6. Bertemu kembali
Er ...," panggil papa dari Erlangga, Yudistira. "Apa kamu baik-baik saja, Nak?"
Erlangga menoleh pada Yudis. "Insya Allah, Er baik-baik saja, Pah."
Yudis pun lega karena Erlangga baik-baik saja. Walau pun tadi sempat khawatir karena Erlangga seperti tertekan memikirkan sesuatu. Akan tetapi, Yudis pun menepis pikira itu karena Erlangga tersenyum kembali saat bercerita dengannya.
Erlangga tak ingin papanya khawatir akan dirinya. Oleh sebab itu, Erlangga buru-buru menepis pikirannua tentang Zahra, agar sang papa yang curiga jika dirinya tengah gundah. Erlangga pikir belum saatnya papanya tahu akan hubungannya dengan Malik dulu.
Zahra semakin mengurung diri karena hatinya kembali terluka. Untung saja Andi selalu sabar akan keadaan dan sikap Zahra yang terkadang masih kekanakan. Walau sebenarnya usia Zahra dan Andi tak jauh, tapi Andi memang lebih dewasa sangat sabar dan baik hati.
"Ra, enggak boleh begitu. Makan ya! Nanti kamu tambah sakit kalau tak makan," ujarnya sangat lembut.
Malik berkata pada Andi jika Zahra sedikit tak enak badan. Maka dari itu Zahra mengurung diri di kamar. Andi yang begitu baik dan perhatian tentu saja khawatir jika terjadi sesuatu pada Zahra.
"Makan sedikit saja, Ra. Aku suapin, aaa'."
Zahra menatap Andi dengan dalam. Hati Zahra masih egois menginginkan dirinya kembali pada Erlangga. Akan tetapi, saat menerima perhatian dari Andi, hati Zahra langsung sadar jika pasti akan ada hati yang tersakiti lagi.
'Ya Allah, mungkin ini takdirku. Mungkin jodohku memang Kak Andi bukan Kak Erlangga. Sadarkan aku, ya Allah. Hapuslah nama Erlangga dalam hati ini,' lirihnya dalam hati lalu menerima suapan dari Andi dengan deraian air mata, membuat Andi sedikit heran tapi tak ingin bertanya lebih dulu dan membiarkan Zahra makan.
*******
"Bagaimana, Ra. Apa kamu mau temenin aku bertemu klien?" Andi menatap Zahra penuh harap. "Kalau kamu keberatan, tidak apa-apa kok."
Zahra tak ingin Andi kecewa karena Andi begitu baik padanya. "Aku mau kok, Kak. Kapan?"
"Kamu serius, Ra?"
"Ya serius dong Nak Andi, Zahra itukan sebentar lagi jadi istrinya Nak Andi. Sudah pasti nanti itu Zahra akan sering Nak Andi bawa ke acara-acara bertemu klain kan?" sela Bu Aisyah datang membawa minum. "Kamu itu, Ra. Bukannya bawain minum buat Nak Andi, malah diem saja," omel Bu Aisyah.
"He he, tadi Zahra udah nawarin minum kok, Bu. Cuma Andi tolak karena Andi mau bicara sama Zahra," kata Andi membela Zahra.
Kebaikan, perhatian serta pengertian Andi pada Zahra membuat Zahra semakin merasa bersalah karena hatinya masih menyimpan cinta untuk pria lain. Padahal sebentar lagi mereka akan menikah. Zahra berusaha keras untuk menepis dan mengubur perasan cinta pada Erlangga. Namun, nyatanya tak mudah karena mungkin Erlangga adalah cinta pertamanya.
*****
"Jimmy, jam berapa kita bertemu klien dari PT Bima Sakti?" Erlangga menoleh pada asistennya. "Siapa namanya tadi?"
"Pak Andi, Pak Er," kata asistennya. Pak Er adalah panggilan untuk Erlangga karena Erlangga yang memintanya sendiri.
Erlangga sedikit berpikir dan mencoba mengingat nama itu. Nama Andi seperti pernah di dengarnya dan sudah familiar. Hanya saja Erlangga pun tak ingin terlalu memikirkannya karena bisa saja hanya nama yang sama.
"Baiklah jam berapa, Jim?"
"Jam makan siang katanya, Pak. Mereka pun sudah menyiapkan tempatnya. Pak Er tinggal duduk saja nanti, he he," canda Jimmy.
Erlangga menganggap Jimmy tidak hanya sebagai asistennya. Jimmy juga sudah di anggapnya sebagai saudara oleh Erlangga. Untuk itu, mereka terkadang sering bergurau di sela-sela pekerjaan mereka. Karena bapak Jimmy pun dulu adalah asisten papanya yang sudah lama mengabdi di perusahaan yang dirinya saat ini pimpin. Karena usia bapak Jimmy sudah tidak mauda lagi, pada akhirnya Jimmy pun mengambil alih pekerjaan bapaknya. Seperti halnya Erlangga yang kini mengambil alih kepemimpinan perusahaan papanya.
"Masih ada waktu dua jam lagi bukan? Aku ingin istirahat sebentar, Jim. Jangan kau berikan lagi aku berbagai dokumen yang membuatku pusing," kata Erlangga bercanda tapi nadanya sangat datar.
Jimmy yang sudah hafal bagaimana Erlangga pun hanya cengengesan. Jimmy akhirnya pamit dan keluar dari ruangan Erlangga. Sepeninggal Jimmy, Erlangga membuka laci yang berada di meja kerjanya. Lalu mengeluarkan sebuah foto berukuran kecil. Erlangga menatap foto itu dengan rahang mengeras menahan rindu pada gadis yang ada di foto itu.
"Aku rindu kamu, Ra," ucapnya lirih. "Aku sangat merindukanmu, Khanza Az-Zahra," ucapnya lagi menyebut nama panjang Zahra.
