian adik" Lanjut wanita itu lirih membuat lelaki itu mendongak lalu menatap bayinya yang terus bergerak tidak nyaman, dia tau putrinya sangat haus dan ingin meminum asi bukan susu formula.
"Mama keluar dulu, Nak." Karan mengangguk lemah dengan pandangan yang sangat kosong. Dia mengira akan bisa merawat anak nya dengan baik walau seorang diri. Tetapi nyata nya tidak seindah bayangan, ternyata anak itu tetap membutuhkan sosok wanita yang bisa memberikan kehidupan.
"Naraya, kamu dimana? Aku tidak bisa merawat nya sendiri." Lelaki itu terduduk lemas dilantai sambil memandangi foto istrinya yang tergeletak diatas nakas.
