Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab. 2 - Ketemuan

Naswa tak berhenti tersenyum setelah memoles wajah adiknya itu. Sosok yang biasanya terlihat kucel dan biasa saja, berubah jadi Cinderella hanya dengan satu polesan make up sederhana ala dirinya. Tak hanya itu, bahkan Naswa dan Huda sudah membelikan semua keperluan Riana untuk pertemuan pertamanya dengan laki-laki yang hendak mereka jodohkan dengan Riana andai Riana setuju.

"Jadi dia duda?"

"He-em. Nggak apa-apa kan? Mapan kok dan masih muda."

"Kalau Rian nggak suka, jangan di paksa ya?"

"Nggak akan. Makanya mas sama mba minta kamu ketemuan dan jalan dulu. Biar akrab. Ya satu dua kali lah supaya kamu tahu. Nanti setelah itu, baru kamu kasih keputusan."

Sedang asyik keduanya mengobrol, tiba-tiba Huda mengetuk pintu kamar dan memberi tahu keduanya kalau orang yang mereka tunggu sudah datang. Naswa dan Riana pun bergegas pergi ke depan untuk menemui laki-laki itu.

"Hai?" Sapa laki-laki itu saat Riana baru mendongak dan pandangan mereka bertemu pertama kalinya.

Melihat tingkah keduanya, Huda dan Naswa terlihat senang. Dian-diam mereka saling menyikut karena gemas dengan sikap keduanya.

"Duduk dulu. Aku buatin kopi dulu ya?"

"Iya mba, maaf ngerepotin."

Segera Naswa pergi ke belakang untuk membuat kopi. Sementara Riana terlihat diam dan sedikit gugup di tempat duduknya.

"Nah Rian, ini Argo. Teman mas yang mas ceritakan itu. Argo, ini Riana, adik aku yang aku bilang kemarin itu." Jelas Huda membuka suasana gugup antara Riana dan Argo.

"Argo?" Sapa Argo mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri.

Sebelum menyambut uluran tangan Argo, Riana sempat melihat ke arah Huda yang langsung di balas senyum tanda Huda mempersilahkan.

"Riana." Jawab Riana.

Tak berselang lama dari perkenalan itu, Naswa datang dengan nampan berisi beberapa gelas kopi dan teh serta toples camilan. Mereka berempat kemudian lanjut mengobrol hangat sebelum akhirnya Argo meminta izin untuk mengajak Riana pergi jalan pada Huda dan Naswa.

"Kayaknya kita berhasil loh. Lihat nggak waktu Riana tadi liatin Argo?"

"Iya, mas rasa juga gitu. Mudah-mudahan mereka jodoh ya. Mas nggak tega lihat dia di ghibahin tetangga terus setelah ditinggal nikah. Apalagi dia juga udah dewasa."

Huda dan Naswa kemudian pergi ke dalam rumah setelah mobil Argo tak lagi terlihat. Berbeda dengan Naswa dan Huda yang antusias, Riana dan Argo sama-sama masih malu-malu kucing bahkan cenderung canggung. Apalagi saat dimana mereka untuk pertama kali bertemu, mereka langsung jalan berdua seperti ini. Memang terkesan terlalu cepat, tapi menurut Huda semakin cepat mereka dekat akan lebih baik karena dia dan Naswa tak mau membuang-buang waktu.

"Kamu kerja apa Ri?" Tanya Argo memecah kecanggungan mereka, berusaha membuka obrolan meski dia juga masih fokus mengemudi.

"Karyawan di salah satu perusahaan penerbitan."

"Udah lama?"

"Lumayan. Kamu sendiri?"

"Aku sekantor sama mas Huda."

Obrolan terhenti kemudian. Diakui atau tidak memang akan sangat aneh jika mereka terlalu banyak mengobrol karena baru pertama bertemu. Sehingga keduanya sama-sama memilih untuk tidak terlalu akrab karena saling menjaga sikap masing-masing. Setelah puas jalan-jalan, keduanya lantas mampir ke sebuah kedai martabak. Membeli beberapa kotak untuk oleh-oleh Huda dan Naswa di rumah.

"Lain kali boleh kan kita jalan lagi?"

"Boleh kalau ada waktu."

"Tapi sebelumnya, ada yang marah nggak ya, kamu jalan sama aku?"

Riana tersenyum dan menggelengkan kepala tanda memberikan jawaban pada Argo yang kemudian tersenyum. Keduanya lantas turun karena mobil Argo sudah sampai di halaman depan rumah Riana. Keduanya pun di sambut hangat oleh Naswa dan Huda yang mempersilahkan Argo mampir lebih dulu.

"Nggak mas-mba, aku mau pamit pulang. Makasih sebelumnya ya?"

Tak berapa lama Argo kembali masuk ke mobilnya. Setelah memberi lambaian tangan, sosoknya menghilang di balik kaca mobil. Sejurus dengan itu, deru mobil membahana dan menggiring Argo meninggalkan kediaman Riana.

Sejak saat itu, keduanya makin dekat meski secara tidak langsung karena baik Argo maupun Riana sama-sama disibukkan oleh pekerjaan mereka. Meski begitu, lewat pesan dan telepon, keduanya terlihat sering berkomunikasi dan bisa di bilang cukup intens. Sampai akhirnya, kencan kedua mereka rencanakan dan kali ini tanpa andil Huda dan Naswa. Setelah pamit pada Naswa sore itu, karena Huda masih ada pekerjaan lembur di kantor, Argo mengajak Riana jalan untuk kedua kalinya. Terhitung sudah hampir dua bulan mereka kenal dan bisa di bilang mereka semakin dekat.

"Nonton yuk?" Ajak Argo di tengah perjalanan mereka.

"Boleh, mau nonton film apa?"

"Apa ya?"

Keduanya kemudian terdiam beberapa saat, berpikir untuk menentukan genre film yang ingin mereka lihat.

"Komedi?!" Lanjut keduanya berbarengan tanpa di rencana.

Keduanya pun saling membulat sambil melempar senyum karena merasa kaget ternyata isi kepala mereka sama. Tak berapa lama kemudian, keduanya tertawa karena merasa situasi itu lumayan aneh dan lucu.

Setelah membeli tiket juga popcorn dan minuman, Riana dan Argo segera masuk ke dalam karena film akan segera di mulai. Setelah menemukan bangku mereka, Riana dan Argo lantas duduk untuk mulai menonton film. Sepanjang film berlangsung, keduanya tak henti melengkungkan bibir. Meski hanya sekedar tersenyum, menahan tawa atau bahkan tertawa. Mereka dibuat terhibur dengan setiap adegan film komedi yang ada di depan mereka. Hingga tiba di adegan terakhir, suasana humor berganti jadi sedih saat salah satu lakon utamanya meninggal. Riana dan Argo terlihat begitu seksama sampai-sampai air mata Riana menetes tanpa sadar dan film pun akhirnya selesai.

"Kamu nangis, kenapa? Nggak suka sama filmnya?" Tanya Argo sekeluarnya mereka dari dalam bioskop, menyadari kalau mata Riana sembab.

Riana tertawa kecil sambil memastikan matanya lewat pantulan layar ponsel dan barulah Riana sadar kalau dia mengerikan sekali. Padahal hanya menangis sebentar tapi kantung matanya sudah sangat sembab seperti itu.

"Nggak, aku suka filmnya. Nggak tahan aja nonton endingnya."

Mendengar itu Argo bergidik. Bukan heran tapi merasa senang karena itu tandanya Riana menyukai film yang dia rekomendasikan yang kebetulan memang sesuai minat Riana.

"Jadi?" Tanya Argo saat mereka tengah duduk menikmati makan malam di sebuah restauran.

"Jadi?" Ulang Riana merasa bingung dengan maksud Argo.

Argo tertawa kecil melihat kepolosan Riana. Setelah meneguk air minumnya, Argo pun melanjutkan diri untuk melanjutkan kalimatnya.

"Jadi, kamu udah tahu kan kenapa mas Huda memperkenalkan kita?"

"Oh, oh, itu. Iya udah tahu. Mba Huda sama mba Naswa memang suka aneh-aneh." Jawab Riana yang pura-pura baru ingat sambil berusaha mengalihkan pembicaraan meski sebenarnya di dalam hati dia sedang jedag-jedug tidak karuan mendapat pertanyaan seperti itu dari Argo. Rasanya Riana masih belum siap untuk menjawab pertanyaan yang menjurus ke arah sana.

"Terus menurut kamu bagaimana?"

"Bagaimana apanya?"

"Ya..kita. Aku mungkin?"

Karena mau tak mau harus terbuka setelah Argo membuka celah, akhirnya Riana berusaha untuk jujur dengan masa lalunya. Bukan karena ingin mendapat simpati Argo, Riana ingin menceritakan semuanya dan berharap Argo bisa menerima masa lalunya seandainya mereka berjodoh nantinya. Kalaupun belum, setidaknya obrolan ini akan menjadi pengingat bagi Riana tentang bagaimana dia harus bangkit setelah jatuh terpuruk.

"Dulu aku pernah pacaran. Cukup lama. Kita bahkan sudah lamaran. Tapi tiba-tiba dia nggak ada kabar sampai satu bulan lamanya. Waktu aku hubungin sama mas Huda, rumahnya selalu sepi. Sampai aku sama mba Naswa nggak sengaja lihat dia sama seorang perempuan cantik yang sedang hamil besar. Ternyata dia sudah nikah tanpa sepengetahuan aku." Jelas Riana dengan mata sedikit berkaca-kaca mengingat kembali betapa menyakitkannya pertemuan itu.

Argo pun terlihat antusias mendengarkan cerita Riana. Bahkan saking antusiasnya, alisnya sampai bertaut karena begitu serius.

"Setelah kejadian itu, dia akhirnya datang ke rumah dan menjelaskan semuanya lalu memutuskan pertunangan kita. Mas Huda yang memang sayang banget sama aku nggak terima. Dia bahkan sampai nampar dan menyumpahi dia. Setelah itu aku masih sendiri sampai sekarang. Jadi kalau kamu penasaran apa ada yang marah kalau kita jalan, jawabannya nggak. Kalaupun ada itu mba Naswa sama mas Huda."

Keduanya lantas tertawa mendengar pernyataan Riana di bagian akhir. Tapi syukurnya berkat kedua orang itu juga mereka bisa kenal dan bertemu sampai detik itu.

"Sebenarnya aku juga pengin cerita soal hidupku. Tapi kayaknya nggak sekarang. Mungkin nanti kalau kita jalan lagi."

"Memangnya aku mau di ajak jalan lagi?"

Argo hanya tertawa kecil mendengar ledekan Riana. Tanpa sadar keduanya sudah menghabiskan makanan mereka dan karena hari sudah malam, Argo pun mengajak Riana pulang. Tak mau jika Huda dan Naswa khawatir dengan mereka.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel