Bab 1
"Maaf sayang, Daddy khilaf"
"Tolong menjauh lah" Ucapnya histeris, meremas ujung selimut yang menutup tubuhnya sebatas dada.
Terpampang bahu putih dan mulus
Pria yang disebut Daddy oleh wanita itu tidak menyerah untuk meminta maaf dari wanita itu, berusaha mendekati nya untuk menenangkan.
"Tolong maafkan Daddy" Ucapnya sungguh menyesal, melihat dirinya saat terbangun memeluk tubuh kecil milik anak gadisnya, sama-sama tidak memakai pakaian apapun, dan satu hal yang membuatnya nyaman sebelum Isak tangis menganggu Indra pendengar nya yaitu buah dada anaknya yang ia jadikan bantalan mukanya saat tidur.
"Ku mohon pergilah, aku ingin sendiri" Ucapnya semakin histeris.
Rasa takut menguasai seluruh pikirannya mengingat bagaimana Daddy nya melakukan hal yang seharusnya tidak Daddy nya lakukan untuk nya.
Pulang dengan gontai, kemudian memeluk tubuh sang anak dengan bibir yang mengecup gemash leher mulus milik anaknya, menariknya sekuat tenaga hingga masuk kedalam kamar kemudian membanting tubuh sang anak dengan kuat hingga membuat tubuh anaknya terpental ke atas, merobek seluruh pakaian dan langsung meniduri sang anak tanpa ampun.
Perempuan berumur dua puluh tiga tahun itu tidak tau harus bagaimana menghindari sekuat-kuatnya namun tenaganya jauh dari sang Daddy, ia pasrah saat Daddy nya meremas kasar buah dadanya sampai mengeluarkan air yang kemudian Daddy nya jilat bak kesetanan, benda lonjong dan kenyal memenuhi selangkangan nya dengan kasar membuatnya berteriak menahan sakit. Tidak sampai disitu melumat habis bibir perempuan itu tanpa ampun, setelahnya dikira cukup ia beralih menyentuh setiap bagian tubuh sexi anaknya dengan posisi yang saling menyatu milik mereka berdua.
Bak kesetanan menikmati setiap lekukan tubuh anaknya tanpa memberikan kesempatan untuk sang anak bernafas barang sebentar, meremas kedua payudaranya kemudian mengisapnya sampai membuat sang anak menahan sakit yang tidak main-main.
Menyentuh selangkangan anaknya tanpa jijik, mengelus-elus nya dengan telapak tangan sesekali memasukkan kedalam lubang selangkangan milik sang anak, tidak peduli teriakan sakit dari sang anak tidak peduli air mata yang terus saja membasahi pipinya, pria yang disebut Daddy itu terus saja melakukannya, memutarkan tubuhnya agar menjadi tumpuan tubuh kecil milik anak gadisnya, meremas kedua belah pantat sexi yang pria mana pun menginginkan nya, menarik turunkan tubuh anaknya hingga menciptakan gesekan ditubuhnya.
Malam itu adalah malam terkutuk untuk perempuan itu dimana mahkota yang seharusnya ia berikan kepada pria yang akan menikahinya nanti malah direbut paksa oleh Daddy nya sendiri, orang yang dulunya selalu ia banggakan, orang yang menjadi pahlawan nya sedari kecil. Sekarang adalah orang yang paling ia takuti, benci dan tidak ingin ia lihat lagi seumur hidupnya.
Saat anaknya melihat ke lain arah dengan sigap Daddy nya memeluk erat tubuh anak nya, menciumi pipi nya dengan sayang, dan membisikkan kata maaf, kemudian berlalu pergi menghilang dibalik pintu sembari mengaitkan kancing bajunya.
Sang anak melihat kepergian Daddy nya dengan tatapan kosong, rasa benci jijik dan marah menguap hingga membuatnya ingin membunuh Daddy nya saja.
"Argghhhhh" teriaknya histeris memikirkan betapa kotornya dia sekarang, perempuan yang selalu dipuja puja oleh semua pria karena kecantikannya dan tubuhnya yang sexi bak gitar spanyol membuat semua yang melihat menjerit ingin merasakan betapa manisnya lekukan tubuh ny.
Ia tidak tau bagaimana hidupnya setelah ini, mungkinkah dia akan kehilangan semangat hidup karena tidak lagi bersih atau apakah dia akan tetap menjalani hidup seperti biasanya.
Mengusap air matanya kasar
Melangkahkan kakinya menuju kamar mandi miliknya, membersihkan tubuhnya dari semua sentuhan menjijikkan dari sang Daddy.
"Kau renggut semuanya" teriaknya histeris melihat pantulan dirinya dari kaca, betapa menjijikkan dirinya sekarang.
Satu jam berlalu kini dia telah selesai dan berpakaian lengkap menutupi seluruh tubuhnya, duduk di balkon dengan memeluk lututnya, melihat banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang, bunyi klakson dimana-mana terdengar seperti sedang bersahut-sahutan.
Air matanya dengan bebas membasahi pipinya, merasakan bongkahan batu menghantam dadanya, selangkangan nya masih teramat sakit bahkan perih karena kejadian itu, membuatnya kesulitan untuk berjalan.
Membiarkan perutnya tidak terisi sejak tadi pagi, karena terlalu besar rasa marah yang mendominasi, membuat nya tidak ingin keluar bahkan untuk ke dapur saja, mengunci pintu kamarnya agar tidak seorangpun berani masuk karena saat ini dia ingin sendiri untuk merenungkan nasibnya yang sudah kacau sekarang.
Drrrttttt.... Drrrttttt
Bahkan bunyi notifikasi telepon dan Chat dari orang-orang pun tidak ia hiraukan, membiarkan nya tanpa mengubahnya menjadi nada dering diam. Ia biarkan meskipun berisik menganggu dirinya.
Sampai gelap gulita mendominasi seluruh atap-atap langit membuat lampu-lampu kota bersinar terang dengan warna warni yang indah membuat semua pasang mata yang melihat takjub akan keindahannya.
Namun tidak sedikitpun tubuh perempuan itu bergeser barang sejengkal, tetap dalam posisi semula memeluk lututnya dan menatap kedepan dengan tatapan kosong.
Entah apa yang dipikirkan, harus hingga akhirnya membuatnya berteriak histeris dengan kedua tangannya menarik rambutnya tanpa memikirkan rasa sakit yang ia timbulkan.
Hingga tanpa sadar pelukan hangat yang selama enam bulan ini membuatnya nyaman dan tak ingin menjauh dari pelukan itu.
"Tenanglah, kau akan menyakiti dirimu jika terus saja begini"
Bisikan ditelinga nya seakan menghipnotis dirinya, suara serak itu sangat ia sukai terlebih deru nafas hangat milik orang itu membuatnya ingin mabuk saja.
Bembalikkan tubuh perempuan itu hingga menghadap orang itu, kemudian beralih mengusap lembut pipi yang sedari malam tadi tidak pernah kering karena air mata terus saja membahasahinya, mata sembab dan hidung memerah bak kepiting.
"Jangan nangis" ucap orang itu pelan, menatap lekat mata gelap milik perempuan yang selalu membuatnya senang.
"Hey tatap mata aku" titahnya mengangkat dagu perempuan itu agar mata mereka saling menatap.
"Erik" lirih perempuan itu dengan air mata yang membasahi pipinya lagi.
"Tenang ok, aku ada untukmu" ucap Erik memenangkan sembari membawa tubuh kecil perempuan itu kedalam pelukannya.
Setelah dirasa cukup untuk menangis,
perempuan itu melihat wajah pria itu dari samping, selalu sempurna itulah yang dipikirkan nya, hingga rasa sakit menyerangnya kembali membuat air matanya terjun bebas membasahi pipinya.
"Ko cengeng sih" ucap Erik, dengan mengecup kedua mata hidung dan terakhir bibir ranum milik perempuan itu.
"Jangan nangis dong, nanti kamu tambah jelek" terdengar kekehan dari mulutnya.
Membuatnya semakin gemas saat bibir perempuan itu maju satu senti, membuat ketahanan hilang untuk tidak melumat bibir itu dengan puas.
Menatap wajah perempuan itu lekat dan menjatuhkan pandangan nya dibibir ranum yang selalu membuatnya candu dan ingin terus melumatnya.
Mendekatkan wajahnya dengan mencium ujung bibir perempuan itu, setelahnya menatap kembali wajah perempuan itu seperti ingin meminta persetujuan.
Dengan raut bahagia wajahnya ia dekatnya kembali saat mendapat anggukan dari sang empunya dan melumat bibir perempuan itu dalam-dalam, memainkan lidah mereka berdua hingga tercipta gairah didalam diri mereka.
Menekan tengkuk perempuan itu pelan agar mengimbangi lumayan darinya, dengan senang perempuan itu mengimbanginya.
