Part 8
"Aaahhh Gav." rintih Sekar merasakan perih karena Gavin meremas dadanya kuat.
"Bukankah ini yang kau mau hm?" tanya Gavin menggertakkan giginya geram melihat Sekar.
"Awwhh! ku mohon pelan-pelan." pinta Sekar lagi.
Dengan posisi berdiri menyudutkan punggung Sekar ke dinding tembok, Gavin menyeringai menatap Sekar.
Sangat kasar Gavin melumat bibir Sekar, di gigitnya kuat bibir bawah Sekar hingga mengeluarkan darah Segar.
Bukannya megap-megap keenakan, Sekar malah megap-megap meringis kesakitan, sungguh tidak ada kelembutan dari Gavin padanya.
Di cengkram kuat kedua bahu Sekar. "kau ingin bercinta denganku kan?" Sekar mengangguk.
"Apakah kau juga ingin vagina mu ini di masuki oleh milikku hah!" desis Gavin di depan wajahnya.
Lagi-lagi Sekar mengangguk sambil menitikkan air matanya, satu kata yang tergambar saat ini pada Sekar. memalukan!
Ia sangat malu karena Gavin memperlakukannya seperti ini, tak bisakah ia di perlakukan seperti selayaknya seorang wanita, ia juga mempunyai harga diri.
"Buka bajumu! dan menari erotis lah di depan ku sekarang juga!" Sekar tersentak mendongak menatap wajah Gavin.
Tak pernah ia sangka jika Gavin akan menyuruhnya bertingkah seperti seorang jalang.
"Tunggu apa lagi! ayo cepat lakukan! bukankah tadi kau bersikap seolah menantang ku?" tanya Gavin menaikkan sebelah alisnya.
"Gav-gavin, a-aku...." ucapan Sekar gugup dan tersendat.
"Cepat lakukan! atau tidak sama sekali!" ulang Gavin lagi.
Sekar memejamkan matanya, ia harus menelan rasa malunya dalam-dalam. demi Gavin agar mencintainya.
Perlahan tangan Sekar turun membuka sisa kancing baju yang di kenakannya, di susul celana luarnya, kini Sekar hanya berbalut pakaian dalamnya saja.
Di liriknya Gavin yang hanya berekspresi datar, tak lama pria itu terkekeh.
"Lucu sekali! bahkan juniorku pun tak bereaksi, apa jangan-jangan bersama mu aku jadi impoten?!" pertanyaan mengejek itu sangat menyakiti hati Sekar.
"Kau lihatlah?" dengan tanpa rasa malu Gavin menunjukkan ke arah kejantanannya yang masih memakai celana jeansnya, sama sekali tak menunjukkan reaksi.
"Buka semua! buka bra dan celana dalam mu!" lagi Gavin memerintahkan hal gila.
Sekar semakin terisak di tempat, beginikah rasanya agar di cintai? ia hanya ingin di perlakukan sama seperti Tisha.
"Loh, hei! kenapa menangis? ini malam bahagia kita berdua sayang, cup cup cup." Gavin tak hentinya mengejek Sekar.
Kini Sekar sudah telanjang bulat di hadapannya, Sekar menutupi area pribadinya karena rasa malu yang tiba-tiba menghantuinya. Gavin seakan berpikir, ia mengelus dagunya dengan tangan kanan.
"Lumayan, ternyata isinya lumayan indah. sini mendekatlah!" perintahnya melebarkan kedua tangannya agar Sekar mendekati dirinya.
Sekar menggigit bibirnya yang luka sambil berjalan ke arah Gavin, setelah dekat di dorongnya kasar tubuh Sekar ke ranjang.
Sekar harus menerima rasa sakit yang banyak pada tubuhnya malam ini, selain fisiknya yang sakit hatinya juga hancur.
Di bukanya resleting celananya, Gavin sudah mengambil ancang-ancang akan memasukkan juniornya ke dalam milik Sekar yang masih kering, namun hal itu gagal karena suara benda jatuh dari luar.
"Tisha!" pekiknya ketakutan terjadi sesuatu pada adiknya.
Dan benar saja, kaki Tisha terluka akibat pecahan kaca gelas yang ia bawa. gadis itu terduduk merasakan perih pada kakinya.
Gavin langsung menggendong Tisha, membawanya masuk ke dalam kamar sang adik. kemudian berlalu untuk mengambil obat, lalu kembali lagi untuk mengobati lukanya.
"Maaf kak!"
"Jangan mengatakan maaf lagi, kau tidak salah."
"Tapi gara-gara Tisha, kakak jadi kerepotan mengurusi Tisha." lirihnya.
"Bukankah itu sudah menjadi tugas seorang kakak untuk mengurusi adiknya?!" Tisha terdiam.
"Cukup menurut dengan yang kakak katakan, jadilah adik yang manis untuk kakakmu ini. mengerti?" Tisha mengangguk.
"Sudah selesai, Sekarang tidurlah!" titah Gavin setelah selesai membalut luka Tisha.
"Kakak...."
"Hm?"
"Temani Tisha tidur!" pintanya manja.
Gavin tersenyum senang dan langsung naik ke atas ranjang, ia memeluk tubuh adiknya dari samping. tak sengaja tangannya menyenggol payudara adiknya, ia peluk sangat erat hingga sesuatu yang lupa ia tutup pun mulai menggeliat.
"Uuuhh," Tisha mulai menggeliat tak nyaman saat sesuatu yang keras terasa menusuk belahan bokongnya.
Gavin pun tersadar dan melirik ke arah bawah, benar saja ia lupa mengancingkan resleting celananya, sehingga terpampang lah asetnya yang menegang sempurna hanya karena berdekatan dengan Tisha.
"Kakak boleh cium kamu?" tanyanya berbisik di telinga sang adik.
"Emmh," Tisha mengangguk di sertai desahan.
"Kalau lebih dari itu boleh gak?" Tisha mengerutkan keningnya bingung.
Gavin yang tidak sabaran pun semakin menekankan kejantanannya dari belakang tubuh Tisha, akal sehat Tisha mulai mengabur sehingga ia pun menganggukkan kepalanya saja.
Seringai licik Gavin pun terbit, ingatkan pada Gavin setelah ini harus berjauhan dari Tisha adiknya!
