Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3. Dalam Gelap

Semburat lembayung senja keemasan menghiasi langit sore, Alana menikmati pemandangan indah itu dari atas balkon kamarnya, sedangkan Cakra tengah berkutat kembali di ruang kerjanya. Ini adalah hari kedua setelah Alana mendapati dirinya tanpa busana saat bangun di pagi hari. Setelahnya tak ada lagi moment kedekatan dirinya dengan sang suami.

Meskipun statusnya kini telah berubah menjadi seorang istri, tetapi hingga kini Alana tak pernah merasakan sentuhan seorang suami. Semenjak menikah Cakra berubah menjadi acuh padanya, dengan alasan sibuk mengurusi pengembangan bisnisnya demi memenuhi gengsinya terhadap keluarga Alana.

Sebuah lengan kokoh tiba-tiba memeluknya dari belakang, Alana terperanjat karena kaget, dia langsung menoleh ke belakang.

“Mas Cakra?”

“Sedang apa istriku melamun sendiri disini? ini sudah hampir gelap loh, tidak baik berada di luar rumah saat seperti ini”

Antara terkejut dan bahagia, Alana membalikan tubuhnya dan balas memeluk suaminya. “Mas, aku kangen sama kamu”

“Aku juga sayang, ayo masuk jangan di luar seperti ini”

Mereka berdua pun masuk ke dalam kamar dengan Alana yang masih bergelayut manja pada lengan Cakra.

“Sayang, mas punya hadiah buat kamu”

“Apa itu mas?”

Cakra berjalan kearah lemari, dan membuka laci di dalamnya. Kini ditanganya terdapat sebuah kotak beludru berwarna biru. Disodorkanya kotak tersebut pada Alana.

“Ini apa mas?” dengan mata berbinar Alana menerima pemberian suaminya.

“Bukalah”

Sambil tersenyum Alana membuka kotak beludru tersebut, dilihatnya sebuah kalung berlian yang amat indah.

“Wah, mas.. ini.. indah sekali, pasti harganya mahal, mas kenapa membuang uangmu hanya untuk memberiku hadiah seperti ini?”

“Itu belum seberapa Alana, nanti aku akan sering memberikanmu hadiah seperti itu” Cakra tersenyum menatap wajah cantik istrinya, terlihat dia menelan salivanya dengan susah payah. “Kau sangat cantik Alana” ucapnya lagi dengan suara sedikit serak.

“Apa kau tidak akan memakaikan kalung ini di leherku mas? Mengapa kau berdiam diri terus disitu?”

Alana sengaja berkata dengan manja untuk menggoda suaminya, dan ternyata usahanya itu berhasil. Cakra terlihat beberapa kali menelan salivanya, jakunya naik turun saat Alana melangkah kearahnya untuk mengikis jarak diantara mereka, kemudian memutar tubuhnya membelakangi Cakra sambil menyibakan rambutnya kesamping.

Dengan tangan sedikit gemetar Cakra pun akhirnya memakaikan kalung hadiah darinya ke leher jenjang istrinya itu.

Alana langsung memutar tubuhnya saat dirasakanya kalung tersebut telah terpasang sempurna di lehernya.

“Kau.. semakin cantik Alana..”

Tiba-tiba Cakra melingkarkan lenganya di pinggang Alana dan menariknya semakin menempel pada tubuhnya. Alana pun mengalungkan kedua tanganya di leher Cakra.

“Mas Cakra...”

Suara Alana terdengar mendesah menyebut nama suaminya, membuat Cakra semakin gelisah, terlebih saat istrinya itu dengan berani menempelkan bibirnya dan juga menciumnya.

Ciuman Alana yang lembut dan menggoda itu mampu membangkitkan sesuatu dalam diri Cakra, hingga pria itu menggeram puts asa, dan membalas ciuman Alana dengan lebih dalam, dan bahkan tanganya kini telah menyusup kedalam pakaian Alana, serta meremas kuat gundukan kembar milik istrinya itu.

Saat keduanya sibuk memagut dan mencecap bibir masing-masing, tiba-tiba terdengar suara barang berat yang dibanting dengan kasar. Keduanya pun tersentak kaget.

“Apa itu mas?”

“Ya ampun... maafkan aku Alana, maafkan aku...”

Cakra terlihat gugup dengan tatapan matanya yang terlihat cemas, dia pun melangkah mundur menjauh dari Alana untuk kemudian bergegas keluar dari kamarnya dan menutup pintu, meninggalkan Alana yang terbengong sendiri tak mengerti akan sikap suaminya itu.

Lama Alana tergugu dan menunggu, namun suaminya itu tak juga kembali ke kamar, akhirnya Alana merasa jenuh, dia pun keluar dari kamar.

