Bab 4. Nama Yang Sama
Kembali pagi ini Alana terbangun dengan kondisi tanpa busana, dan tanpa ada Cakra di sisinya. Namun, kali ini ada senyum mengembang di wajah cantiknya.
“Mas Cakra ternyata pria yang hebat, aku tidak menyangka dia begitu memanjakanku di ranjang”
Wajah Alana memerah saat teringat akan kejadian semalam, saat tiba-tiba saja Cakra masuk ke dalam kamar dan langsung menindih tubuhnya serta menciuminya dengan penuh hasrat. Saat itu Alana masih terjaga, jadi dia yakin betul bahwa itu bukanlah mimpi, melainkan kenyataan.
“Sepertinya berendam dengan air hangat dan menghirup aroma therapi akan menyegarkanku kembali” gumamnya sambil bangkit dari tempat tidur karena merasa tubuhnya begitu lengket.
“Aww…” baru saja menjejakan kakinya di lantai, Alana merasa nyeri di bagian inti tubuhnya. Dilihatnya sprei tempat tidurnya yang terdapat bercak merah yang sudah mengering. Alana langsung tersipu dan melanjutkan berjalan menuju kamar mandi dengan langkah perlahan.
***
Setelah merasa tubuhnya segar kembali, Alana turun kebawah untuk menanyakan keberadaan suaminya pada Hesti.
Seperti biasa, Hesti mengatakan bahwa Cakra telah berangkat bekerja pagi-pagi sekali. Alana pun akhirnya menyantap sarapanya sendirian lagi.
Merasa bosan terus berada dalam rumah, siangnya Alana memutuskan untuk pergi ke mall dan memanjakan dirinya dengan berbelanja. Dia mengirimkan pesan pada Cakra dan mengatakan pada suaminya itu tentang rencananya. Setelah itu barulah dia pergi dengan mengendarai mobilnya, hadiah dari Cakra saat ulang tahunya.
Tiba di mall, pengunjung sedang ramai. Langkah kaki Alana berjalan menuju outlet baju dengan brand ternama. Dengan lincah tanganya mulai memilih pakaian yang disukainya. Saking asiknya Alana tak menyadari bahwa ada seseorang yang terus memperhatikan dirinya. Dan orang itu pun memutuskan untuk menghampiri Alana.
“Alana? Ini benar kan Alana? Masih ingat aku gak?”
Mendengar suara yang terasa familiar, Alana pun mendongakan kepalanya. “Nina? Ya ampun... apa kabar? Pasti dong aku masih inget sama kamu, kita kan kuliah di kampus yang sama, dan sama-sama aktip di UKM”
Alana senang bertemu dengan teman semasa kuliah dulu, dia pun mengajaknya untuk makan siang sambil mengobrol.
“Kita ke restoran milik suamiku aja, aku traktir kamu makan sepuasnya deh pokoknya” ucap Alana sambil menarik lengan Nina pelan agar mengikuti langkahnya.
“Wah... jadi kamu sekarang sudah menikah? Ko ga ngundang-ngundang?”
“Rumit ceritanya Nin, nanti deh kapan-kapan aku ceritain, by the way kamu sudah menikah? Apa masih single nih? Atau jangan-jangan sudah punya anak”
“Hahaha, nanyanya satu-satu dong, jangan borongan gitu. Jadi bingung jawabnya” Nina tergelak melihat Alana yang ebgitu antusias ingin mengetahui kabar tentang dirinya.
“Ya udah, nanti aja jawab pertanyanku, sambil kita makan”
Nina pun mengangguk setuju dan keduanya terus berjalan menuju restoran milik Cakra yang memang ada di dalam mall itu. Sambil berjalan Alana dan Nina mengobrol mengenang masa kuliah dulu. Hingga langkah kaki mereka memasuki sebuah restoran yang menyajikan makanan all you can eat yang dimasak di meja dan juga alacart.
“Nah ini salah satu cabang resto suamiku Nin, ayo kita masuk”
Para karyawan resto yang sudah mengenal Alana sebagai istri dari bosnya itu menganggukan kepala mereka hormat pada sang nyonya bos.
“Jadi restoran ini milik suamimu toh, ini kan juga langganan keluargaku Lan, dan cabangnya banyak tersebar di semua kota, kau sungguh beruntung menikah dengan seorang pengusaha restoran yang sukses”
“Kau ini bisa saja Nin, ayo kita duduk di dalam saja, kebetulan di cabang yang ini kami memiliki ruang VIP, kita duduk disana saja sambil ngobrol ya”
Nina pun setuju dan berjalan mengikuti Alana yang sudah mendahuluinya. Sesampainya didalam ruangan, seorang waitress menyiapkan kompor diatas meja dan juga saus untuk cocolan.
“Nah, sekarang kamu udah bisa cerita sambil nunggu makanan kita mateng Lan, aku penasaran kok bisa kamu nikahnya ga ngundang-ngundang?”
“Ya... sebenarnya, aku nikah tanpa restu kedua orangtuaku Nin, tapi aku pikir ini adalah perjuangan cinta kami, dan aku yakin suatu hari nanti keluargaku akan menerima Mas Cakra sebagai menantu dan anggota keluarga”
“Mas Cakra? Nama suamimu Cakra, Lan?”
“Iya Nin, apa kamu mengenalnya?”
“Ah... mungkin hanya kebetulan saja Lan, yang namanya Cakra kan banyak, tidak hanya satu, tapi... kalau boleh tau siapa nama lengkap suamimu Lan?”
“Nama lengkapnya Cakra Heryawan”
“Cakra Heryawan? Kamu yakin itu nama lengkap suamimu Lan?” Nina mengerutkan dahinya hingga mulutnya mengulang nama yang disebutkan Alana.
“Benar, memangnya ada apa? Sepertinya kamu kaget sekali setelah mendengar nama suamiku Nin?”
“Ehm.. jadi begini Lan, salah seorang temanku pernah menikah dengan seorang pria bernama Cakra Heryawan, kami tidak tau apa pekerjaan pria itu, tetapi satu bulan setelah menikah denganya, temanku itu menghilang entah kemana”
“Tapi... bisa saja itu Cakra Heryawan yang lain kan, Nin?”
“Bisa jadi sih, karena menurut informasi yang aku dengar, suami dari temanku itu pria sederhana, sedangkan suamimu adalah seorang pengusaha restoran”
Alana menarik napas lega, karena berpikir bahwa yang mereka sedang bicarakan adalah orang yang berbeda dengan nama yang sama. Obrolan mereka terhenti saat seorang pelayan datang mengantarkan minuman segar yang mereka pesan.
“Bagaimana dengan dirimu sendiri Nin? Dari tadi kau belum mengatakan apa-apa tentangmu” tanya Alana sambil tanganya terus membolak balik irisan daging tipis yang dia taruh diatas panggangan.
“Memangnya apa yang ingin kau ketahui dari wanita sederhana macam aku ini Lan?”
“Ya... bagaimana keadaanmu, apa kau sudah menikah sekarang?”
“Aku masih single, tetapi memiliki tunangan, kami berencana akan menikah tahun depan”
“Siapa pria beruntung itu Nin? Apa dia teman satu kampus kita dulu? Bukankah saat kuliah dulu itu kau memiliki kekasih ya?”
“Ah... bukan Lan, aku sudah lama putus denganya semenjak kita wisuda, aku dijodohkan oleh orangtuaku dan bulan lalu kami bertunangan”
Alana mengangguk anggukan kepalanya. “Jadi hubungan kalian adalah karena perjodohan”
“Begitulah Lan, tapi menurutku dia pria yang baik, dia juga seorang perwira polisi”
“Ohh.. jadi temanku ini sebentar lagi akan menjadi nyonya polisi nih ceritanya, hahaha”
“Kau ini..! jangan meledekku nyonya pengusaha restoran, hahaha”
Keduanya terbahak bersama, saling meledek dan juga saling menasehati satu sama lain. Hingga akhirnya mereka menyadari bahwa hari telah beranjak sore. Nina berpamitan pada Alana karena sudah terlalu lama meninggalkan rumah, tak lupa mereka pun bertukar nomor ponsel untuk saling berkomunikasi di lain waktu. Dan keduanya pun berpisah di parkiran.
Alana mengendarai mobilnya dengan santai, namun ada sesuatu yang mengganggu pikiranya, yaitu tentang sahabat Nina yang menghilang setelah menikah dengan pria yang bernama Cakra Heryawan. Entah mengapa Alana jadi memikirkan nasib dari sahabat Nina tersebut.
“Baru sebulan menikah terus hilang... kira-kira apa yang terjadi ya? Ah.. bodohnya aku, kenapa tadi aku tidak menanyakan pada Nina, siapa nama sahabatnya itu?”
