Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Ranjang Istimewa

Zack Lee melirik ke arah ranjang istimewa yang sudah dipersiapkan Adolf. Seorang wanita dengan kedua tangan terikat di ranjang dan matanya ditutup terlihat disana. Zack mengambil napasnya sesaat dan masuk ke kamar mandi, dia perlu membersihkan diri sebelum melakukan ritual tidurnya.

Hanya beberapa menit, Zack sudah keluar mengenakan piyama tidurnya. Dia berjalan pelan mendekati ranjang dan sepertinya wanita yang dalam kondisi terikat itu menyadari kedatangan Zack.

Wanita itu sengaja memberikan gerakan sensual dan membuka kedua kakinya dengan lebar. Seakan memberikan akses kalau dia sudah benar-benar siap melakukan ritual malamnya. Dia hanya dijanjikan gaji yang besar jika dia bisa melewati malam ini dengan baik.

Pastinya wanita itu merasa percaya diri, dia mampu memberikan apa yang laki-laki itu inginkan. Lingerie seksi berwarna merah benar—benar sangat menggoda siapapun yang melihatnya. Apalagi dua benda kenyal yang begitu padat, kencang, mulus, putih dan sudah terlihat ujung pucuknya menonjol ketika langkah kaki Zack mendekatinya.

“Tuan, apakah itu Anda? Anda sudah ada disini, Tuan?” suara wanita itu sudah benar-benar membuat deg deg ser siapapun yang mendengarnya. Melakukan panggilan yang mendesah dan membuat seluruh tubuh meremang sudah dipastikan membuat gila siapapun yang mendengarnya.

Lingerie seksi berwarna merah menggoda yang menampung dua benda kenyal itu seperti mau tumpah. Nggak muat di sana, itu serasa memanggil para laki-laki untuk menyusui nya. Siapapun pasti tergoda dengan ukuran juga bentuknya.

Entah apa yang sedang dilakukan Zack, dia nggak mengeluarkan suara. Dia seperti sedang mengendus sesuatu dan tangan dinginnya mulai menyentuh salah satu benda kenyal tersebut.

“Ahhh ummm enak banget Tuan, emmm …,” suara wanita sudah benar–benar mengundang siapapun untuk masuk dan mencicipinya.

Nggak ada reaksi apapun dari Zack saat dia melakukan peremasan dan mengeluarkan keduanya. Zack benar—benar membuat wanita itu panas dan terus menggeliat seperti cacing kepanasan.

“Tuan ahh umm ayo tuan, masukin aja ke mulutnya, aku benar-benar udah nggak tahan lagi, Tuan aaagghh ummmmm,” sepertinya wanita itu sudah diliputi dengan gairah yang tinggi. Apalagi saat Zack melakukan peremasan kedua kakinya yang dilebarkan terasa semakin basah dengan cairan yang dikeluarkan dari belahan bibir bawahnya.

“Tuan, ahh umm, ayolah, tuan, aku udah nggak tahan, masukin aja, ummm ahh,” katanya sudah terus dalam penekanan, hawanya sudah semakin tinggi dan sangat siap dieksekusi dengan gaya apapun oleh Zack.

Zack Lee mendekat, dia mencoba mengeluarkan ujung lidahnya dan menjilat ujung pucuk kemerahan milik wanita itu, “emmmm Tuan ahh terus lagi Tuann emm tolong lebih dalam lagi, jangan berhenti Tuan,” kata wanita itu semakin menggila, itu baru ujung lidah Zack yang bermain di pucuk miliknya, namun detik kemudian permainannya berhenti. Dua benda kenyal yang sudah diremasnya itu dilepaskan begitu saja.

“Adolf!!” teriak Zack dan nggak perlu waktu lama Adolf memasuki kamar istimewa itu.

Adolf melihat tuannya sedang berdiri dengan melipat kedua tangannya di dada, “Ini nggak enak sama sekali. Sama saja seperti biasanya. Nggak enak. Bawakan obatku ke kamar,” ucapnya mendengus ketus dan meninggalkan wanita yang sudah dibuat panas dingin hanya dengan sentuhan tangan Zack di dua benda kenyalnya.

Adolf mendelik, dia benar-benar sudah kehabisan akal dengan tuannya. Dia nggak tahu kriteria apa yang sedang dicari tuannya. Sudah 68 wanita setengah bulan ini dia berikan pada tuannya, namun belum ada yang cocok lagi. Bulan lalu saja kalau dihitung, dia sudah membawakan sampai 159 wanita, tuannya tetap menolak dan lebih memilih mengkonsumsi obatnya.

Sepertinya Adolf harus membuka kembali lowongan pekerjaan untuk pelayan khusus tuannya itu. Padahal pagi tadi, dia sudah yakin 100% kalau pilihannya nggak akan meleset.

“Ta–tapi, Tuan, saya pikir, kenapa anda nggak mencoba dulu. Ini saya pesan benar benar khusus tuan, dan dapat dipastikan masih segel an Tuan,” bujuk Adolf, dia benar-benar ingin beristirahat dengan petualangan mencari pelayan khusus untuk tuannya tersebut.

“Kau saja yang mencobanya. Aku nggak ada selera. Kau bilang, tubuhnya sangat baik dan benar—benar bikin aku ingin muntah,” jleb, Adolf menelan ludahnya dengan kasar, nggak mengerti dengan kata tuannya hingga dia malah mendekati wanita itu, seperti seekor hewan pencium, Adolf malah mengendus tubuh wanita itu.

“Bau? Bau apanya sih? Dia nggak bau sesama sekali?” Batin Adolf, dia melihat tuannya keluar dengan kesal sambil membanting pintu.

“Tuan, Tuan, ada apa? Kenapa nggak dilanjutkan lagi?” suara wanita itu dan Adolf yang mendengar dia malah segera mengikuti tuannya keluar kamar. Membiarkan wanita yang kedua tangannya terikat di ranjang dengan posisi su su nya yang keluar dan kedua kakinya melebar.

“Amel, Mel, bangun,” suara seseorang membangunkan tidurku. Aku membuka mataku perlahan. Aku melihat Donna sudah rapi dengan blouse ketat dan rok mininya.

“Gue udah bikinin sarapan buat Lo atau Lo bisa bikin apa aja yang ada di kulkas gue. Hari ini gue kerja pagi, sore paling balik. Kalo ada perlu apa-apa, Lo bisa hubungi gue kesini,” kata Donna mendekat dan duduk di tepi ranjang.

Donna memberikan ponsel miliknya, dia sama sekali nggak bertanya apapun. Dia hanya mencoba mengerti kondisiku. Mungkin tanpa perlu dijelaskan, Donna tahu kesulitan apa yang sedang aku alami.

“Lo bisa kirim pesan ke nomor Donna 2, itu nomor ada di hape gue satunya. Lo pake dulu ini dan gue juga udah ninggalin Lo yang di atas kulkas. Pokoknya Lo nggak usah banyak pikiran dulu. Tenangkan hati Lo, kalo udah tenang dan siap cerita apa gue, kapanpun Lo mau cerita, gue siap mendengarkan. Kode rumah gue, udah gue kirim ke chat ya. Lo liat aja, siapa tau Lo bosen di rumah dan mau keluar,” kata Donna sudah seperti emak-emak yang nyeramahin anaknya.

Aku hanya mendengarkan dan mengangguk pas Donna mengatakan semua.

“Ya udah, gue berangkat kerja dulu ya. Santai aja, pokoknya Lo nggak perlu mikirin apapun dulu,” pesan Donna sebelum dia benar-benar keluar kamarnya.

Aku menatap kembali kamar Donna yang hening setelah kepergiannya. Aku benar-benar bingung mau melakukan apa. Aku nggak pernah seperti ini, aku biasanya bangun pagi dan menyiapkan semua keperluan mas Yuda dan sekarang itu nggak kulakukan. Seperti ada bagian dari diriku yang hilang. Hampa dan kosong.

Aku menghampiri koperku yang ada di sudut kamar Donna. Sepertinya Donna yang meletakkan dan belum membongkar apapun. Baju yang aku pakai adalah milik Donna. Dia yang menggantikan baju basahku. Tubuhku seperti dilindas buldozer. Benar–benar sakit semua.

“Aku mandi dulu aja,” ucapku sambil membuka koper, mencari satu baju yang bisa aku pakai.
Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel