Pustaka
Bahasa Indonesia

Doctor Z

104.0K · Tamat
Lotus
95
Bab
93
View
9.0
Rating

Ringkasan

Dokter Zein Youssef Al-Ghifari, seorang dokter umum berusia 43 tahun keturunan Timur Tengah, menyembunyikan masa lalu dan masa kini yang kelam di balik wajah tampannya dan kepribadiannya yang karismatik. Duda dari almarhumah Angelique ini hidup dalam kesendirian, meski dikelilingi oleh kekaguman banyak wanita, termasuk para perawat, bidan, dokter muda, hingga polwan. Bahkan adik sepupunya sendiri jatuh cinta padanya. Tapi tak ada yang tahu bahwa diam-diam, Dokter Zein adalah seorang ilmuwan gila dengan ambisi merusak tatanan dunia melalui eksperimen gelap yang telah dia rancang sejak muda. Namun, semuanya berubah ketika dia bertemu dengan Dokter Zelena Aisha Azwar, seorang dokter spesialis obsgyn berusia 28 tahun yang cerdas, tegas, dan berani menantangnya secara intelektual maupun emosional. Keduanya terjerat dalam serangkaian misi rahasia yang membawa mereka ke balik tirai konspirasi global dan eksperimen biologis tingkat tinggi. Keadaan semakin kacau saat terungkap bahwa Angelique, istri Dokter Zein, ternyata bukan meninggal karena sakit, melainkan korban dari permainan besar yang sedang mereka telusuri. Dokter Zein menciptakan cairan misterius berwarna ungu tua bernama HS-XR01, hasil eksperimennya 15 tahun yang lalu, dan itu adalah senjata biologis paling berbahaya yang pernah diciptakan umat manusia. Cairan ini terkait erat dengan organisasi gelap Serbian Storm dan ketuanya, Sovia Ivanisevic, yang ternyata adalah ibu kandung dari salah satu karakter utama wanita, yaitu Fazia. Dokter Zein sendiri memiliki nama lain Filzev Izanovic di masa lalu dan Doctor Z di masa kini, mantan anggota organisasi tersebut yang kini diincar oleh pihak-pihak dari masa lalunya. Dengan kehadiran tokoh-tokoh penting seperti Sergej, Zara, Kapten Lenny, dan Heendon, serta campur tangan pihak asing yang terlibat dalam proyek-proyek rahasia, cerita ini akan membawa semakin dalam ke konflik global antara cinta, ilmu pengetahuan, dan kehancuran. Akankah Dokter Zein memilih cinta atau kekacauan? Dan apakah HS-XR01 akan menyelamatkan dunia… atau justru mengakhirinya?

FantasiDokterSupernaturalThrilleractionmiliterSupranaturalKehidupan MisteriusKekuatan SuperPetualangan

Bab 1. DOKTER DABJINGAN!

Suatu hari di ruang praktek dokter...

"Yang sakit sebelah mana? Obat apa saja yang sudah dikonsumsi? Punya alergi obat? Punya riwayat penyakit apa? Oke, ini resepnya. Silakan diserahkan ke bagian farmasi."

Itulah perkataan bertubi-tubi dari seorang dokter kepada pasiennya.

Pasien itu kebingungan. Dia bahkan belum sempat menjawab satu pun pertanyaan dari sang dokter, tapi sudah diberikan resep obat.

"Ini dokter gila atau bagaimana?" begitu yang terlintas dalam pikiran pasien.

Dokter tersebut bernama Zein Youssef Al-Ghifari, seorang dokter senior berusia 43 tahun, duda, dan belum memiliki keinginan untuk kembali berumah tangga.

Padahal, wajahnya sangat tampan dan awet muda, khas keturunan Timur Tengah.

Sekilas, siapa pun yang melihatnya untuk pertama kali pasti akan mengira bahwa Zein baru berusia sekitar 25–30 tahun.

Dengan tinggi badan menjulang hingga 195 cm, berat 85 kg, serta wajah putih kemerahan di pipi, tak heran jika dia menjadi dokter idaman di rumah sakit.

Pasien itu menatap Zein sambil memegang resep yang baru saja diberikan.

Setelah mempertimbangkan beberapa hal yang terasa tidak wajar, dia memberanikan diri untuk berbicara.

"Dok..." ucap pasien tersebut.

Zein mengerutkan kening, menatap pasien itu, lalu berkata, "Ada apalagi, Pak? Resepnya sudah saya berikan. Silahkan Bapak serahkan ke bagian Instalasi Farmasi."

Pasien itu membalas, "Pak Dokter, saya belum menjawab satu pun pertanyaan Bapak, kok sudah langsung diberi resep? Apa Pak Dokter sudah tahu saya sakit apa?" tanyanya dengan raut wajah keheranan.

"Itu tadi saya resepkan obat untuk demam dan sakit kepala. Silahkan Bapak serahkan resep ini ke Bagian Instalasi Farmasi," jawab Zein sambil menunjuk resep yang masih berada di tangan pasien.

"Lho, Dok, saya ini sakit perut. Kenapa malah dikasih obat untuk sakit kepala dan demam?!" protes pasien dengan nada tak terima.

"Sudahlah, Pak. Pokoknya Bapak itu demam dan sakit kepala. Baik, Pak. Selamat siang, saya mau pulang. Saya sudah ngantuk, Pak. Sudah waktunya ganti shift... Hoaaammm..." timpal Zein sambil menguap lebar.

Sambil berjalan, Zein membuka pintu ruang prakteknya, lalu menutupnya, meninggalkan pasien yang masih terpaku kebingungan di dalam ruangan.

Setelah tersadar, pasien tersebut langsung mengumpat dalam hati.

Dengan berbagai macam gerutuan, umpatan, dan bahkan sumpah serapah dalam pikirannya, pasien itu keluar dari ruangan Zein dan menutup pintunya dengan sangat kasar.

BRAK!

"Dasar dokter edan, orang sakit perut kok diresepkan obat sakit kepala. Gak lagi-lagi deh berobat di sini," gerutu pasien itu penuh amarah.

Pasien tersebut terus mengumpat. Dia lalu menyobek kertas resep dan membuangnya ke tempat sampah.

Setelah itu, dia langsung pergi meninggalkan Rumah Sakit, masih dalam keadaan marah.

Beberapa perawat dan sekuriti yang melihat kejadian itu hanya bisa diam dan menggelengkan kepala.

"Kayaknya Dokter Zein bikin masalah lagi, deh," kata seorang perawat wanita kepada rekannya.

"Udahlah, biarin aja. Dokter Zein 'kan anak emasnya Pak Direktur. Udah, lanjut kerjaan kita aja," balas perawat lainnya.

Mereka pun kembali melanjutkan aktivitas seperti biasa.

Sementara itu, Zein sedang dalam perjalanan pulang dari Rumah Sakit tempatnya bekerja, mengendarai mobil pribadinya.

Rasa kantuk yang tak tertahankan memaksanya untuk segera menepikan mobil.

Dia berencana tidur sebentar di tepi jalan, daripada memaksakan diri melanjutkan perjalanan dan beresiko mengalami kecelakaan. Begitu pikir Zein.

Tapi saat Zein mulai mengarahkan mobilnya ke tepi kiri jalan untuk menepi, tiba-tiba saja sebuah sepeda motor melaju cepat dari arah belakang, mencoba menyalip lewat lajur kiri yang sebenarnya bukan jalur aman untuk mendahului.

Pengendara motor itu sepertinya tidak memperhitungkan bahwa mobil di depannya hendak menepi.

Dalam sekejap, hanya beberapa sentimeter sebelum benar-benar bersenggolan, Zein yang kaget spontan membanting stir ke arah kanan, berusaha menghindar.

Namun, manuver mendadak itu tetap tidak cukup cepat.

SRAK!

Terdengar suara gesekan kasar ketika bagian samping kiri mobil Zein menyerempet stang motor dan sisi tas pinggang si pengendara.

Motor itu sedikit oleng, namun pengendaranya masih bisa menguasai laju kendaraan dan tidak sampai terjatuh.

Meski begitu, suara gesekan cukup nyaring dan jelas membuat perhatian beberapa pengendara lain ikut tertuju ke arah mereka.

Zein segera menghentikan mobilnya, menepi sepenuhnya dengan wajah kesal bercampur lelah.

Dia melirik kaca spion, pengendara motor itu sudah melaju cepat ke depan tanpa melihat ke belakang, seolah tak terjadi apa-apa.

Zein menghela nafas panjang, menatap bagian dalam mobilnya dengan lelah, lalu melirik sisi kiri mobil.

Cat mengelupas, ada bekas goresan panjang sekitar setengah meter di bagian pintu belakang.

"Apes... apes..." gumamnya dalam hati, berkali-kali, sambil menutup mata sejenak dan menyandarkan kepalanya di kursi.

Yang dia inginkan hanya tidur sebentar, tapi malah dapat 'oleh-oleh' di jalan.

Pengendara motor itu akhirnya menghentikan kendaraannya dan turun dengan wajah kesal.

Dia berjalan mendekati mobil Zein, lalu mengetuk kaca jendela pintu mobil dengan emosi yang masih terbawa.

Begitu kaca jendela terbuka, keduanya langsung terkejut.

Tatapan mereka bertemu, dan suasana seketika menjadi canggung.

Ternyata, pengendara motor itu adalah pasien terakhir Zein, pasien yang tadi marah-marah dan mengumpat di rumah sakit.

"Dasar dabjingan... kamu lagi, dokter edan!!" kata pasien tadi yang sudah agak mereda kekesalannya, kini kembali marah-marah saat melihat Zein.

"Owalah, kirain siapa. Bapak yang tadi, kan. Gimana, udah sembuh belum sakitnya?" balas Zein dengan cengengesan.

"Udah sembuh gundulmu, resep udah tak sobek-sobek, cepat ganti rugi motorku!!" kata bapak tadi mengancam.

"Haha... slow aje bos, kaga usah ngegas juga kali. Yang ada bapak itu yang ganti kerusakan. Lihat tuh body mobilku, pasti banyak lecetnya," balas Zein yang juga tidak mau kalah berdebat.

Keduanya semakin keras berdebat, masing-masing tidak mau mengalah.

Suara mereka terdengar semakin meninggi, dan orang-orang mulai berdatangan untuk menyaksikan keributan yang terjadi di tepi jalan.

Beberapa pengendara yang lewat juga memperlambat kendaraan mereka, penasaran dengan apa yang sedang terjadi.

"Bapak yang bawa motor ini, kok malah ngancam saya!" ujar Zein, merasa tak terima. "Saya kan cuma nyetir mobil, nggak sengaja aja nyenggol. Kalau pengen ganti rugi, coba lihat dulu keadaan mobil saya! Bapak ngira gampang gitu?"

Pasien yang kini menjadi pengendara motor itu membalas dengan geram, "Ngapain coba bawa mobil deket-deket motor orang! Kamu tuh nggak paham aturan lalu lintas, itu motor saya baru dibeli, loh! Kamu malah nyenggol! Ganti rugi, cepat!"

Zein tertawa kecil, meski ada sedikit kesal di wajahnya, "Bapak jangan pake emosi gitu dong! Yang ada mobil saya yang kena. Kalau terus begini, nanti kita saling ganti kerugian aja, deh. Terus terang, saya nggak merasa salah kok," jawabnya dengan santai, meskipun dalam hatinya ada rasa kesal yang mulai menggebu.

Keributan semakin ramai, beberapa orang yang menonton mulai menilai siapa yang benar dan siapa yang salah.

Satu per satu, orang-orang mulai terbelah, namun tidak ada yang berani ikut campur.

Mereka hanya menggelengkan kepala, beberapa bahkan memandang takjub dengan debat sengit itu.

Akhirnya, setelah beberapa menit berdebat dengan suara yang semakin keras, Zein mengambil inisiatif untuk mengalah.

Dengan sebuah senyum lebar yang khas, dia melambaikan tangan ke arah pengendara motor itu, mencoba meredakan ketegangan.

"Sudah-sudah, Pak. Gak usah diperpanjang. Saya ngalah aja deh," ujarnya dengan nada ramah namun penuh dengan ironi.

"Saya pergi dulu ya, nggak enak di sini, nanti malah makin ribut. Gak sesuai dengan visi misi rumah sakit saya yang selalu mengedepankan pelayanan terbaik. Sehat-sehat ya, Pak!"

Kemudian, dengan gaya santainya yang tak terbantahkan, Zein pun mulai berbalik dan berjalan ke arah mobilnya.

Sebelum masuk, dia melambaikan tangan sekali lagi, sambil tersenyum indah dan memanfaatkan momen itu untuk menirukan slogan rumah sakit tempatnya bekerja dengan nada yang terdengar sedikit sarkastik.

"Semoga sehat kembali..."

Setelah itu, Zein masuk ke mobilnya dan melaju pergi, meninggalkan pengendara motor yang masih berdiri di tempat sambil gemetaran kesal, dikelilingi oleh orang-orang yang masih mengamati kejadian itu.

"Dokter Pekok! Dokter Dabjingan! Oh Gusti... Gusti... Apes tenan aku. Arghh!" teriaknya masih tidak terima.

Bapak tadi terus saja berteriak marah-marah sambil mengepalkan tangannya ke arah mobil Zein yang sudah pergi meninggalkannya.