Bab 8 : Mengganggu Saja
“Fey!” Hawke tanpa ragu langsung memeluknya begitu teman sekolahnya itu masuk ke ruangan Janus.
“Apa kabar, aku kira setelah sekian lama tidak bertemu, kau banyak perubahan. Ternyata aku salah, kau masih cantik dan …,” dia langsung melepas pelukannya dan menilai Fey yang masih kebingungan karena ekpresi Hawke yang terlalu berlebihan itu.
“Kau masih ….,”
“Masih apa?” tanya Fey tidak ramah karena dia kesal, menurutnya Hawke sengaja mengantung kata-katanya agar Janus dan asistennya itu bisa menilai sendiri. Bagimana penampilan Fey yang sangat sederhana itu.
“Masih membuat aku kagum. Penampilanmu tidak banyak berubah, kau masih seperti anak SMA,” katanya.
Dari nada ucapannya itu, siapapun akan tahu kalau Hawke sebenarnya ingin mengatakan kalau Fey itu kampungan, tidak modis dan tidak tahu bagaimana caranya berhias. Caelum tidak tahan melihat drama itu, setelah mengantar Fey ke ruangan bos-nya, dia tidak mau berlama-lama. Sebelum diminta, dia sudah pamit duluan.
“Ya, dari dulu aku memang begini-begini saja. Apa ada yang salah?” Fey menjawab dengan nada yang tidak menunjukkan kalau dia tersinggung. Dia tidak mau kalau Hawke merasa senang karena dia berhasil meremehkannya.
“Bagiku, tampil apa adanya lebih nyaman daripada harus mengada-ada hanya untuk mendapatkan penilaian baik dari seseorang.
“Fey, kenapa jadi serius begitu? Padahal aku tidak menyinggung apapun loh. Aku bicara apa adanya, kau masih cantik dengan tampilan kamu yang selalu natural. Apa itu salah?”
Ketika menyebut ‘apa aku salah?’, dia sengaja melihat Janus. Sepertinya Hawke ingin Janus menyetujui apa dia katakan tentang Fey. Sepupu tak sedarah yang selalu menjadi babu Janus, begitu julukan Fey saat masih di sekolah dulu.
Merasa kalau situasi ini akan memanas jika dibirkan berkepanjangan, Janus akhirnya angkat suara.
“Fey, ada apa? Tumben kau ke sini?”
Suara itu terdengar lembut.
“Eh….kok Tumben, apa selama ini kalian tidak bersama? Aku kira Fey juga bekerja di sini, jadi asistenmu?” tanya Hawke kebingungan.
“Tidak, sejak lulus SMA, Fey dan aku memang kuliah di jurusan yang sama. Tapi kami tinggal tidak berminat gabung di perusahaan, Fey memilih fokus menyelesaikan studinya,”
“Oh….iya, kah? Dulu aku cemburu melihat kalian. Kalian bukan saudara sedarah tapi kalian sangat akrab dan kompak,”
Fey jadi tidak enak sendiri. Niat hati ingin mencegah agar Janus tidak terperangkap dengan wanita ini tapi melihat sikap Janus yang tidak pernah berubah pada Hawke, dia akhirnya kecewa. Dia malah merasa, kehadirannya di sini hanya sebagai orang ketiga.
“Maaf, jadi begini. Tadi…saat di klinik, Nenek telpon kalau dia minta kita pulang hari ini. Makanya aku ke sini karena Nenek bilang, dia tidak bisa menghubungi kamu,”
“Klinik?” Hawke mengeryit. Entah apa yang dia pikirkan. Dari sekian kata-kata yang diucapkan Fey, hanya kata-kata ini yang membuat ekpresinya berubah. “Iya, tadi aku dari klinik dokter Sky.
Pada kalimat yang terakhir, Fey sengaja memberikan penegasan. Dia malah menatap Hawke untuk melihat bagaimana ekpresi gadis pujaan suaminya itu.
“Hah…klinik apa itu? Kau sakit apa?” tanya Hawke. Dia ingin menyembuyikan keterkejutannya tapi sepertinya gagal karena Fey senyum. Ekpresinya sangat melecehkan Hawke.
Karena suasana ruangan itu menjadi tidak sehat, Janus kembali bersuara, “Klinik kecantikan. Langganannya Fey, sepertinya dia cocok dengan dokter di sana,” Janus yang menyahuti sambil menatap Fey dengan ancaman. Dia tidak mau Fey terlalu banyak bicara dan akan membuat Hawke marah.
“Kok klinik kecantikan sih? Kau salah,” bantah Fey dengan beraninya. Dia sengaja mempertegas itu agar Hawke sadar akan kepura-puraannya itu. “Semacam klinik khusus wanita gitu, lah. Aku sih ga sakit apa-apa, kok cuma mau konsultasi aja karena setiap datang bulan aku merasakan sakit yang cukup serius.”
“Memang tempatnya kecil dan yang datang ke sana juga banyak kaum jelata. Wajar kalau kau tidak tahu,” sindir Fey.
Janus merasa ada yang tidak beres dengan Fey. Dia tidak mau kalau Hawke merasa tidak nyaman dengan kehadirannya. “Oh….begitu,”
Setelah itu dia buru-buru mendekati Fey dan dengan suara setengah berbisik, dia mengajak Fey meninggalkan ruangannya.
“Uke, tunggu sebentar. Ada yang harus aku bicarakan dengan Fey. Ini tentang Nenek,”
“Ya, silahkan,”
*****
“Fey, kamu apa-apaan, sih? Kau ke sini karena kau tahu kalau Hawke akan datang, kan?” cerocos Janus ketika berhasil mendorong Fey ke ruangan meeting.
“Hah! Tau dari mana? Aku sudah bilang kalau ada telpon dari Nenek,”
“Jangan mengada-ada. Aku sudah bilang semalam!” katanya dengan nafas yang tertahan.
“Kau pulang sendiri dan katakan pada nenek kalau aku sedang sibuk. Apa masih ada yang perlu kau katakan hingga membuat kau datang ke sini?” katanya sambil menunjuk wajahnya.
Hati Fey sangat terluka. Janus yang tidak terbiasa bicara kasar dan menunjuk mukanya, kini bisa bersikap begitu. Semua gara-gara kemunculan wanita itu.
“Sudahlah, aku tidak mau berdebat. Caelum akan mengantarmu pulang,”
Saat dia selesai bicara, seperti mendapatkan panggilan, Caelum datang.
“Antar Fey ke rumah Nenek. Pastikan Fey sampai ke rumah sebelum gelap!”
“Tunggu, aku mau bilang sesuatu padamu,”
“Fey, jangan cari masalah. Ingat, apa yang aku katakan tadi malam. Bisakah kau patuh pada kesepakana yang kita buat?”
Senyum Fey mendingin. Pria yang dicintainya kembali dibutakan oleh cinta yang tak beralasan. Bahkan, setelah apa yang terjadi pada mereka, Janus dengan entengnya bicara seolah tidak ada apa-apa dianatara mereka. Semua karena saingannya kembali. Hawke sudah membuat Janus tidak mau mendengar apapun darinya.
“Baik, jika kau tidak mau mendengarnya. Padahal aku ke sini untuk menyelamatkan kamu,”Fey sedikit tersenyum. Bibir merah mudanya yang alami tanpa olesan pewarna dibasahainya.
Tiga tahun belakangan, Janus menyukai sikap menggoda yang ditampilkan Fey ini tapi hanya sekejap mata, dia memperlihatkan sikap dinginya.
“Kita akan bicara setelah kau ada waktu,”
Janus langsung membuang muka. “Pulanglah, Caelum akan mengantarmu!” katanya lagi.
“Oh, ya. Aku bisa pulang sendiri jadi kau tidak perlu repot-repot minta Caelum mengantar aku,”
Setelah itu, Fey pergi. Dia tidak mau berdebat karena dia telah mencintai Janus selama bertahun-tahun dan dia tidak mau hanya karena Janus berpikr kalau dia cemburu, Janus menganggapnya tidak masuk akal.
Fey baru masuk lift, bahkan pintunya belum tertutup rapat tapi Janus sudah berbalik dan kembali ke ruangannya.
“Aku sudah bilang. Aku bisa pulang sendiri. Kembalilah bekerja!” ujar Fey karena Caelum memaksa ikut bersamanya.
“Pak Janus minta aku mengantarmu,”
“Tapi aku tidak mau, kembalilah,” tentang Fey.
Dia menjadi marah karena niat Janus mengirim Caelum bukan karena dia menghkawatirkannya tapi karena dia ingin memastikan kalau dirinya benar-benar pulang dan tidak menganggu pertemuan itu.
Caelum tidak bergeming. Dia masih berdiri di belakang Fey bak pengawal.
“Janus lebih membutuhkan kamu. Dia dalam bahaya. Pergilah dan jangan biarkan mereka sampai bermalam bersama,” kata Fey. Saat bicara dia menekan tombol lif agar terbuka.
“Maksudnya?”
“Lakukan saja, itu jika kau peduli dengan keselamatan bos-mu,”
Karena pintu sudah terbuka dan melihat Fey benar-benar tidak mau diantar, akhirnya Caelum keluar.
“Wanita kalau cemburu memang bikin pusing,” kata Caelum ketika lif yang membawa Fey sudah tertutup dan membawanya turun.
Dia geleng-geleng kepala karena pusing. “Jadi bagiamana ini? Jika aku balik lagi, bos akan marah karena pasti akan mengganggu pertemuan yang mengharukan itu. Kalau aku tidak balik, bagimana dengan kata-kata Fey tadi?”
Caelum mau tidak mau memikirkan apa yang dikatakan Fey karena Fey yang dia kenal tidak pernah berbohong.
“Ada apa ini? Apa Hawke punya niat jahat dengan Janus?”