Alana masih terheran akan perubahan sikap suaminya, setelah mendengar suara barang jatuh tadi. Cakra terlihat memucat dan ketakutan, dia langsung keluar kamar dan pergi entah kemana.

“Mas Cakra kenapa ya? Ko setelah bunyi keras tadi dia seperti ketakutan melihatku? Seolah melihat hantu saja”

Alana yang merasa heran dengan sikap suaminya itu mulai mencari dimana keberadaan Cakra saat ini, juga dia penasaran barang apa yang terjatuh tadi. Hingga langkah kakinya terhenti saat melewati ruang kerja pribadi suaminya itu.

“Ampuni saya Raja Agha, saya tadi khilaf, tolong ampuni saya, saya janji tak akan mengulangi hal itu lagi”

Alana menghentikan langkahnya tepat di depan pintu ruang kerja suaminya, dia merasa heran karena mendengar suara Cakra yang menghiba memohon ampun pada seseorang. Alana pun mendekat kearah pintu yang sedikit terbuka itu, dia ingin melihat dengan siapa suaminya bicara.

Dengan mengernyitkan dahinya, Alana berusaha untuk melihat melalui celah pintu.

“Nyonya, anda sedang apa? bukankah mengintip itu hal yang tidak terpuji?”

“Astaga..! Hesti, kau membuatku kaget saja”

Refleks Alana memutar tubuhnya dan mendapati pelayan yang bekerja dirumahnya itu sedang berdiri tak jauh darinya.

“Anda tidak boleh melakukan hal seperti itu nyonya, Tuan Cakra tidak akan menyukainya”

“Aku ini istrinya, dan kau disini cuma seorang pelayan Hesti. Jadi tolong kau urus saja tugasmu sana, jangan mencampuri urusan majikanmu!”

Alana menatap kesal pada pelayan yang sudah lama bekerja pada suaminya itu, dia tidak terima atas teguran yang dilakukan oleh Hesti padanya.

“Ada apa ini? mengapa kalian ribut disini?”

Belum sempat Alana melanjutkan kalimatnya yang hendak kembali menumpahkan kekesalanya pada Hesti, dari arah pintu telah berdiri Cakra Heryawan, suaminya.

“Maaf tuan, saya tidak bermaksud mengganggu Tuan Cakra” Hesti menundukan kepalanya saat melihat Cakra keluar dari ruangan tersebut.

“Mas, tolong kamu peringati karyawanmu itu, untuk menghormati aku sebagai nyonya rumah disini”

Dengan kesal dan menyentakan kaki ke lantai Alana pergi dari sana meninggalkan keduanya, dan memutuskan untuk kembali ke kamarnya.

“Berani sekali si Hesti itu menegurku, bahkan kepala pelayan dirumahku tak ada satu pelayan pun yang berani menegur mama, apapun yang dilakukanya, karena mama adalah nyonya rumah” gerutunya masih dengan wajah ditekuk.

Alana bertekad akan mengadukan sikap Hesti pada Cakra, namun sesaat dia bingung karena khawatir suaminya itu akan bertanya balik padanya tentang apa yang dia lakukan di depan pintu ruang kerja Cakra.

“Tapi kalau terus dibiarkan pelayan itu bisa besar kepala nantinya, aku harus cari cara agar dia dipecat oleh Mas Cakra”

Karena rasa kesalnya pada pelayan di rumah itu, Alana sampai melupakan niatnya yang tadi hendak mencari tau benda apa yang terjatuh, juga tentang suaminya yang seolah sedang bersama seseorang di ruang kerjanya tadi.

***

Malam semakin larut, Alana sudah tak berniat lagi untuk menunggu suaminya memasuki kamar mereka, dia memilih pergi mandi dengan air hangat dan memanjakan dirinya dengan skincare dan bodycare yang dibelinya.

Setelah olesan terakhir body serum dan body lotion ke tubuhnya, Alana pun tersenyum puas.

“Harum sekali tubuhku, juga rasanya segar, namun sayang Mas Cakra tak memperhatikan istrinya ini yang sudah berdandan cantik dan wangi untuknya” kembali Alana kesal mengingat moment indahnya bersama Cakra tadi sore rusak gara-gara benda jatuh.

Alana pun mematikan semua lampu dan bersiap untuk tidur, dia merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Namun, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka dan kembali tertutup, setelah itu terdengar langkah kaki yang kian mendekat.

“Mas Cakra? Apakah itu kau?” tanya Alana, dia berusaha menajamkan penglihatanya. Namun, hanya siluet hitam yang tertangkap oleh matanya.

“Mas mengappphhhh…..”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel