Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1

Malam itu, di jantung kota Vortexia, keluarga Valoria mengadakan perayaan yang megah. Ballroom mewah di lantai atas hotel paling bergengsi di kota itu dipenuhi oleh tamu-tamu penting, semua mengenakan pakaian yang indah dan mahal. Lampu kristal besar yang tergantung di langit-langit memancarkan cahaya lembut, menciptakan suasana yang glamor dan penuh kemewahan. Musik jazz lembut mengalun dari sudut ruangan, menambah kesan elegan yang tak terelakkan.

Eric Bastian berdiri di sudut ruangan, matanya mengamati dengan penuh perhatian namun terasa asing. Di sekelilingnya, anggota keluarga Valoria sedang menikmati malam penuh kemenangan ini. Mereka bercakap-cakap dalam kelompok kecil, dengan gelak tawa yang terdengar seperti musik ceria. Setiap kali gelas kristal berisi sampanye diangkat, mereka saling bersulang untuk kesuksesan yang baru saja mereka capai. Bisnis keluarga Valoria di Vortexia baru saja mencatatkan prestasi yang luar biasa, menambah pundi-pundi kekayaan mereka yang sudah melimpah.

Tetapi Eric merasa tidak nyaman. Ia mengenakan setelan gembel yang sebenarnya tidak cocok berada disini,

Sementara ia berdiri di sana, terisolasi dari keriuhan perayaan, pikirannya dipenuhi oleh kegelisahan yang tak dapat ia abaikan. Sarah, istrinya, tampak semakin jauh akhir-akhir ini. Setiap kali Eric mencoba mendekatinya, Sarah hanya menjawab dengan singkat dan acuh tak acuh, seakan tidak ada lagi rasa kasih sayang yang tersisa di antara mereka. Tatapan dingin Sarah, yang beberapa bulan lalu masih penuh cinta, kini seperti tembok yang sulit ditembus.

Di tengah keramaian, Eric berusaha mencari sosok Sarah. Matanya menyapu ruangan, menembus kumpulan tamu yang sibuk bercakap-cakap. Di sudut lain ballroom, Sarah tampak berbicara dengan beberapa kerabat jauh, senyumnya terlihat, tetapi hanya sebatas formalitas. Eric mencoba membaca ekspresinya, berharap menemukan jawaban atas pertanyaan yang menghantuinya belakangan ini. Namun, yang ia lihat hanya tatapan kosong yang tidak ia kenal.

Suasana hati Eric semakin tenggelam dalam kegelisahan. Setiap detik yang berlalu terasa seperti beban berat di dadanya. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa mungkin ini hanya perasaannya saja, mungkin Sarah hanya lelah atau terlalu sibuk. Tetapi rasa cemas itu tetap ada, seperti bayangan yang tak bisa diusir.

Beberapa saat kemudian, Sarah terlihat meninggalkan kelompok yang tengah berbincang dengannya. Gerakannya anggun, tetapi langkahnya cepat, seolah-olah ingin menghindari seseorang. Eric memperhatikan dari kejauhan, merasa ada yang tidak beres. Ia melihat Sarah melangkah keluar dari ballroom, memasuki koridor yang sepi dengan sedikit terburu-buru.

Dengan perasaan tak menentu, Eric memutuskan untuk mengikuti istrinya. Ia meninggalkan keramaian pesta, berjalan perlahan menuju koridor panjang yang mengarah ke ruangan-ruangan pribadi di hotel itu. Setiap langkah yang diambilnya terasa berat, seolah-olah kakinya enggan bergerak lebih dekat pada kebenaran yang mungkin ia temukan. Jantungnya berdebar semakin kencang, sementara suara musik dari ballroom semakin jauh terdengar.

Di ujung koridor, ia melihat Sarah berdiri di depan sebuah pintu yang sedikit terbuka. Cahaya redup dari dalam ruangan itu menyinari siluet seorang pria yang berdiri sangat dekat dengan Sarah. Pria itu berbicara dengan suara rendah yang tidak terdengar jelas, tetapi cukup untuk membuat Sarah tertawa kecil—suara tawa yang tidak pernah ia dengar lagi selama berbulan-bulan.

Eric berhenti sejenak, memandang ke arah istrinya yang kini berada begitu dekat dengan pria lain. Pria itu terlihat sangat berbeda dari Eric—lebih tinggi, dengan tubuh yang tegap dan postur yang anggun. Ia mengenakan setelan jas berwarna gelap yang sempurna menempel di tubuhnya, memberikan kesan keanggunan dan kemewahan. Sepatu kulit hitam yang mengilap, tampak baru dan mahal, melengkapi penampilannya. Di pergelangan tangannya, sebuah jam tangan berkilau dengan harga yang bisa ditaksir antara 6000 hingga 8000USD, sementara di lehernya tergantung sebuah kalung perak yang terlihat apik, harganya berkisar 1000USD.

Sarah, dengan senyum yang lembut dan tatapan yang penuh perhatian, tampak begitu nyaman berada di dekat pria itu. Tangan mereka bersentuhan, dan jarak di antara mereka hampir tidak ada, seolah-olah dunia hanya milik mereka berdua.

Eric merasa darahnya mendidih. Emosi yang bercampur aduk—marah, sakit hati, dan ketidakpercayaan—mengalir deras di dalam dirinya. Perlahan, ia melangkah lebih dekat, tidak mampu menahan diri untuk menuntut penjelasan. Dengan suara yang bergetar oleh emosi yang ditekan, Eric berkata, "Sarah apa yang sedang kau lakukan, siapa pria ini?"

Sarah tersentak sedikit, tetapi hanya untuk sejenak. Ia menoleh ke arah Eric, matanya tidak lagi menunjukkan kehangatan atau penyesalan, melainkan dingin dan penuh rasa jijik. Dengan gerakan lambat, ia melepaskan tangannya dari pria itu, tetapi tetap berdiri dekat dengannya. "Dia adalah Tuan Antony," Sarah menjawab dengan nada yang datar dan tak terpengaruh, seakan apa yang baru saja terjadi bukanlah sesuatu yang besar. "Calon suamiku."

“Setekah kita bercerai aku akan menikah dengannya” Ujar Sarah.

Kata-kata itu terasa seperti belati yang menusuk hati Eric. Dunia seakan-akan berhenti berputar, dan udara di sekitarnya menjadi begitu berat. Eric memandang wajah Sarah, mencari tanda-tanda bahwa ini semua hanya mimpi buruk yang akan segera berlalu. Tetapi tatapan Sarah yang dingin dan sikapnya yang acuh tak acuh tidak memberinya harapan apa pun.

"Calon suamimu?" Eric mengulangi, suaranya serak dan nyaris tak terdengar. "Bagaimana bisa?...Kapan aku mengatakan akan menceraikanmu ."

Sarah hanya mengangkat bahu, seolah-olah pernikahan mereka tidak lebih dari sebuah kewajiban yang tidak berarti baginya. "Aku sudah tidak tahan lagi denganmu, Eric. Antony adalah pria yang sebenarnya pantas untukku, bukan kamu."

Setelah mendengar pernyataan dari Sarah, suasana menjadi semakin tegang. Eric berdiri terpaku, matanya masih terfokus pada wajah Sarah yang tak menunjukkan sedikit pun rasa bersalah. Namun, sebelum Eric sempat menjawab, pria yang disebut sebagai Antony oleh Sarah bergerak sedikit mendekat. Dengan gerakan yang penuh percaya diri, ia menoleh ke arah Eric dan menyapu pandangannya dari kepala hingga kaki, seakan menilai seseorang yang baru saja ia temui untuk pertama kali.

Antony tersenyum tipis, namun senyum itu lebih menyerupai senyuman seseorang yang baru saja menyaksikan sesuatu yang menggelikan. Ia mengangkat alisnya dengan sedikit keheranan yang dibuat-buat. Lalu, dengan suara rendah yang penuh dengan keangkuhan, Antony bertanya, “Sarah, siapa sebenarnya pria ini?”

Ia menekankan setiap kata dengan perlahan, seakan ingin memastikan bahwa ia benar-benar tidak mengenal orang yang berdiri di depannya. “Dia… seorang pelayan di keluargamu, mungkin?”

Sarah terlihat sedikit ragu untuk sesaat, tetapi dengan cepat menguasai dirinya kembali. Ia menghela napas, seakan menjelaskan sesuatu yang sepele, dan menatap Antony dengan ekspresi yang sama sekali tidak menunjukkan rasa hormat terhadap Eric. “Antony, ini Eric,” Sarah menjawab dengan nada datar, suaranya tidak menunjukkan sedikit pun emosi. “Dia… suamiku. Untuk saat ini.”

Eric merasakan kata-kata itu seperti pukulan lain yang menghantamnya, namun ia tetap berusaha menjaga ketenangannya. Ia menatap Antony dengan pandangan tajam, berusaha mencari tanda-tanda bahwa pria itu mungkin saja menunjukkan sedikit rasa hormat. Tapi yang ia temukan hanyalah tatapan kosong yang dingin dan senyum yang penuh kesombongan.

Antony tertawa kecil, dan suaranya terdengar seperti lelucon yang tidak lucu. “Suamimu?” Ia mengulangi, kali ini dengan nada mengejek. “Ah, jadi ini orangnya? Orang yang selalu kau ceritakan padaku? Pria yang kau sebut tidak berguna?” Ia melangkah lebih dekat ke arah Eric, matanya menatap langsung ke mata Eric, seolah ingin menunjukkan bahwa ia tidak menganggapnya sebagai ancaman. “Kau tahu, Sarah menceritakan banyak hal tentangmu,” lanjut Antony, nadanya beralih dari ejekan ke lebih serius namun tetap merendahkan. “Tapi, jujur saja, aku tak menyangka kau akan terlihat seperti ini. Kau tahu, aku bayangkan kau setidaknya memiliki sedikit harga diri untuk mempertahankan istrimu.”

Eric tetap diam, meskipun dadanya terasa seperti dihantam oleh batu besar. Antony jelas mencoba memprovokasinya, tetapi Eric tahu bahwa menanggapi dengan kemarahan hanya akan membuatnya terlihat lebih lemah di mata pria itu.

Sementara itu, Sarah hanya berdiri di sana, tidak berusaha untuk meredakan ketegangan yang muncul antara kedua pria itu. Tatapan dingin di matanya menunjukkan bahwa ia tidak peduli pada apa yang mungkin terjadi selanjutnya. Baginya, hubungan mereka sudah berakhir, dan Eric hanyalah masa lalu yang tidak lagi penting.

Antony, seolah merasa tidak ada tanggapan yang cukup memuaskan dari Eric, melanjutkan ucapannya. “Jadi, Eric, apa rencanamu sekarang?” tanyanya dengan nada yang setengah bercanda. “Kau tidak berpikir untuk mempertahankan Sarah, bukan? Karena… jujur saja, dari apa yang aku lihat, kau tidak memiliki apa-apa untuk ditawarkan.”

Dengan langkah tegas, Eric bergerak maju, suaranya bergetar dengan amarah yang tertahan. “Antony, aku ingin kau keluar dari sini sekarang,” katanya, matanya menatap tajam ke arah pria yang mengenakan pakaian mewah itu.

Antony mengangkat alisnya dengan ekspresi tidak percaya, kemudian melirik ke arah Sarah seolah-olah mencari konfirmasi apakah dia harus menuruti perintah Eric. Namun, sebelum Antony bisa merespon, Sarah melangkah ke depan, berdiri di antara kedua pria tersebut.

“Berhenti, Eric!” seru Sarah dengan nada keras yang membuat Eric terkejut. “Kau tidak berhak menyuruhnya pergi. Antony ada di sini atas undanganku, dan aku tidak akan membiarkanmu bersikap kurang ajar terhadapnya.”

Eric terdiam, merasakan kegetiran di setiap kata yang Sarah ucapkan. “Sarah, dia tidak seharusnya berada di sini,” balas Eric, suaranya lebih lembut namun sarat dengan kekecewaan. “Dia tidak punya hak untuk mendekatimu.”

Tapi sebelum Eric bisa melanjutkan, Sarah tiba-tiba mengangkat tangannya dan tanpa peringatan, menampar wajah Eric dengan keras.

PLAK!!
Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel